PM Denmark Diselidiki Atas Pemusnahan Cerpelai
Pemerintah Denmark memerintahkan untuk memuskahkan 17 juta cerpelai tahun lalu.
REPUBLIKA.CO.ID, COPENHAGEN — Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen menghadapi penyelidikan atas dugaan pemusnahan cerpelai yang melanggar hukum di negara itu. Insiden itu terjadi pada tahun lalu.
Dałam sebuah pernyataan pada Rabu (3/11), ia mengatakan bahwa pemerintah tidak memiliki wewenang untuk memerintahkan tindakan tersebut. Sebelumnya, pemusnahan cerpelai dilakukan sebagai tanggapan atas meningkatnya penyebaran virus corona dari cerpelai ke manusia. Cerpelai diduga menjadi salah satu media penularan strain baru dari virus yang bermutasi.
Pemerintah Denmark kemudian memerintahkan hingga 17 juta cerpelai di negara itu dibunuh. Namun, Frederiksen kemudian mengaku tidak memiliki wewenang hukum dałam memusnahkan hewan dałam keadaan sehat, sebaliknya hanya yang terinfeksi virus corona.
Parlemen Denmark meluncurkan penyelidikan pada Desember tahun lalu apakah ada sejumlah menteri yang mengetahui keputusan tersebut. Termasuk dengan Frederiksen yang diduga memahami, tetapi mengabaikan dasar hukum yang salah dan tetap mengeluarkan perintah tersebut.
"Motif apa yang seharusnya dimiliki pemerintah untuk tidak mengungkapkan kurangnya dasar hukum? Biarkan saya jelaskan bahwa saya tidak tahu," ujar Frederiksen dalam sebuah pernyataan yang menyatakan pembelaannya pada Rabu (3/11).
Sebelum pemusnahan hewan tersebut dilakukan, Denmark menjadi produsen kulit cerpelai berkualitas tinggi terbesar di dunia. Kulit ini diminati bagi industri fesyen karena jenis yang lembut seperti sutra.
Namun, dengan pemusnahan yang dilakukan, industri kulit cerpelai di Denmark mengalami penurunan besar-besaran. Anggota parlemen oposisi menuduh bahwa Frederiksen dengan sengaja menentang penyelidikan.
Hal itu karena saat penyelidik ingin meninjau pesan teks yang dikirim oleh Frederiksen dan pejabat di kantornya, ia mengatakan bahwa pesan tersebut telah dihapus karena petugas mengatur ponsel mereka untuk menghapus teks setelah 30 hari. Kementerian Kehakiman Denmark saat ini tengah bekerja sama dengan polisi untuk mengembalikan pesan tersebut.
"Apakah pesan-pesan teks itu akan menunjukkan sesuatu yang baru tentang pengetahuan saya tentang kurangnya dasar hukum? Tidak, mereka tidak akan melakukannya," jelas Frederiksen.
Baca juga : Abdullah Hammoud Jadi Wali Kota Muslim Pertama Deaborn AS