Antibodi Monoklonal, Apa Bedanya dengan Vaksin Covid-19?
Selain lewat infus, antibodi monoklonal juga bisa digunakan dengan suntikan di perut.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Berdasarkan data uji klinis, pengobatan antibodi monoklonal buatan Regeneron mampu mengurangi rawat inap Covid-19 dan kematian di Amerika Serikat (AS) sekitar 70 persen. Bahkan, saat diberikan pada orang yang lebih berisiko, antibodi monoklonal mampu mengurangi gejala sekitar 80 persen.
"Seiring meningkatnya rawat inap, kami di sini memiliki terapi yang dapat mengurangi gejala Covid-19," kata William Fales, MD, direktur medis dari Departemen Kesehatan dan Divisi Layanan Kemanusiaan Layanan Gawat Darurat dan Trauma Amerika Serikat, dikutip dari laman Web MD, Senin (30/8).
Sementara itu, dokter penyakit menular di University of Michigan, Lindsay Petty, menjelaskan, antibodi monoklonal mampu bekerja seperti antibodi yang dibuat tubuh dalam melawan virus. Bedanya, antibodi ini hanya mampu dibuat perusahaan farmasi, seperti Regeneron.
Petty menyebut, saat mengikat lonjakan protein, antibodi itu mampu memblokir virus yang memasuki sel-sel tubuh. Dengan begitu, antibodi monoklonal mampu untuk langsung menangkal virus setelah terinfeksi.
Antibodi monoklonal awalnya memang hanya bisa digunakan melalui infus. Namun, berdasarkan penelitian terbaru, antibodi itu juga bisa diberikan melalui suntikan ke perut.
"Konsumen harus tahu bahwa Regeneron (berfungsi) melawan varian Delta," kata David Wohl, MD, ahli penyakit menular di University of North Carolina.
Bedanya dengan vaksin
Petty menjelaskan, vaksin mampu membantu merangsang dan mempersiapkan sistem kekebalan untuk merespons lebih ketika terpapar virus. Sementara itu, antibodi monoklonal berperan untuk meningkatkan sistem kekebalan setelah sakit, dan mempercepat respons kekebalan untuk mencegah Covid-19 semakin parah.
"Tetapi vaksin melakukan ini jauh lebih mudah dan jauh lebih baik," kata Petty.
Petty mengatakan, antibodi monoklonal bisa diberikan kepada siapapun sedini mungkin agar semakin efektif dalam mengobati atau mencegah Covid-19. Pemberiannya akan sangat efektif dalam empat hingga lima hari pertama gejala.
Oleh sebab itu, Petty menyarankan agar melakukan tes sesegera mungkin jika melihat adanya gejala Covid-19 yang muncul. Jika ada gejala, Petty menyarankan untuk langsung menghubungi dokter mengenai antibodi monoklonal. Kendati demikian, antibodi monoklonal itu, menurut Petty, tidak bisa diberikan pada pasien yang mengalami gejala setelah 10 hari.
Penerima antibodi monoklonal
Ada dua manfaat penggunaan antibodi monoklonal, yakniuntuk mengobati atau menghentikan perkembangan Covid-19 pada orang berisiko tinggi yang dites positif dan untuk mencegah Covid-19 pada orang berisiko tinggi yang telah terpapar. Regeneron terbuat dari kombinasi dua antibodi yang disebut casirivimab dan imdevimab.
Agar memenuhi syarat untuk perawatan, seseorang harus punya hasil tes positif Covid-19 dan belum menerima vaksinasi lengkap. Mreka yang ingin mendapat antibodi itu juga harus memiliki gejala kurang dari 10 hari, tidak dirawat di rumah sakit, atau tak sedang bergantung pada suplementasi oksigen karena Covid-19.
Hanya saja, mengingat antibodi monoklonal tidak akan langsung diberikan oleh dokter, maka akses mendapatkannya tidak selalu mudah. Bahkan, Petty beranggapan, masih banyak dokter yang belum terlalu berpengalaman dengan perawatannya.
Petty mengatakan, kalau dokter yang merawat tidak terbiasa atau paham dengan antibodi monoklonal, maka pembicaraan lebih lanjut mengenai keinginan mendapatkannya perlu dilakukan. Di AS pun, antibodi monoklonal itu juga tidak bisa didapatkan di banyak lokasi.