Runtuhnya Rezim Umayyah dan Cacian untuk Ali Bin Abi Thalib

Dinasti Umayyah adalah negara yang sangat fanatis dengan Arab.

NET
Dinasti Umayyah adalah negara yang sangat fanatis dengan Arab dan banyak memaki keluaga Ali bin Abi Thalib
Rep: Hasanul Rizqa Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, — Selama lebih dari delapan dekade, Bani Umayyah memimpin umat. Dalam kurun waktu tersebut, wilayah kekuasaannya terus meluas.

Baca Juga


Bahkan, pada awal abad kedelapan sebagian besar Semenanjung Iberia di Eropa sudah ditaklukkannya. Akan tetapi, krisis politik kerap terjadi. Di antara pe nyebabnya ialah kecenderungan rajarajanya un tuk menyimpan bara dalam sekam.

Sebagai gambaran, Dinasti Umayyah dalam sejarahnya me miliki 14 khalifah. Khususnya pada periode awal berdirinya kerajaan ini, hawa kebencian terhadap kubu Ali masih terasa kuat.

Barulah pada era Khalifah Umar bin Abdul Aziz, pihak penguasa berupaya meminimalkan atau bahkan menghapus sentimen dari masa silam itu. Raja kedelapan Wangsa Umayyah tersebut pernah ditanya, Bagaimana pendapat Anda tentang Perang Shiffin dan Karbala?

Itu semua adalah pertumpahan darah yang darinya Allah selamatkan diriku. Sungguh, aku benci untuk mengotori lisanku dengan mengo mentarinya, jawab sang khalifah.

Para pendahulu Umar bin Abdul Aziz, karena merasa dendam terhadap Ali, mewajibkan para khatib untuk menutup khutbah dengan doa-doa keburukan bagi sepupu Rasulullah SAW itu. Berbeda dengan mereka semua, ia tidak hanya mencabut kewajiban itu, tetapi juga menggantinya dengan yang lebih baik.

Umar meminta para khatib untuk menutup khutbah dengan membacakan sebagian dari firman Allah Ta'ala, yakni Alquran surah an-Nahl ayat 90:

Innallaaha ya`muru bil 'adli wal ihsaani wa iitaa `idzil qurbaa wa yanhaa 'anil fahsyaa `iwal munkari walbagh-i' ya'izhukum la'allakum tadzakkkaruun.

(Sesungguhnya Allah menyuruh berbuat adil dan berbuat kebajikan [ihsan], memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.) Tradisi yang dimulainya terus bertahan bahkan hingga saat ini di banyak negeri Muslim, termasuk Indonesia.

Sesudah wafatnya Umar bin Abdul Aziz pada 720 M, Dinasti Umayyah memunculkan lagi watak otoriter. Kaum bangsawannya juga kembali memamerkan gaya hidup flamboyan dengan hak-hak istimewanya. Semua itu menyemai bibit-bibit perlawanan di kemudian hari.

Baca juga : Gerhana tak Terkait Kematian dan Kelahiran

 

Di antara para penentangnya ialah sebagian kaum mawali (non-Arab). Mereka membenci watak pemerintahan Bani Umayyah yang fanatik kearaban. Sebagian besar khalifah Umayyah memiliki kebanggaan yang berlebihan terhadap identitas bangsanya. Kalangan mawali pun dianggapnya rendah, apalagi yang tergabung dalam kubu pemberontak.

Masalah tidak hanya muncul dari daerahdaerah. Di lingkungan istana pun, benih-benih perpecahan kian melebar. Penyebabnya ialah pengangakatan lebih dari satu putra mahkota. Untuk diketahui, sebagian besar khalifah Umayyah mengangkat lebih dari seorang penerus takhta.

Biasanya seorang putra tertua diwasiatkan terlebih dahulu untuk kelak menduduki singgasana raja. Setelah itu, wasiat dilanjutkan kepada putra kedua, putra ketiga, dan seterusnya, atau salah seorang kerabat khalifah, seperti paman atau saudaranya. Perselisihan timbul karena putra mahkota yang lebih dahulu menjadi raja cenderung mengangkat putranya sendiri, alih-alih adik-adik kandungnya atau karib kerabat.

Menurut Benson Bobrick dalam The Caliph Splendor: Islam and the West in the Golden Age of Baghdad, raja dan para bangsawan Umayyah memiliki ketergantungan pada kekuatan militer. Hal itu khususnya terjadi pada masa sesudah pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Lebih lanjut, ketidakcakapan Damaskus dalam mengelola Persia menjadi sumber dari problem besar di ujung zaman dinasti tersebut.

Pada akhirnya, dua hal meruntuhkan kekuasaan Umayyah. Pertama, pembusukan sistem kesu kuan Arab tempat bergantungnya kekuatan militer mereka. Kedua, ketidakpuasan terhadap pemerintah yang muncul dari kesalahannya mengelola Persia, kata Bobrick.    

Baca juga : Yogyakarta Antisipasi Kedatangan Wisatawan Saat Nataru

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler