Didukung Tiga Parpol Besar, Mungkinkan PT Dinaikkan

PDIP, Golkar dan Gerindra mengirimkan sinyal siap jika PT Dinaikkan jadi lima persen.

Republika/Musiron
Pemilu 2014 (ilustrasi)
Rep: Nawir Arsyad Akbar, Rr Laeny Sulistyawati Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana untuk menaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold dari empat persen menjadi lima persen kembali mengemuka. Meski Pemerintah dan DPR sudah memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) tak direvisi dalam waktu dekat, namun wacana 'musiman' yang muncul setiap jelang pelaksanaan pemilu itu didukung oleh partai politik (parpol) penghuni tiga besar dalam Pemilu 2019.

Baca Juga


Sekretaris Jenderal (Sekjen PDIP), Hasto Kristiyanto, mengatakan partainya mendukung jika ambang batas parlemen dinaikkan menjadi lima persen pada Pemilu 2024. Hasto mengatakan, alasannya bahwa penyederhanaan sistem multi partai harus dilakukan demi perbaikan sistem politik di Indonesia. 

"Jumlah partai di DPR RI harus dibatasi, yang eligible ikut Pemilu itu juga bisa dibatasi melalui suatu proses yang betul-betul selektif, tetapi yang bisa menempatkan perwakilannya di DPR itu juga terus menerus ditingkatkan," ujar Hasto dalam diskusi yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, awal November lalu.

Sistem pemerintahan presidensial, kata Hasto, memerlukan dukungan multi partai sederhana. Multi partai sederhana itulah yang dinilai dapat membantu proses efektivitas dari pemerintahan.

Untuk itu, ia menyampaikan ambang batas parlemen yang ideal untuk setiap tingkatan. Pertama, ambang batas parlemen untuk DPR RI sebesar 5 persen, ambang batas DPRD provinsi 4 persen, dan ambang batas untuk DPRD kabupaten/kota 3 persen.

"Kami usulkan ini juga diterapkan di tingkat DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota secara berjenjang, sehingga konsolidasi itu terjadi secara menyeluruh. Nanti akan kelihatan mana partai yang di dalam tradisi Pemilu dengan dipilih oleh rakyat," ujar Hasto.

Sependapat dengan Hasto dalam forum yang sama, Wakil Ketua Umum Partai Golkar yang juga Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung juga mendorong agar ambang batas parlemen ditingkatkan menjadi 5 persen.  Tujuannya, agar para anggota DPR benar-benar menjadi representasi dari masyarakat di daerah pemilihannya.

Ia pun mengusulkan sistem 5, 4, dan 3 dalam sistem Pemilu setelah 2024. Di mana ambang batas parlemen sebesar 5 persen untuk DPR RI, 4 persen untuk DPRD tingkat provinsi, dan 3 persen untuk DPRD tingkat kabupaten/kota.

Dengan sistem seperti itu, pilihan masyarakat akan lebih kecil untuk bisa menilai tokoh atau partai yang akan dipilih menjadi wakil mereka di parlemen. Namun akan menimbulkan konsekuensi, yakni bertambahnya jumlah daerah pemilihan.

"Saya melihat bahwa makin sempit jumlah kursi per dapil, sebetulnya makin mendekatkan representativeness di masyarakat kita," ujar Doli.

Ditanya ihwal usulan kedua partai tersebut, Ketua Harian Partai Gerindra mengaku tak masalah jika ambang batas parlemen dinaikkan menjadi 5 persen. Partai berlambang kepala garuda itu siap dengan hal tersebut.

"Kalau kami ikut saja, kalau misalnya nanti ya turun kita turun, yang ada sekarang pun tidak ada masalah," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (4/11).

Namun, ia menjelaskan bahwa pemerintah dan DPR sepakat untuk tak melakukan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sehingga ia menilai, usulan tersebut merupakan dinamika politik semata.

"Kita masih belum bicara secara institusi melalui jalur yang tepat, mekanisme yang ada kalau memang ada aspirasi untuk menaikkan atau menurunkan presidential threshold," ujar Dasco.

 

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Fraksi Partai Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim menghargai usulan tersebut. Menurutnya, PT menjadi 5 persen dari ketiga partai tersebut memiliki dasar dan rasionalisasi.

Namun, PKB disebutnya belum akan bersikap dengan usulan ambang batas parlemen menjadi 5 persen. Sebab, pemerintah dan DPR telah sepakat untuk tidak merevisi UU Pemilu dan fokus pada kontestasi di 2024. "Pandangan PKB mengenai parliamentary threshold, kelak jika terdapat momentum pembahasan di DPR," ujar Luqman lewat pesan singkat.

Berbeda dengan sikap tiga parpol diatas, Partai Demokrat dengan tegas menyatakan menolak jika ambang batas parlemen dinaikkan menjadi lim persen. "Bagi Partai Demokrat, ambang batas parlemen saat ini yaitu 4 persen sudah cukup tinggi. Parliamentary threshold 4 persen saat ini saja sudah berapa banyak suara rakyat yang kemudian hilang dan tidak diperhitungkan," kata Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (2/11).

Partai Demokrat mencatat saat pemilu 2019 lalu ternyata belasan juta suara hilang. Pihaknya mewanti-wanti janganlah bertambah lagi suara rakyat yang raib saat pesta demokrasi 2024 mendatang. Sehingga, Partai Demokrat menilai ambang batas parlemen saat ini sudah terlalu tinggi untuk seleksi parpol yang bisa masuk senayan. Oleh karena itu, Partai Demokrat meminta tidak perlu ada peningkatan ambang batas parlemen. 

"Kami tak setuju ambang batas parlemen dinaikkan," tegasnya.

 

Terkait efisiensi dan efektivitas parpol jika ambang batas parlemen naik, ia menilai persoalannya bukan hanya menyederhanakan parpol saja. Ia mengingatkan bahwa Indonesia punya keanekaragaman, multikultural, hingga kekuatan politik yang sangat beragam. Bahkan, dia melanjutkan, keterwakilan saat ini sudah sangat cukup. 

Oleh karena itu, dia melanjutkan, ada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang mewakili daerah di parlemen. Namun, jika wacana menaikkan ambang batas parlemen masih kuat, pihaknya menduga bisa jadi ada agenda kelompok tertentu saja yang akan diuntungkan. 

Sementara pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego, mengatakan jika tujuannya untuk mengurangi jumlah parpol, maka parliamentary threshold harus dinaikkan.

Sebab, ia menyoroti parliamentary threshold yang diterapkan saat ini membuat parpol yang mendapatkan suara 25 kursi saja bisa berada di Senayan dan menjadi wakil rakyat. Artinya, ia menambahkan, efek positif kalau parliamentary threshold dinaikkan adalah calon yang nantinya duduk di parlemen tidak asal mendapatkan suara saja. Selain itu parpol harus mendapatkan suara yang cukup besar mewakili pemilih. 

"Prinsipnya ambang batas parlemen itu harus dinaikkan karena untuk mengurangi jumlah partai. Selain itu untuk mempersulit partai duduk di Senayan," katanya, kepada Republika.co.id, Selasa (2/11).

Sebagai pengamat politik, dirinya mengaku telah mengusulkan parliamentary threshold jadi 5 persen. Menurutnya meski parliamentary threshold sudah bertambah, yang semula 3,5 persen menjadi 4 persen namun itu dinilai masih kurang. Terkait parliamentary threshold ideal, ia meminta pejabat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) studi banding ke negara-negara lain.  Karena faktanya banyak negara yang telah menetapkan parliamentary threshold 7 hingga 10 persen.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler