Meneladani Cara Rasulullah Menghadapi Anak-Anak
Rasulullah mengajarkan menghadapi anak dengan lemah lembut dan penuh pengertian.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak sejatinya adalah titipan dari Allah. Bagaimana seorang anak itu tumbuh juga dipengaruhi cara orang tua dalam mendidik dan memperlakukanya.
Karena itu, Rasulullah SAW menaruh perhatian dan menyayangi anak-anak. Dari teladannya, Nabi Muhammad SAW mengajarkan bagaimana cara menghadapi dan mendidik anak-anak dengan lemah lembut dan penuh pengertian.
Rasulullah SAW juga mencontohkan agar mendidik anak sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah. Berikut lima cara dalam menghadapi anak seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW, dikutip dari laman About Islam.
1. Keimanan dan kebaikan terhadap keluarga
Dalam Islam, iman dan keluarga berjalan beriringan. Orang tua memiliki hak atas anaknya, dan ketika kita sendiri menjadi orang tua, anak-anak memiliki hak atas kita.
Karena itu, Rasulullah dalam sabdanya menyebutkan orang yang beriman tentulah berbuat baik pula terhadap keluarganya. Sebagaimana bunyi hadits sebagai berikut, "Sesungguhnya di antara orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah orang yang paling baik akhlaknya dan paling baik terhadap keluarganya." (HR At-Tirmidzi)
Dalam membesarkan keluarga yang shaleh, tentunya kita berpedoman pada akhlak dan perilaku Rasulullah. Rasulullah memberikan teladan dengan berperilaku lemah lembut kepada keluarganya, termasuk anak-anak, dan mengajarkan keimanan kepada mereka.
2. Mengajak bermain anak-anak
Kasih sayang Rasulullah terhadap anak-anak tergambar dalam kisahnya ketika berinteraksi dengan cucu-cucunya, Hassan dan Husein. Rasulullah mengajak bermain atau bercanda dengan cucunya tersebut.
Seperti diceritakan Ya'la bin Murrah, saat mereka pergi bersama Rasulullah untuk menghadiri undangan makan bersama, Rasulullah melihat Hasan sedang bermain di jalan. Beliau lantas mempercepat jalan mendahului rombongan, lalu merentangkan kedua tangannya. Hasan berlarian ke sana kemari.
Rasulullah mencandainya lalu merangkulnya. Nabi saw lantas meletakkan satu tangannya di dagunya dan yang lain di ubun-ubun (kepalanya), lalu beliau menciumnya.
Rasulullah kemudian berkata, "Husein adalah bagian dari saya dan saya adalah bagian dari dia. Semoga Allah mencintai orang-orang yang mencintai Husein. Husein adalah suku di antara suku-suku." (Sunan Ibnu Majah)
Memperlakukan anak-anak seperti yang dicontohkan Rasulullah benar-benar dianjurkan oleh Islam dan tentunya dapat bernilai pahala di sisi Allah. Karena iman dan keluarga berjalan beriringan dalam Islam, seorang Muslim harus memastikan reputasinya dengan keluarganya kukuh agar memiliki kedudukan yang dihormati pula di hadapan Allah.
3. Jangan cepat dimarahi
Anas bin Malik, seorang pelayan muda yang tinggal di rumah Nabi Muhammad meriwayatkan: "Saya belum pernah melihat orang yang lebih baik kepada keluarga daripada Rasulullah. (HR. Muslim)
Meskipun terkadang Anas bin Malik membuat kesalahan dalam tugasnya karena usianya yang masih muda, Nabi SAW tidak lantas cepat memarahinya. Bahkan, Anas bin Malik berkata:
"Saya melayani Nabi di Madinah selama 10 tahun. Saya adalah seorang anak laki-laki. Setiap pekerjaan yang saya lakukan tidak sesuai dengan keinginan tuan saya, tetapi dia tidak pernah mengatakan kepada saya: Hufft, dia juga tidak mengatakan kepada saya: Mengapa Anda melakukan ini? atau Mengapa Anda tidak melakukan ini?" (Sunan Abi Dawud)
4. Tunjukkan cinta pada anak-anak
Rasulullah SAW adalah sosok ayah dan kakek yang penyayang yang memberi kehangatan cinta kasih kepada anak-anaknya. Dia tidak ragu menunjukkan kasih sayang kepada anak-anak di hadapan masyarakat dan membuat mereka merasa istimewa dan dicintai.
Hal itu bertolak belakang dengan laki-laki pada masanya, yang menganggap menunjukkan kelembutan seperti itu terhadap keluarga dan anak-anak bukanlah ciri maskulin. Nabi Muhammad SAW kerap mencium cucunya, salah satunya Hasan. Ketika hal itu disaksikan oleh al-Aqra' bin Haabis at-Tamimy, ia langsung berkomentar, "Aku memiliki sepuluh anak. Tak satu pun yang pernah kucium."
Rasulullah lantas mengalihkan pandangannya kepada Aqra', lalu berkata, "Orang yang tidak mengasihi tidak dikasihi." (HR. Bukhari).
Kisah lain menceritakan tatkala beberapa orang Badui datang kepada Nabi SAW dan berkata, "Apakah Anda mencium anak-anak Anda?" Nabi berkata, "Ya." Orang Badui berkata, "Tetapi kami, demi Allah, tidak pernah mencium anak-anak kami." Nabi SAW berkata, "Apa yang bisa saya lakukan jika Allah telah mengambil rahmat dari Anda?" (Sunan Ibnu Majah)
Orang Badui dalam kisah tersebut sebenarnya menyombongkan diri untuk tidak mencium anak-anak karena mereka sering dilihat sebagai komoditas belaka dan bertindak kasar dengan anak-anak adalah lebih sesuai dengan sikap 'menjadi seorang laki-laki'. Namun, Nabi SAW malah menegaskan sebaliknya, bahwa menunjukkan belas kasihan dan kasih sayang kepada anak-anak adalah jalan yang lebih baik diambil.
5. Mendengarkan keluh kesah anak dan tidak mengabaikan perasaannya
Pada suatu ketika, adik dari Anas bin Malik, Abu Umair, kehilangan burung peliharaannya yang bernama Nughayr. Setelah melihat kesulitan anak itu, Nabi SAW menghibur anak muda itu dan bertanya tentang hewan peliharaannya (Bukhari).
Dari hadits itu bisa dilihat bagaimana Nabi SAW bertindak untuk sangat perhatian membantu seorang anak kecil. Sedangkan biasanya, tak jarang orang dewasa yang mengabaikan perasaan anak dan menganggap hal seperti itu tampak sepele. Padahal, hubungan dengan anak seperti yang dicontohkan Rasulullah dapat membangun kepercayaan, komunikasi yang terbuka bagi anak.