Ini Alasan RI tak Ikut Pernyataan Kecam China atas Uighur

Pemerintah China menghadapi tekanan internasional karena perlakuannya terhadap Uighur

Republika TV/Havid Al Vizki
Juru bicara Kemenlu RI Teuku Faizasyah menjelaskan alasan Indonesia tak ikut pernyataan bersama mengecam perlakuan China terhadap Uighur. Ilustrasi.
Rep: Fergi Nadira Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI menjelaskan tidak masuknya Indonesia dalam negara-negara yang mengecam China terkait isu Uighur di Xinjiang. Sebanyak 43 negara termasuk Amerika Serikat (AS) mengeluarkan pernyataan bersama tentang keprihatinan terkait isu Xinjiang.

Juru bicara Kemenlu RI Teuku Faizasyah menjelaskan pernyataan bersama yang dikeluarkan tersebut ada dua. Pernyataan disampaikan sekelompok negara mengenai Hak Asasi Manusia di Xinjiang. "Indonesia tidak ikut serta dalam salah satu pernyataan bersama tersebut," ujar Faizasyah kepada Republika, Senin (25/10).

Faizasyah menjelaskan pernyataan bersama yang pertama tersampaikan pada kesempatan Sidang Komite III Majelis Umum PBB ke-76 di New York pada 21 Oktober lalu. Pernyataan bersama tersebut disampaikan Wakil Tetap Prancis mewakili 43 negara dan mayoritas negara Eropa dan Amerika Utara. "Isinya menyampaikan keprihatinan atas isu Xinjiang," tutur Faizasyah.
 
Sementara, pernyataan bersama kedua disampaikan Kuba mewakili 62 negara termasuk di antaranya Kuwait, Arab Saudi, Rusia, Maladewa, Maroko, Ghana, dan Pakistan. "Isinya mendukung China dalam isu Xinjiang tersebut," lanjut dia.

Meskipun tidak ikut serta dalam salah satu pernyataan bersama tersebut, Faizasyah mengatakan Indonesia tetap menyuarakan isu HAM sejalan dengan mekanisme HAM PBB. Indonesia, ujar dia, tetap menyuarakan berbagai pandangan terhadap suatu isu HAM agar bisa tetap tersampaikan.

"Sejalan dengan mekanisme HAM PBB, maka Indonesia menyuarakan agar berbagai pandangan terhadap suatu isu HAM disampaikan melalui mekanisme seperti Universal Periodic Review (UPR) atau pelaporan instrumen HAM," ujarnya.

Faizasyah mengatakan Indonesia juga menggunakan mekanisme bilateral yang ada untuk membicarakan berbagai isu yang menjadi kepedulian bersama. "Ini termasuk isu-isu kelompok minoritas," tandasnya.

Pemerintah China telah menghadapi tekanan internasional karena dituding menahan lebih dari satu juta Muslim Uighur di kamp-kamp konsentrasi di Xinjiang. Tak hanya menahan, Beijing disebut melakukan indoktrinasi terhadap mereka agar mengultuskan Presiden China Xi Jinping dan Partai Komunis China. Pemerintah China membantah tuduhan tersebut.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler