China Terbitkan Kode Etik Kecerdasan Artifisial
China ingin memastikan bahwa AI tetap harus berada di bawah kendali manusia.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Penggunaan teknologi kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI) perlu diatur dengan regulasi. Salah satu negara yang telah menghadirkan regulasi berupa pedoman etika atau kode etik bagi AI adalah China.
Dikutip dari South China Morning Post pada Senin (4/10), pedoman etika itu dihadirkan dengan menekankan hak pengguna dan kontrol data. Dengan begitu, AI dapat digunakan dengan lebih bertanggung jawab dan tetap memperhatikan sejumlah hak asasi.
Pedoman itu diterbitkan oleh Ministry of Science and Technology (MOST) China. Lewat pedoman dengan judul New Generation Artificial Intelligence Ethics Specifications itu, MOST sekaligus ingin memastikan bahwa AI tetap harus berada di bawah kendali manusia.
Secara tegas, pedoman itu menyebut bahwa manusia harus memiliki kekuatan penuh untuk mengambil keputusan dan memiliki hak untuk memilih apakah akan menerima layanan AI, keluar dari interaksi dengan sistem AI atau menghentikan operasinya kapan saja.
Analis Mercator Institute for China Studies (Merics), Rebecca Arcesati mengatakan, setelah China sempat menghadirkan high-level principles, ini adalah spesifikasi pertama dari pemerintah China tentang etika AI.
"China pada akhirnya memilih model yang berat, di mana negara berpikir sangat serius tentang transformasi sosial jangka panjang yang akan dibawa oleh AI. Baik itu terkait keterasingan sosial hingga risiko eksistensial. Ini sekaligus menunjukan bahwa China mencoba untuk secara aktif mengelola dan memandu transformasi tersebut, pemikiran mereka sangat berwawasan ke depan," kata Rebecca Arcesati.
Pedoman itu memberikan sorotan terhadap enam prinsip dasar seperti soal pengendalian dan kredibilitas, kesejahteraan, keadilan, privasi dan literasi etika. Pedoman tersebut juga melarang produk dan layanan AI terlibat dalam aktivitas ilegal dan sangat membahayakan keamanan nasional, keamanan publik atau keamanan manufaktur.
Sebelumnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga sempat memberikan sorotan soal minimnya regulasi yang membatasi penggunaan AI. Diktutip dari Aljazirah pada Senin (26/9), PBB menilai, jika penerapan AI tak dibekali dengan regulasi yang memadai maka teknologi ini bisa bertentangan dengan hak asasi manusia.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet mengatakan, regulasi untuk AI perlu disiapkan dengan matang sehingga penyalahgunaan teknologi ini bisa diminimalkan.
"Kami tak bisa membiarkan penerapan AI yang digunakan dengan pengawasan minim atau bahkan tanpa pengawasan sama sekali. Hal ini memiliki konsekuensi dengan hak asasi manusia," kata Michelle Bachelet.