Mengamankan Laju Lokomotif Saat Terusik Pandemi

Adaptasi, inovasi, dan kolaborasi menjadi kunci penting KAI agar tetap tumbuh.

ANTARA/Iggoy el Fitra
Calon penumpang menjalani pemeriksaan dokumen di Stasiun Kereta Api Simpang Haru, Padang, Sumatra Barat, medio Juli 2021. PT KAI terus beinovasi mengamkan laju bisnisnya di tengah terpaan pandemi Covid-19.
Rep: Rahayu Subekti Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pandemi Covid-19 akhirnya mengusik laju lokomotif PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Sejak kasus Covid-19 pertama ditemukan di Indonesia pada 2 Maret 2020, transportasi menjadi salah satu sektor yang paling terdampak karena pembatasan mobilitas demi memutus rantai penyebaran Covid-19.

Padahal kala itu bisa menjadi peluang emas bagi KAI melanjutkan puncak pendapatan yang pada 2 Januari 2020 mencapai Rp 38,82 miliar. Jika Covid-19 tidak masuk ke Indonesia, KAI memiliki peluang meraup peningkatan pendapatan bisnis karena pada Mei 2020 merupakan Hari Raya Idul Fitri yang berarti ada tradisi mudik dan menyebabkan peningkatan trafik penumpang kereta api.

Benar saja, saat Direktur Utama KAI masih dijabat Edi Sukmoro, dia memprediksi jumlah penumpang akan terus tergerus sejak April 2020. Edi menuturkan, jumlah penumpang akan terus berkurang semakin jauh setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Virus Corona (Covid-19).

Pendapatan KAI pun pada akhirnya terus menyusut sejak Maret 2020. Edi mengatakan, kerugian kas operasional perusahaan pada Maret 2020 mencapai Rp 693 miliar karena terjadi penurunan penumpang yang signifikan.

"Pendapatan penumpang ini kalau kita bandingkan dari Februari 2020 per hari bisa sekitar Rp 39 miliar tapi tanggal 3 Maret 2020 jadi Rp 4 miliar," kata Edi dalam rapat dengar pendapat secara virtual bersama Komisi VI DPR pada 29 April 2020 lalu.

Sepanjang kuartal I 2020, KAI melayani 1,2 juta penumpang per hari. Dari total tersebut, sebanyak 775.501 orang merupakan penumpang kereta rel listrik (KRL), 208.210 orang merupakan penumpang kereta api jarak jauh, dan 5.891 orang merupakan penumpang kereta bandara.

Sayangnya, pada 31 Maret 2020, jumlah penumpang harian KAI hanya menyisakan 275.827 orang. Dari total tersebut, penumpang KRL hanya 226.625 orang, penumpang kereta api jarak jauh hanya 48.773, dan penumpang kereta bandara hanya 429 penumpang.

Meskipun begitu, KAI terus berupaya untuk mengamankan laju lokomotifnya di tengah pembatasan yang harus dilakukan. Pada 2020, pemerintah beberapa kali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Lalu pada 2021, pemerintah juga melanjutkannya dengan menerapkan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

Banyaknya kebijakan pembatasan yang diterapkan menjadi tantangan tersendiri bagi KAI untuk bertahan. Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo mengakui, pandemi Covid-19 sangat memengaruhi penurunan jumlah penumpang yang dilayani KAI. Padahal, pada 10 Februari 2020 jumlah harian penumpang KAI mencapai 1,27 juta orang.

"Pengaruh pandemi sangat luar biasa dan pada Mei 2020 saat ada PSBB itu jumlah penumpang yang diangkut KAI dalam satu hari hanya sekitar 20 ribu. Jadi bisa dibayangkan menurun dari 1,27 juta penumpang menjadi hanya 20 ribu pada Mei 2020," kata Didiek dalam Talkshow Merdeka Bertransportasi, Rabu (18/8).

Pada tiga bulan terakhir ini, Didiek mengungkapkan, rata-rata penumpang harian yang dilayani KAI mencapai 419 ribu orang per hari. KAI pun mengurangi keterisian penumpang pada armadanya sesuai dengan kuota yang ditetapkan pemerintah.

"Dalam masa PPKM sesuai dengan arahan pemerintah, keterisian angkutan KRL hanya 35 persen. Semula 200 penumpang dalam satu kereta menjadi 72 orang, saat PPKM  menjadi 52 orang. Kami berhasil menekan mobilisasi satu hari hanya 120 ribu penumpang" tutur Didiek.

Di tengah keterbatasan yang ada, KAI pun terus mencari cara untuk beradaptasi dengan pandemi Covid-19. Inovasi hingga peningkatan kinerja tetap harus dilakukan agar lokomotif tetap berjalan serta menghadirkan konektivitas yang aman dan nyaman bagi masyarakat di tengah pandemi Covid-19.  

Baca Juga


Optimisme peningkatan komersialisasi aset

KAI terus mencari celah untuk beradaptasi di tengah pandemi, salah satunya dengan meningkatkan komersialisasi aset. Bisnis komersial non-angkutan terus diandalkan demi meningkatkan kinerja perusahaan setelah dihantam pandemi Covid-19.

VP Public Relations KAI Joni Martinus mengatakan, masih banyak aset potensial yang dimiliki KAI untuk terus diusahakan. Bentuk komersialisasi non-angkutan KAI berupa kerja sama pemanfaatan aset stasiun, sarana, right of way (ROW), non-ROW, hingga museum.

"Bisnis komersial non angkutan KAI memiliki progres positif," kata Joni kepada Republika, Ahad (29/8).

Meskipun bisnis non-angkutan KAI juga pada 2021 masih terdampak pandemi Covid-19, Joni yakin kondisinya masih lebih baik dibandingkan pada 2020. Joni memastikan, KAI pada tahun ini masih tetap melanjutkan program relaksasi kepada mitranya.

"Kami melakukan inovasi skema kerja sama dan new business seperti optimalisasi pada KAI Access," ujar Joni.

Joni mengungkapkan, hampir seluruh aset KAI dapat dimanfaatkan masyarakat dengan skema kerja sama. Hal tersebut dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu operasional kereta api dan tidak mengubah status kepemilikan pada aset yang dimanfaatkan.

Pendapatan KAI sektor non-angkutan pada semester I 2021 sebesar Rp 325 miliar. Angka itu masih 97,79 persen dari pendapatan sektor non-angkutan KAI pada periode yang sama 2020 yang sebesar Rp 332 miliar. 

Meskipun begitu, KAI tetap optimistis dan memproyeksikan pendapatan sektor komersial non-angkutan pada 2021 bisa mencapai Rp 700 miliar hingga akhir 2021. "Angka ini naik 11,82 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 625,9 miliar," ungkap Joni.

KAI pun berusaha untuk berinovasi dengan menggunakan skema kerja sama pengelolaan aset berupa profit atau revenue sharing. Joni mengatakan, dampak skema kerja sama revenue sharing membuat kesepakatan menjadi lebih transparan serta memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.


Angkutan barang jaga performa bisnis

Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo meyakini bisnis angkutan barang menjadi salah satu kunci untuk menjaga performa bisnis selama pandemi Covid-19. KAI pun terus bekerja keras dalam meningkatkan performa angkutan barangnya.

"Adaptasi, inovasi, dan kolaborasi menjadi kunci penting untuk KAI agar tetap tumbuh di dalam situasi krisis saat ini," kata Didiek.

Mengakhiri semester I 2021, kinerja angkutan barang KAI terus menunjukkan tren positif. Pada Januari-Juli 2021, KAI melayani angkutan barang sebanyak 28,2 juta ton. Angka tersebut menunjukkan peningkatan hingga 8,9 persen dibandingkan periode yang sama pada 2020 yang hanya 25,9 juta ton barang.
 
"Kenaikan volume barang yang KAI layani ini sangat penting bagi KAI untuk tetap survive di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung," ungkap Didiek.

Pada Semester I 2021, komoditas batu bara merupakan penyumbang terbesar angkutan barang KAI dengan persentase mencapai 76,2 persen dari total angkutan barang KAI. Pada komoditas tersebut, KAI terus berkoordinasi dan bersinergi dengan seluruh pihak, melakukan rekayasa pola operasi yang optimal, serta mencari mitra-mitra baru sehingga volume angkutan batu bara mengalami peningkatan.

KAI tetap melakukan komunikasi dan hubungan secara intensif dengan para mitra agar penanganan angkutan barang atau logistik tetap dapat ditangani dengan baik walaupun ada pembatasan aktivitas orang selama pandemi. Demi mendukung industri logistik saat ini, KAI bahkan merencanakan reaktivasi jalan rel antara Stasiun Babat-Tuban. Reaktivasi jalur tersebut dilakukan untuk angkutan Semen Indonesia.

Tak hanya itu, KAI juga melakukan perbaikan jalur dan container yard (CY) di Stasiun Indro, Gresik. Perbaikan dilakukan untuk mendukung industri logistik di Gresik serta mengurangi kepadatan jalan raya.

Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai angkutan logistik kereta api sangat memiliki potensi yang besar. Khususnya untuk mengambil peluang peralihan logistik dari truk ke kereta api. Terlebih, truk angkutan logistik sering kali beroperasi dengan kelebihan muatan dan dimensi.

Hanya saja Djoko menilihat, peluang peralihan tersebut masih tersandung persoalan kebijakan, "Logistik menggunakan moda kereta api masih dikenakan PPN 10 persen dari TAC sehingga ongkos angkutnya lebih mahal ketimbang jalan darat," kata Djoko.


Menghadirkan transportasi aman dan nyaman

Adaptasi tidak hanya dilakukan dari segi bisnis saja. Meskipun jumlah penumpang tergerus saat pandemi Covid-19, KAI tetap menghadirkan perjalanan kereta api dengan aman dan nyaman.  

Memperketat aturan perjalanan menjadi satu-satunya cara untuk mengamankan jalur kereta api dari pandemi Covid-19 meskipun harus berdampak kepada bisnis yang dijalani. KAI pun harus menerjang tantangan dalam menegakkan aturan protokol kesehatan yang begitu asing karena belum pernah diterapkan sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia.

"Tantangannya tentu kami harus terus menerus melakukan sosialisasi kepada pelanggan kereta api terkait aturan protokol kesehatan di stasiun dan di perjalanan," kata VP Public Relations KAI Joni Martinus.

Tupoksi petugas KAI di lapangan juga terpaksa harus bertambah. Joni menuturkan, hal tersebut perlu dilakukan untuk mengingatkan penumpang yang lalai dalam menerapkan protokol kesehatan.

Setelah menghadapi banyak adaptasi dan sosialisasi penerapan protokol kesehatan, Joni cukup lega karena hingga saat ini tingkat kepatuhan penumpang KAI di stasiun maupun di perjalanan sangat baik. Khususnya dalam mematuhi protokol kesehatan.

“Kami mengapresiasi seluruh pelanggan untuk terus bersama-sama menciptakan perjalanan kereta api yang nyaman dan sehat," ujar Joni.

Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo menambahkan, selama pandemi, KAI juga membatasi jumlah maksimal penumpang di dalam kereta. Pembatasan jumlah penumpang yang diberlakukan yaitu 70 persen untuk rute jarak jauh, 50 persen untuk rute lokal, dan 32 persen untuk KRL.

"Seluruh upaya itu turut didukung dengan penerapan protokol kesehatan ketat di lingkungan stasiun, mulai dari mengecek suhu tubuh, menggunakan masker, hingga menjaga jarak," ungkap Didiek.

Berbagai fasilitas juga KAI sediakan untuk pelanggan sebagai bentuk adaptasi kebiasaan baru seperti menyediakan wastafel portabel dan hand sanitizer, serta memberikan healthy kit untuk penumpang jarak jauh. Untuk mengurangi mobilitas dan kontak fisik, Didiek mengatakan, KAI menambah sejumlah fitur pada aplikasi KAI Access sehingga penumpang dapat mengatur perjalanannya secara daring tanpa perlu ke stasiun.

KAI bahkan juga mendukung pemerintah mempercepat program vaksinasi Covid-19. Bersama anak usahanya yakni KAI Commuter, KAI menyediakan layanan vaksinasi Covid-19 gratis bagi pelanggan dan masyarakat di berbagai stasiun.

"Tujuan vaksinasi gratis di stasiun ini adalah agar pembentukan kekebalan tubuh secara komunal atau herd immunity dapat segera terwujud," tutur Didiek.

KAI Group menyediakan layanan vaksinasi Covid-19 gratis di 24 stasiun kereta api. Jumlah stasiun yang melayani vaksinasi gratis tersebut dipastikan akan terus ditambah.

"Hingga 15 Agustus, sebanyak 36.226 orang yang telah mengikuti vaksinasi gratis di stasiun," ujar Didiek.

Semua upaya adaptasi yang dilakukan KAI tersebut diharapkan dapat membantu perusahaan terus tumbuh setelah terusik pandemi. Lokomotif pun terus berjalan dan membuat Indonesia tetap tangguh menghadapi pandemi Covid-19.

Jika nantinya Indonesia harus rela hidup berdampingan dengan pandemi Covid-19, pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai, KAI harus tetap mempertahankan layanan yang saat ini sudah berjalan. Khususnya semua layanan yang sudah dilakukan setelah melakukan adaptasi dengan pandemi Covid-19.

"Digitaliasi layanan harus terus dilakukan mulai dari proses masuk stasiun, menuju kereta, di dalam kereta, ke luar kereta, bahkan hingga penumpang berganti moda," tutur Djoko.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler