Ahli Imunologi Ingatkan Potensi Kemunculan Covid-22
Saat ini, dunia masih bergelut menangani pandemi Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemunculan varian delta pada Desember 2020 membuat banyak wilayah cukup kewalahan dalam mengendalikan pandemi Covid-19 hingga saat ini. Ahli imunologi menilai kemunculan varian yang sangat mudah menular ini hanya "pembuka" dari sesuatu yang lebih buruk di masa mendatang.
Ahli imunologi dari Swiss, Prof Dr Sai Reddy, mengatakan, saat ini ada beragam varian mengkhawatirkan yang sedang bersirkulasi. Merupakan hal yang tak bisa dihindari bila varian-varian itu kemudian bergabung dan membentuk sebuah galur (strain) SARS-CoV-2 baru yang lebih berbahaya.
Oleh karena itu, Prof Reddy menilai, semua orang perlu bersiap menghadapi kemunculan varian-varian SARS-CoV-2 baru pada 2022. Prof Reddy menyebut varian-varian yang mungkin muncul mendatang dengan julukan Covid-22
"Covid-22 bisa lebih buruk dibandingkan apa yang kita saksikan saat ini," ungkap Prof Reddy, seperti dilansir Express UK, Selasa (24/8).
Prof Reddy menilai, ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan. Salah satunya adalah mengenali kemunculan varian baru yang mengkhawatirkan secepat mungkin. Selain itu, perusahaan pembuat vaksin juga perlu beradaptasi dan menyesuaikan vaksin secepat mungkin.
Baca juga : Studi: Kena Covid-19 Parah, Antibodi Penyintas Lebih Kuat
"Kemunculan varian baru ini adalah risiko besar, kita harus bersiap untuk menghadapinya," ujar Prof Reddy yang merupakan associate professor bidang Systems and Synthetic Immunology di Department of Biosystems Science & Engineering, ETH Zurich.
Untuk saat ini, Prof Reddy mengatakan, varian delta merupakan strain SARS-Cov-2 paling menular yang ada di dunia. Akan tetapi, varian delta tidak memiliki escape mutation atau "mutasi pelarian". Escape mutation merupakan fitur genetik yang dapat membantunya menghindari sistem kekebalan tubuh.
Escape mutation ditemukan pada beberapa varian, salah satunya adalah varian beta. Keberadaan escape mutation pada galur virus dapat membuat mengurangi sebagian efektivitas vaksin.
Escape mutation yang serupa juga ditemukan pada varian gamma. Di Brasil, varian gamma berperan terjadinya lonjakan kematian Covid-19 pada kelompok pasien berusia muda dan paruh baya. Akan tetapi, baik varian beta maupun varian gamma memiliki tingkat penularan yang lebih rendah dibandingkan varian delta.
Baca juga : Pedulilindungi akan Digunakan di Seluruh Moda Transportasi
Faktor-faktor seperti mudah menular, lebih mematikan, dan lebih kebal pada varian-varian SARS-CoV-2 ini bisa menjadi kombinasi yang mematikan di masa mendatang. Di tahap pandemi berikutnya, Prof Reddy mengatakan, varian beta atau gamma bisa saja menjadi lebih menular atau varian delta berhasil memiliki fitur escape mutations.
"(Bila itu terjadi) itu akan menjadi masalah besar untuk tahun yang akan datang," ungkap Prof Reddy.
Kekhawatiran Prof Reddy diungkapkan setelah sebelumnya muncul bukti bahwa perlindungan dari vaksin Covid-19 Pfizer dan AstraZeneca yang digunakan di Inggris saat ini memudar seiring waktu. Mengacu pada data ZOE Symptom Study App, penurunan perlindungan ini terjadi dalam waktu beberapa bulan setelah dosis kedua vaksin Covid-19 diberikan.
Penurunan ini terlihat cukup dramatis sekitar empat bulan setelah pemberian dosis kedua vaksin Covid-19. Akan tetapi, ketua tim peneliti Profesor Tim Spector mengatakan, data yang digunakan dalam studi ini masih terbatas.
Terlepas dari itu, penting untuk diketahui bahwa manfaat dari vaksinasi Covid-19 jauh lebih besar dibandingkan tidak divaksinasi. Meski risiko penularan tetap ada, vaksinasi dapat menurunkan risiko sakit berat, perawatan di rumah sakit, dan kematian akibat Covid-19.
Di samping itu, saat ini kasus long Covid cukup banyak ditemukan pada penyintas Covid-19. Kondisi long Covid bisa terasa lebih berat pada individu yang sistem imunnya belum dioptimalkan dengan vaksin Covid-19.