Israel Kenali Ribuan Wajah Warga Palestina di Tepi Barat

Pengenalan sistem pengenalan wajah Israel di Tepi Barat dinilai langgar privasi.

EPA/ABED AL HASHLAMOUN
Pihak berwenang Israel, mengevakuasi pemukim dan memindahkan rumah dengan derek karena mereka diduga dibangun secara ilegal di pos terdepan Beit Dror di selatan kota Hebron di Tepi Barat pada 27 Juli 2021.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON --  Israel telah mengerahkan program pengenalan wajah di Tepi Barat yang diduduki selama dua tahun terakhir. Israel menggunakan perangkat seluler untuk mengambil foto wajah orang Palestina, kemudian dicocokkan dengan basis data.

Program pengenalan wajah itu disebut sebagai Blue Wolf. Seorang mantan perwira Israel menyebut program itu sebagai "Facebook untuk Palestina". Aplikasi akan berkedip dan memunculkan warna yang berbeda, untuk menunjukkan apakah seseorang yang telah difoto harus ditahan.

Tahun lalu, Tentara Israel berpartisipasi dalam sebuah kompetisi siapa yang dapat menangkap jumlah foto wajah warga Palestina terbanyak. Mereka mengambil foto anak-anak dan orang tua, dengan jumlah total mencapai ribuan.

Beberapa warga Palestina, terutama wanita yang lebih tua, dilaporkan menolak untuk difoto. Tetapi tentara Israel akan memaksa mereka untuk mematuhinya.

Surat kabar Washington Post melakukan wawancara dengan enam mantan tentara Israel. Mereka berbicara kepada kelompok advokasi Washington Post atau Breaking the Silence dengan syarat anonim.

Program Blue Wolf hanya salah satu bagian dari kampanye pengenalan wajah oleh Israel di Tepi Barat. Sejumlah kamera telah dipasang di kota Hebron,  untuk mengidentifikasi warga Palestina di pos pemeriksaan.

Baca Juga


Sebuah jaringan kamera televisi sirkuit tertutup juga telah dipasang di kota Palestina untuk memantau penduduk secara real-time. Salah satu mantan tentara mengatakan, program pengenalan wajah tersebut merupakan bentuk pelanggaran privasi.

“Saya tidak akan merasa nyaman jika mereka menggunakannya di mal di (kampung halaman saya), anggap saja seperti itu. Orang-orang khawatir tentang sidik jari, tapi ini sudah terjadi beberapa kali," kata tentara yang bertugas di unit intelijen itu.  

Seorang penduduk Hebron dan aktivis, Issa Amro, mengatakan, kegiatan Israel diarahkan untuk membuat warga Palestina tidak merasa nyaman sehingga mereka meninggalkan kota. Hal ini memungkinkan pemukim Israel untuk pindah ke Hebron. “Kamera-kamera itu hanya memiliki satu mata untuk melihat orang-orang Palestina. Mulai dari saat Anda meninggalkan rumah hingga saat Anda tiba di rumah, Anda berada di depan kamera," ujar Amro.

Di Israel, sebuah proposal untuk memperkenalkan teknologi yang digunakan di ruang publik oleh penegak hukum telah menimbulkan reaksi. Seorang pengacara dari Asosiasi Hak Sipil di Israel, Roni Pelli, mengatakan, program pengenalan wajah merupakan pelanggaran berat terhadap hak-hak dasar.

Terlebih, program tersebut dijadikan sebagai ajang kompetisi untuk mengumpulkan foto wajah warga Palestina dari anak-anak hingga lansia.
Pelli mengatakan, militer Israel harus segera menghentikan program itu.

“Sementara negara-negara maju di seluruh dunia memberlakukan pembatasan pada pengenalan wajah, dan pengawasan. Situasi yang digambarkan (di Hebron) merupakan pelanggaran berat terhadap hak-hak dasar, seperti hak atas privasi, karena tentara diberi insentif untuk mengumpulkan sebanyak mungkin foto warga Palestina termasuk pria, wanita, dan anak-anak dalam semacam kompetisi,” ujar Pelli.



Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler