Sejumlah Studi Dukung Pemberian Booster Vaksin Pfizer
FDA masih belum memberikan keputusan soal dosis booster vaksin Covid-19 Pfizer.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Beberapa penelitian yang diterbitkan pada Rabu (15/9) mendukung potensi pemberian dosis penguat (booster) vaksin Covid-19 Pfizer di tengah menurunnya kekebalan. Meski begitu, dokumen mencatat bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) masih bersikap netral menjelang pertemuan terkait masalah ini pada Jumat (17/9).
Komite penasihat independen akan mengadakan pertemuan Jumat untuk mempertimbangkan data yang berkaitan dengan booster Pfizer. Komite akan mencermati ketersediaan bukti substansial yang mendukung persetujuan pemberian booster untuk orang berusia 16 tahun ke atas, yaitu enam bulan setelah dosis pertama.
"Beberapa penelitian observasional telah mengindikasikan adanya penurunan kemanjuran vaksin Pfizerdari waktu ke waktu dalam melawan infeksi simtomatik atau varian delta, sementara yang lain tidak," bunyi dokumen pengarahan FDA, seperti dikutip dari laman Fox News, Jumat.
FDA juga mencatat bahwa vaksin lainnya saat ini masih menawarkan perlindungan terhadap Covid-19 yang parah dan kematian di Amerika Serikat (AS). FDA mengakui, ada banyak studi yang berpotensi relevan terhadap pemberian booster.
"Tetapi FDA belum secara independen meninjau atau memverifikasi data yang menjadi landasannya maupun kesimpulannya," demikian bunyi dokumen itu.
Menurut dokumen FDA, harus diakui bahwa ada bias yang diketahui dan tidak diketahui yang dapat memengaruhi keandalan vaksin meskipun studi observasional yang ada dapat membantu memahami efektivitas vaksin di dunia nyata. Karena bias ini, beberapa studi lebih dapat diandalkan daripada yang lain.
Badan tersebut juga menyiratkan adanya preferensi untuk studi efektivitas vaksin yang dilakukan di AS agar paling akurat mencerminkan populasi. Satu studi yang diterbitkan dalam jurnal kesehatan New England Journalnof Medicine (NEJM) pada Rabu berasal dari data Kementerian Kesehatan Israel yang melibatkan suntikan booster kepada orang dewasa berudia 60 tahun ke atas.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan, mereka yang diberikan dosis tambahan menghadapi penurunan risiko infeksi 11 kali lipat dan lebih dari 19 kali lipat turun risikonya terkena penyakit parah. Kondisi itu dicapai setidaknya 12 hari setelah pemberian booster.
Sementara itu, uji coba multinasional yang sedang berlangsung terhadap lebih dari 44 ribu peserta berusia 16 tahun ke atas menunjukkan penurunan bertahap kemanjuran vaksin Pfizer-BioNTech enam bulan setelah pemberian dua dosis. Studi yang diterbitkan di NEJM oleh Pfizer itu mencatat perkiraan penurunan rata-rata enam persen dalam kemanjurkan setiap dua bulan.
Dalam dua bulan setelah dosis kedua vaksin Covid-19 Pfizer, kemanjuran mencapai puncaknya sekitar 96 persen lalu turun menjadi 90 persen dalam empat bulan kemudian. Setelah itu, perlindungannya turun lagi menjadi sekitar 84 persen pada tanggal batas data.
Terlepas dari itu, suntikan vaksin Covid-19 Pfizer tetap protektif terhadap penyakit parah yaitu 96,7 persen. Sementara itu, temuan tambahan mengenai pemberian dosis ketiga vaksin Pfizer yang juga diterbitkan di NEJM menunjukkan adanya peningkatan kekebalan antara lima kali lipat hingga lebih dari tujuh kali lipat dalam titer antibodi penetralisir, dan bahkan pada tingkat yang lebih tinggi terhadap varian beta yang pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan.
"Meskipun efektivitas vaksin terhadap penyakit parah, rawat inap, dan kematian tetap tinggi, penurunan kekebalan dan diversifikasi virus menciptakan kemungkinan kebutuhan akan vaksin dosis ketiga," bunyi surat penelitian dari Dr Ann Falsey dari University of Rochester, Dr Robert Frenck dari Cincinnati Children's Hospital, dan lain-lain.
Perdebatan tentang perlunya booster vaksin Covid-19 bagi warga Amerika Serikat terjadi karena lebih dari setengah populasi global tetap belum divaksinasi. Hal itu telah membuat para ahli terpecah menjelang pertemuan FDA.
Sementara itu, pejabat kesehatan memperkirakan akan dapat memulai peluncuran booster Pfizer pada 20 September. Di sisi lain, pejabat tinggi kesehatan telah meyakinkan bahwa perlu lebih banyak waktu untuk meninjau data tentang vaksin Covid-19 Moderna.
"Saya pikit saat ini indikasinya adalah bahwa kita tidak memerlukan dosis booster," kata Direktur Pusat Penelitian Imunisasi dan profesor di Departemen Kesehatan Internasional di Johns Hopkins Bloomberg School, Anna Durbin.
Menurut Durbin, Amerika tidak seharusnya memberikan sumber daya yang berharga, yaitu vaksin, sebagai dosis ketiga hanya karena bisa melakukannya. Ia mengingatkan bahwa keputusan pemberian booster seharusnya diambil berdasarkan ilmu epidemiologi dan karakteristik penyakitnya.
Durbin menyebut, data tambahan mungkin akan datang dalam mendukung penggunaan booster bagi populasi tertentu, seperti individu lanjut usia dan mereka yang berada di fasilitas perawatan jangka panjang. Sementara itu, pada bulan lalu, Kepala Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Rochelle Walensky dan pejabat kesehatan terkemuka lainnya telah merilis sebuah rencana yang mengindikasikan penyedia layanan kesehatan, penghuni panti jompo, dan manula lainnya kemungkinan akan memenuhi syarat untuk booster mulai 20 September 2021.