Prediksi Bank Dunia, RI Capai 60 Persen Vaksinasi di 2022

Bank Dunia minta kebijakan vaksinasi bisa atasi keraguan dan keterbatasan distribusi.

ANTARA/Makna Zaezar
Petugas medis menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada siswa saat giat vaksinasi massal di SMP Negeri 3 Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Selasa (28/9/2021). Pemda setempat bersama Badan Intelijen Negara (BIN) menggelar vaksinasi massal dengan target sebanyak 1.500 pelajar di kota itu untuk mendukung serta mempercepat program pemerintah menuju Indonesia sehat bebas COVID-19 dan persiapan Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Novita Intan, Rr Laeny Sulistyawati

Bank Dunia memprediksi Indonesia bisa memvaksinasi lebih dari 60 persen penduduk pada pertengahan tahun depan. Apabila terwujud, Bank Dunia menilai program vaksinasi dapat mendorong pemulihan ekonomi secara cepat.

Dalam laporannya, Bank Dunia memperkirakan bahwa kebanyakan negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik, termasuk Indonesia dan Filipina, dapat memvaksinasi lebih dari 60 persen penduduk mereka pada pertengahan pertama tahun 2022. "Meskipun hal itu tidak menghilangkan terjadinya infeksi, vaksinasi dapat mengurangi angka kematian secara signifikan, sehingga kegiatan ekonomi dapat dilakukan lagi," ujar Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo, saat diskusi virtual update ekonomi Asia Timur dan Pasifik, Selasa (28/9).

Percepatan vaksinasi dan pengujian untuk mengendalikan infeksi Covid-19 dapat membangkitkan kegiatan ekonomi di negara-negara yang sedang berjuang. Menurutnya pemulihan ekonomi harus seiring kebijakan yang bisa mempersempit kesenjangan. "Kemiskinan di Indonesia dan Filipina diperkirakan mencapai dua poin persentase lebih tinggi pada 2023 jika pemulihan tidak disertai dengan kebijakan untuk mengurangi kesenjangan,” ungkapnya.

Aaditya Mattoo menambahkan kawasan tersebut perlu melakukan upaya terhadap empat bidang untuk menghadapi peningkatan virus corona antara lain mengatasi keraguan vaksin dan keterbatasan kapasitas distribusi, meningkatkan pengujian dan penelusuran, peningkatan produksi vaksin regional, dan memperkuat sistem kesehatan lokal. “Kapasitas pemerintah menjalankan strategi secara cerdas menjadi penting. Instrumen 3T bisa mengatasi varian delta yang mudah menular,” ucapnya.

Program vaksinasi merupakan upaya penting untuk memulihkan ekonomi tidak hanya bagi Indonesia melainkan juga negara-negara lain di Kawasan Asia Timur dan Pasifik. “Pencapaian tingkat vaksinasi akan memberikan sinyal bahwa mobilitas siap dimulai kembali, sehingga perekonomian mampu normal dan bangkit,” ucapnya.

Meski demikian, dia mengingatkan upaya vaksinasi saja tidak cukup karena terdapat negara-negara yang memiliki tingkat vaksinasi tinggi namun ekonominya masih buruk. Maka itu, Matto menyarankan agar langkah testing, tracing, dan isolation harus terus dilakukan pemerintah sembari masyarakat tetap melaksanakan disiplin protokol kesehatan.

“Pertumbuhan ekonomi juga akan dicapai melalui upaya lain yaitu kebijakan ekonomi makro yang suportif, langkah reformasi. Serta adanya undang-undang baru. UU baru jadi beberapa alasan kita cukup optimistik,” katanya.

Sementara itu, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Manuela Ferro menambahkan perlambatan aktivitas ekonomi mulai terjadi pada kuartal II 2021. Meskipun China diproyeksikan tumbuh 8,5 persen, negara-negara lain di kawasan Asia Timur dan Pasifik diprediksi tumbuh 2,5 persen.

"Walaupun pada 2020 kawasan EAP (East Asia and Pacific) berhasil mengendalikan Covid-19 ketika kawasan-kawasan lainnya di dunia sedang berjuang, peningkatan angka Covid-19 pada 2021 telah mengurangi prospek pertumbuhan 2021,” ucapnya. Lonjakan Covid-19, kata dia, kemungkinan akan menghambat pertumbuhan dan menambah kesenjangan selama jangka panjang.

Selain itu, kegagalan perusahaan-perusahaan yang harusnya berkinerja baik menyebabkan hilangnya aset tak berwujud. Sedangkan perusahaan yang masih bertahan menunda investasi yang produktif. Hal ini berdampak pada perusahaan yang lebih kecil lagi ukurannya.

“Untuk bisa membangkitkan ekonomi, maka perlu ada kepastian kesehatan yang bisa diupayakan melalui vaksinasi,” ucapnya.

Bank Dunia memprediksi pemulihan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik telah dirusak oleh penyebaran varian Delta. Manuela Ferro mengatakan aktivitas ekonomi mulai melambat pada kuartal II 2021 dan perkiraan pertumbuhan telah diturunkan sebagian besar negara di kawasan ini.

“Pemulihan ekonomi negara-negara berkembang Asia Timur dan Pasifik menghadapi pembalikan nasib. Padahal pada 2020 wilayah ini menahan Covid-19 sedangkan wilayah lain di dunia berjuang, peningkatan kasus Covid-19 pada 2021 telah menurunkan prospek pertumbuhan pada 2021,” ujarnya.

