Hakim Meyakini Juliari Perintahkan Pengumpulan Fee
Fakta persidangan mengungkap Juliari mengintervensi tim teknis pengadaan bansos.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta meyakini mantan menteri sosial Juliari Batubara memerintahkan pengumpulan fee ke para penyedia bansos sembako Covid-19 di Kementerian Sosial. Anggota majelis hakim Joko Subagyo menuturkan, berdasarkan fakta di persidangan, perintah untuk mengumpulkan fee adalah berasal dari terdakwa melalui saksi Kukuh Ary Wibowo sebagai tim teknis kepada Adi Wahyono.
"Yang mana atas permintaan tersebut disampaikan Pepen Nazaruddin selaku Dirjen Linjamsos, Hartono selaku Sekjen Kemensos dan Matheus Joko Santoso selalu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk menindaklanjutinya," kata Joko Subagyo di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/8).
Menurut hakim, saat pengadaan bansos sembako tahap III akan dimulai pada Mei 2020, Kabiro Umum Kemensos saat itu Adi Wahyono dipanggil oleh Juliari agar terhadap penyedia titipan terdakwa seperti PT Anomali Lumbung Artha agar tidak diminta komitmen fee-nya. "Sehingga penerimaan dari Harry Van Sidabukke, Ardian Iskandar Maddanatja dan penyedia lainnya kepada Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono adalah atas perintah terdakwa sehingga sekalipun uang tersebut tidak diserahkan secara langsung kepada terdakwa tapi diterima oleh orang yang sebelumnya ditunjuk sebagai perwakilan terdakwa," ujar hakim Joko.
Untuk menindaklanjuti perintah Juliari, Matheus Joko lalu minta fee kepada Harry Van Sidabukke sebesar Rp 1,28 miliar atas ditunjuknya PT Pertani dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakilinya sebagai penyedia bansos sembako; kepada Ardian Iskandar Maddanatja sebesar Rp 1,95 miliar setelah PT Tiga Pilar Agro ditunjuk sebagai penyedia dan penyedia lain sebesar Rp 29,252 miliar. "Terhadap pendapat penasihat hukum yang mengatakan bahwa tidak ada meeting of mind antara terdakwa dengan penyedia, menurut pendapat majelis hakim, sekalipun terdakwa tidak berhubungan secara langsung dengan para penyedia atau pemberi uang tapi bila terdakwa sejak awal menyetujui adanya permintaan uang maka pada saat itu sudah ada meeting of mind pada terdakwa," jelas hakim Joko.
Terlebih berdasarkan fakta persidangan, Juliari bukan hanya menyetujui penerimaan uang melainkan memerintahkan commitment fee kepada Adi Wahyono untuk para penyedia kecuali penyedia yang merupakan titipan Juliari. "Sejak awal terdakwa telah mengetahui adanya penerimaan tersebut berhubungan dengan rekomendasi penunjukan penyedia oleh terdakwa sekalipun para penyedia tersebut tidak memenuhi syarat sebagai penyedia karena tidak memenuhi kualifikasi antara lain tidak memenuhi pengalaman di bidang sejenis dan tidak mempunyai kemampuan di bidang keuangan," tambah hakim Joko.
Menurut hakim, perbuatan Juliari untuk menunjuk nama perusahaan pengadaan bansos sembako dalam penanganan Covid-19 bukanlah kewajiban Juliari sebagai Menteri Sosial. Sebab, penujukan sudah didelegasikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen. Lebih lanjut, majelis hakim menyebut Juliari jelas-jelas melakukan intervensi kepada tim teknis pengadaan bansos.
"Perbuatan terdakwa telah merekomendasikan dan mengarahkan perusahaan penyedia agar ditunjuk oleh PPK sebagai penyedia bansos sembako Covid-19 adalah bentuk intervensi sehingga tim teknis tidak bisa bekerja normal dan tidak melakukan seleksi di awal pengadaan meski perusahaan nyata-nyata tidak memenuhi syarat sebagai penyedia," kata hakim Joko.
Menteri Sosial 2019-2020 Juliari Batubara divonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan karena terbukti menerima suap Rp 32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako Covid-19 di wilayah Jabodetabek.