Covid-19, Islam dan Pesantren

Bagaimana pesantren atau lembaga keagamaan Islam menyikapi Covid-19?

Pesantren, Islam, dan Covid-19
Rep: Intan Zakiyyah Red: Retizen

Saat ini hampir seluruh dunia dilanda dengan pandemi yaitu Corona Virus Disease-19 atau yang lebih dikenal dengan nama Covid-19. Covid-19 muncul di Wuhan (China) pada akhir Desember 2019 yang awalnya tidak terkait dengan isu-isu politik. Ketika Covid-19 mulai menyebar ke berbagai negara muncul berbagai isu yang mengaitkan dengan politik bahkan agama. Beberapa negara menerapkan kebijakan lockdown dan ada juga yang menerapkan social distancing seperti yang dilakukan oleh negara kita. Wabah dalam sejarah Islam telah ada sejak zaman dahulu, yang dinamai dengan Tha’un. Rasulullah mengajarkan agar kita menghindari wabah, walaupun meninggalnya seorang mukmin yang disebabkan oleh wabah seakan-akan seperti pahala sya’hid.


Di sinilah terjadi pandangan yang berbeda-beda mengenai Covid-19. Ada segelintir umat Muslim yang berpendapat bahwa Covid-19 merupakan tentara Allah yang dikhususkan untuk orang yang tidak beriman, yang nyatanya pernyataan tersebut kurang tepat. World Health Organization (WHO) menetapkan Covid-19 sebagai pandemi. Pandemi adalah sebuah epidemi yang telah menyebar ke beberapa negara atau benua dan umumnya menjangkiti banyak orang.

Karena Covid-19 bukan hanya menyebar ke negara non Muslim, namun juga negara mayoritas Muslim seperti di Indonesia, dan negeri Muslim seperti Iran, Mesir, Qatar, Lebanon, Irak, Sudan, Nigeria dan negara lainnya juga seperti Arab Saudi yang memang merupakan negara ritual/ ibadah haji dan banyak situs-situs Islam. Begitu juga tokoh-tokoh Islam dalam menyikapi Covid-19 inipun beragam, mulai dari yang sangat berhati-hati dengan menempatkannya secara rasional dan proporsional, dan adapula yang bersikap sebaliknya.

Lalu bagaimana pesantren atau lembaga keagamaan Islam menyikapi Covid-19. Bangsa Indonesia adalah negara yang bukan Muslim, tetapi memiliki masyarakat Muslim mayoritas. Terlebih banyak pesantren di Indonesia yang hidupnya sudah berabad-abad seperti di Lirboyo, Kediri dan lainnya. Pesantren dalam menyikapi Covid-19 sudah sangat berhati-hati dan mencoba mengutamakan keselamatan jiwa sebagaimana Alquran, Hadis dan ushul fiqh yang menganjurkan untuk meninggalkan kemudhorotan dan kebinasaan. Umumnya, masyarakat yang sudah mendalami ilmu secara kompleks akan sangat hati-hati dalam rangka kewaspadaan pandemi yang terjadi. Akan tetapi masih banyak sebagian masyarakat yang menyakini bahwa Covid-19 ini tidak perlu dikhawatirkan, yang akhirnya menimbulkan perilaku yang sembrono dan mengancam masyarakat banyak.

Di pesantren sendiri mengambil tindakan preventif yang ketat, karena belajar dari sejarah Islam tentang Tha’un. Banyak pesantren di Jakarta (Darun Najah, Al-Itqon, Khairul Ummah, Roudhotul Aitam, Al-Muhajirin, Al-Wathoniyah, Baitul Qur’an dll) yang memang sudah berada pada Zona Merah khususnya DKI Jakarta, mengambil inisiatif memulangkan santri dengan persyaratan yang ketat (tidak menggunakan kendaraan umum, benar-benar diawasi wali santri dan tindakan preventif lainnya).

Dipulangkan santrinya bukan berarti pesantren membiarkan begitu saja, tetapi pemulangan santri ini juga disertai dengan intruksi pemahaman Covid-19 kepada santri dengan preventif yang ketat, juga disertai monitor pembelajaran berbasis online dan monitor kegiatan ibadah dalam bentuk non tatap muka. Ada juga sebagian pesantren yang me-lockdown santri-santrinya seperti Darur Rohman karena beranggapan bahwa pesantrenlah tempat yang paling aman dari orang asing (luar) untuk masuk menyebarkan Covid-19, tetapi tindakan tersebut tidak kuat lama karena sandang dan pangan santri yang terbatas dimasa sulit Covid-19. Tindakan preventif ini membuktikan bahwa pesantren yang notabennya tafaqquh fii ad-diin tidak mengambil sikap sembrono dalam menghadapi Covid-19.

Covid-19 ini muncul di Indonesia diumumkan pada tanggal 02 Maret 2020 lalu, dan sekarang kasusnya makin menyebar, yang penyebabnya berbagai faktor. Sampai permasalahan Covid-19 ini bukan hanya dalam persoalan kesehatan semata, tetapi masuk kedalam ranah tindakan beragama, ekonomi, politik, sosial, pendidikan dan ranah lainnya. Dalam ranah beragama MUI melarang perkumpulan keagamaan sementara untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19. Bahkan dalam pendidikan Islam di Kementrian Agama membuat keputusan kampus-kampus atau madrasah di bawah naungan Kemenag untuk di alihkan menjadi pembelajaran online atau non tatap muka.

Akan tetapi ada juga sebagian pesantren besar misalnya di Gontor sampai saat ini masih me-lockdown santri-santrinya, dengan beberapa syarat preventif Covid-19. Banyak kelebihan yang membuat pondok pesantren Gontor masih me-lockdown santrinya, di antaranya lingkungan yang kondusif jauh dari pemukiman warga, sandang dan pangan yang memadai, guru dan santri sama-sama berada di wilayah pesantren dan lain sebagainya.

Ada beberapa preventif yang dilakukan pesantren tersebut, di antaranya melarang kunjungan wali santri dan tamu sampai batas waktu yang tidak ditentukan, jika terpaksa menerima tamu diharuskan untuk pengecekan suhu tubuh dan sterilisasi serta melakukan penjagaan selama 24 jam di pintu masuk pondok. Tindakan preventif pesantren-pesantren di Indonesia seharusnya juga diikuti oleh masyarakat pada umumnya, agar tidak sembrono dalam menghadapi Covid-19. Pesantren di Indonesia pada umumnya sangat mentaati intruksi ulama (MUI) maupun umaro’ (Pemerintah).

Setelah beberapa lama pandemi melanda, dan ikhtiyar salah satunya dengan vaksin dan menjaga prokes yang ketat, pesantren mulai percaya diri dan mampu mengadaptasi dengan kehidupan new normal di pesantren. Banyak beberapa peraturan dan tata tertib yang diperbaharui oleh pesantren misalnya dengan menambahkan aturan memakai masker setiap kegiatan, minum dan makan menggunakan gelas dan piring masing-masing dan tidak membebani santri sampai larut malam, tidak memperbolehkan bertemu saat penjengukan dan aturan-aturan lainnya yang disesuaikan dengan masa pandemi ini.

Kesimpulan yang penulis ambil adalah sebaiknya kita tidak panik dan tetap tenang menghadapi pandemi ini, tetapi juga jangan bersikap sembrono. Kita harus mampu menempatkannya secara rasional dan proporsional serta memilih tindakan yang terbaik. Ikhtiar dan tindakan preventif sangat penting dalam pandemi ini. Umat Islam sebaiknya mengikuti sunnah-sunnah yang sudah diajarkan oleh Nabi Muhammad untuk senantiasa mendawamkan wudhu, menjaga kebersihan zhohir dan bathin, senantiasa berdoa kepada Allah memohon perlindungan, saling tolong menolong, bersatu serta mengikuti intruksi badan kesehatan, pemerintah dan ulama.

sumber : https://retizen.id/posts/15275/covid-19-islam-dan-pesantren
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke retizen@rol.republika.co.id.
Berita Terpopuler