Menurutnya sebagian besar negara di kawasan ini, termasuk Indonesia dan Filipina, dapat memvaksinasi lebih dari 60 persen populasi mereka pada paruh pertama 2022. Meskipun tidak akan menghilangkan infeksi virus corona, namun akan secara signifikan mengurangi angka kematian, memungkinkan dimulainya kembali aktivitas perekonomian.

“Vaksinasi dan pengujian yang dipercepat untuk mengendalikan infeksi Covid-19 dapat menghidupkan kembali kegiatan ekonomi di negara-negara yang sedang berjuang pada paruh pertama 2022, dan menggandakan tingkat pertumbuhan mereka tahun depan,” ucapnya.

Baca Juga




Ketika Bank Duia mengisyaratkan pentingnya vaksinasi agar mobilitas bisa dimulai kembali, ahli biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Iwan Ariawan meminta pemerintah waspada dengan pelonggaran mobilitas. Alasannya, pelonggaran mobilitas bisa meningkatkan kasus Covid-19, hingga munculnya varian baru virus.

Iwan menjelaskan, Covid-19 menular dari orang ke orang melalui droplet atau aerosol. Sehingga, dia melanjutkan, kalau ada orang berkumpul maka risiko penularan virus jadi tinggi, apalagi tidak memakai masker atau tidak menerapkan protokol kesehatan. Bahkan, ia mencatat berdasarkan pengalaman pandemi yang berjalan setahun lebih terakhir selalu kalau ada peningkatan mobilitas kemudian dalam dua pekan atau sebulan berikutnya maka kasusnya juga kembali bertambah.

"Itu selalu terjadi sehingga kalau mobilitas ditekan maka kasus turun, ini sama seperti saat dulu pembatasan sosial berskala besar (PSBB),

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat, kemudian PPKM level 1 sampai 4. Namun, mobilitas kan tidak bisa terus-menerus ditekan, harus dilonggarkan perlahan-lahan supaya kegiatan sosial, ekonomi bisa berlangsung namun pelonggarannya harus hati-hati," ujar Iwan saat berbicara di konferensi virtual BNPB  bertema Waspada Gelombang Ketiga: Bijak Bepergian Cegah Penularan, Selasa (28/9).

Artinya, dia melanjutkan, mobilitas bisa dilonggarkan seiring dengan kasus Covid-19 yang semakin turun namun itu harus dilakukan dengan hati-hati. Tujuannya tentu supaya tidak terjadi lagi kenaikan kasus Covid-19.

Artinya, dia melanjutkan, harus ada prosedur yang perlu dibahas dan dilakukan untuk mengatur pergerakan dan aktivitas. Sebab, ia khawatir meningkatnya mobilitas juga bisa meningkatkan mutasi virus. Ia membenarkan mutasi virus bisa masuk dari luar negeri tetapi yang tak kalah penting adalah varian baru Covid-19 bisa muncul di dalam negeri.

"Karena kalau banyak terjadi penularan, maka virus banyak bereplikasi dan berkembang biak. Kalau banyak berkembang biak maka bisa terjadi mutasi," katanya.

Ia menjelaskan, semakin banyak virus bermutasi atau berkembang biak dan kalau timbul mutan yang lebih menular atau penyakit yang lebih parah maka tidak menutup kemungkinan vaksin jadi kurang mempan atasi varian baru virus. Sementara itu, aktivitas antar negara atau jika perjalanan domestik jika tidak dijaga dapat memicu perburukan kasus, termasuk penularan virus termasuk mutasi.
"Itu yang ditakutkan," katanya.

Sebenarnya, ia mengakui mobilitas antarnegara kini jauh lebih baik karena pemerintah sudah menyadari risiko masuknya varian baru yang mungkin lebih menular. Sehingga, saat ini ditetapkan aturan pintu gerbang kedatangan internasional yang telah dibuka telah dibatasi dan diawasi.

Semua pendatang dari mancanegara harus diperiksa tes  polymerase chain reaction (PCR). Artinya, dia melanjutkan, pemerintah tidak langsung mempercayai hasil tes PCR negatif yang sudah dibawa oleh pelancong dari negara asalnya. Mereka harus menjalani pemeriksaan lagi dan menjalani karantina selama delapan hari. Setelah hasil tes PCR negatif baru boleh keluar dari karantina.

"Tetapi yg perlu dijaga adalah Indonesia yang luas, jadi banyak pintu masuk yang tidak resmi atau jalur tikus misalnya di perbatasan Kalimantan dengan Malaysia atau di Papua yang berbatasan dengan Papua Nugini atau banyak pelabuhan kecil," ujarnya.

Selain pekerjaan rumah menjaga perbatasan dan pintu masuk Indonesia dari varian varu virus, ia juga berpesan pemerintah antisipasi mutasi virus di dalam negeri. Caranya dengan jaga dengan vaksinasi Covid-19, jadi cakupannya harus tinggi karena akan membantu mengurangi transmisi.

Kemudian cegah orang yang sudah terinfeksi Covid-19 dan diisolasi untuk masuk tempat umum karena mereka jadi sumber penularan ke banyak orang. Oleh karena itu, ia mengapresiasi pemerintah yang sudah menggunakan platform aplikasi Peduli Lindungi. Menurutnya meski masih ada kekurangan, aplikasi ini jadi awal yang baik untuk skrining orang yang datang ke tempat umum.

Sudah divaksinasi, orang masih bisa kena Covid-19. - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler