Sejumlah Sholat yang Kerap Dianggap Bid’ah dan Bantahannya
Sebagian orang percaya sholat sunnah yang tidak disebut namanya merupakan bid'ah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdapat segelintir masyarakat Islam yang masih mempercayai sholat sunnah tertentu yang tidak disebutkan namanya oleh Rasulullah SAW merupakan bid’ah.
KH Ali Mustafa Yakub dalam buku Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal menjelaskan terdapat banyak sholat sunnah yang tidak disebutkan namanya oleh Nabi Muhammad SAW. Contohnya, sholat tahiyyatul masjid. Nabi hanya berkata, “Siapa saja yang masuk masjid, maka ia janganlah duduk sebelum sholat dua rakaat,”.
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim itu secara redaksi memang tidak menyebut nama sholat tersebut. Maka nama tahiyyatul masjid justru muncul dari mulut para ulama. Sehingga sholat sunnah tahiyyatul masjid menjadi nama sholat yang lebih dikenal dengan kekuatan dalil yang jelas.
Begitu pun dengan sholat tarawih, di mana Nabi Muhammad SAW tidak pernah menyebut sholat tarawih, melainkan hanya menyebutnya dengan qiyam Ramadhan. Demikian halnya dengan sholat sunnah hajat yang mana Nabi tidak menyebutkan pula nama sholat tersebut.
Kiai Ali mengutip pernyataan Imam As-Syaukani bahwa terdapat beberapa hadits yang menjadi dalil untuk sholat hajat. Namun, dalam hadits-hadits itu Nabi Muhammad SAW tidak menyebutkan sama sekali kata sholat hajat.
Misalnya, hadis yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Al-Hakim, dan An-Nasa-i berikut, “Anna rajulan dharira al-bashiri ata SAW, faqaala: ud’ullaha an yu’afiniy, qaala; in syi’ta da’autu wa in syi’ta shabarta fahuwa khairun laka, qaala fad-uhu, qaala: fa-amarahu an yatawaddha’a fayuhsina wudhuahu, fatawaddha-a wa yushalliya ral’ataini, tsumma yad’u: allahumma inniy as-aluka watawajjaha ilaika binabiyyika Muhammadin Nabiyyi ar-rahmata ya Muhamma inni tawajahtu bika ila Rabbi fii haajatiy hadzihi lituqdha-lii allahumma fasyafi’hu fiiy,”.
Yang artinya, “Seorang yang buta datang menemui Nabi Muhammad SAW dan berkata: ‘Wahai Rasulullah, doakan aku kepada Allah agar Dia menyembuhkan aku (dari kebutaan),’. Nabi menjawab, ‘Kalau kamu mau, aku akan beroa, dan kalau kamu mau, bersabarlah, karena itu lebih baik bagimu,’. Orang buta tadi pun berkata, ‘Doakan saja’. Kemudian Nabi Muhammad SAW memerintahkannya berwudhu dengan baik, lalu dia pun berwudhu dan sholat dua rakaat. Selanjutnya dia berdoa, ‘Wahai Allah, aku memohon kepada-Mu, dan aku menghadap pada-Mu dengan Nabi-Mu Nabi Muhammad, Nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad, aku menghadap denganmu kepada Tuhanku dalam hajatku ini agar doaku terkabul. Wahai Allah, beriah dia hak syafaat untuk diriku,”.
Kiai Ali menjelaskan hadits ini menurut para ulama seperti Imam At-Tirmidzi dan yang lainnya merupakan hadits yang shahih. Dalam hadits ini, Nabi Muhammad SAW tidak menyebut kata hajat. Kendati demikian, para ulama menggunakan hadits ini sebagai dalil adanya sholat hajat.
Imam Ahmad bin Hambal dan Imam At-Thabarani meriwayatkan hadits dari sahabat Abu Darda, “Sami’tu Rasulullahi SAW yaqul; ‘Man tawadha-a fa-asbagha al-wudhu-a tsumma shalla rak’ataini bitamaamihima a’thaahullahu maa sa-ala muajjalan aw muakhiran,”. Yang artinya, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa saja yang berwudhu dengan sempurna, lalu sholat dua rakaat dengan sempurna, maka Allah memberikan apa yang dia pinta, cepat atau lambat,”.
Hadits ini menurut para ulama kadarnya juga shahih. Menurut Kiai Ali, hadits ini juga kerap digunakan sebagai rujukan dalil sholat hajat meski Rasulullah SAW sendiri tidak menyebut kata-kata hajat sama sekali. Maka dengan adanya dalil-dalil tersebut, sholat tahiyyatul masjid, sholat tarawih, dan sholat hajat bukanlah sholat sunnah yang bid’ah.