Pakar: Agama Lindungi Masyarakat dari Gerakan Child Free

Agama masih menjadi faktor penghalau atau pelindung dari gerakan child free.

Prayogi/Republika
Jamaah beraktifitas usai melaksanakan sholat di dalam Masjid (ilustrasi).
Rep: Alkhaledi Kurnialam Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Profesor bidang psikologi Islam, Abdul Mujib mengatakan mayoritas masyarakat Indonesia saat ini masih terlindungi dari ide tentang child free. Agama disebutnya masih menjadi bagian penting, sehingga konsep ini masih jauh untuk benar-benar menjadi perilaku mayoritas masyarakat.

Baca Juga


“Agama masih menjadi faktor penghalau atau pelindung dari gerakan-gerakan untuk child free. Cuma masalahnya, memang harus tetap hati-hati,”jelasnya.

Guru besar Fakultas Psikologi UIN Jakarta ini mengatakan, kemunculan konsep child free di Indonesia diyakininya belum akan sebesar pengaruhnya di negara-negara Barat. Sehingga, kata dia, kasus berkurangnya tingkat pertumbuhan penduduk seperti di Barat masih sangat jauh terjadi di Indonesia.

Kasus-kasus penistaan agama seperti yang baru-baru ini disangkakan kepada M. Kece, masih menjadi masalah yang sangat sensitif bagi masyarakat Indonesia. Hal ini disebutnya menunjukkan posisi agama dan nilai-nilainya, masih menjadi perhatian oleh kebanyakan warga.

“Sekarang kan lagi ramai, M. Kece dan Yahya Waloni yang ditangkap. Artinya adalah masalah agama masih menjadi penting. Saking pentingnya sehingga orang-orang yang mengganggu kehidupan beragama ditangkap,”ujarnya.

 

“Ada juga kasus Bupati yang lagi ramai soal penyebutan marga Panjaitan. Akhirnya orang-orang yang bermarga Panjaitan marah, merasa dihina. Artinya budaya masih kuat, agama masih kuat, itu nanti yang akan bertarung dengan isu-isu seperti child free,”tambahnya.

Menurutnya, ide tentang child free ini masih sangat sedikit diadopsi oleh masyarakat Indonesia. Namun karena beberapa figur yang dikenal publik mengakui secara terang-terangan memilih konsep ini, isu ini jadi sangat ramai dibicarakan.

“Sebetulnya child free ini mereka nggak begitu banyak, jarang orang yang begitu. Tapi karena publik figur, jadi besar masalahnya. Menurut saya nggak perlu ditakuti dan perlu dicek secara psikologis dan kritis kenapa orang mengemukakan satatement seperti itu. Jangan-jangan ada masalah yang kemudian dipakai isu ini untuk menutupi,” katanya.

 

“Saya tidak menyebut orang per orang. Tapi secara logika perlu diselidiki, diteliti kenapa orang kok kemudian punya pendapat berbeda dengan umumnya,”tambahnya. Alkhaledi Kurnialam

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler