MOI: Awas Kepentingan LGBT di Permendikbud PPKS
LGBT bisa menjadi penumpang gelap regulasi permendikbud PPKS.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Upaya pencegahan dan penanganan kekerasan kejahatan seksual (PPKS) lewat Permendikbudristek 30/2021 disebut bermata ganda. Di satu sisi, aturan menteri tersebut hendak menurunkan tingkat kekerasan seksual di lingkungan kampus. Di sisi lain, aturan tersebut justru mengamini adanya hubungan seksual jika dilakukan dengan persetujuan (sexual consent).
Beleid yang menjadi kontroversial ini pun ditolak oleh mayoritas ormas, termasuk ormas Islam. Alasannya, landasan formil dan muatan materil di dalam regulasi yang digawangi Mendikbud Nadiem Makarim itu tak sesuai dengan landasan filosofis negara dan nilai-nilai agama.
Ketua Majelis Ormas Islam (MOI) KH Nazar Haris menyampaikan, selain dari aspek formil dan muatan materil yang tidak berlandaskan pada ketentuan, masyarakat juga dinilai harus menolak beleid itu. Sebab, kata dia, terdapat ‘penumpang gelap’ yang mengamini regulasi bentukan Kemendikbud tersebut.
“Jika dilihat dari poin-poin yang disebutkan dalam Permendikbudristek Nomor 30 itu, selain nanti ada bentuk legalisasi seks bebas di ranah kampus, ujung-ujungnya merambet kepada legalisasi seksual LGBT. LGBT ini penumpang gelapnya regulasi ini,” kata dia.
Di sisi lain, kata dia, MOI mengkhawatirkan bahwa Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 merupakan titik pijak yang menjadi yurisprudensi yang diajukan dalam RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). “Kita khawatir beleid ini jadi milestone yang diajukan RUU TPKS,” ujar dia.
Dia pun mendorong kepada seluruh ormas keagamaan untuk bersatu padu bersuara untuk menolak regulasi tersebut. Pemerintah dalam hal ini Kemendikbudristek, dinilai harus mendengarkan suara masyarakat dan ormas keagamaan. Jangan sampai regulasi tersebut jadi pemantik kuat masuknya liberalisasi seksual di ranah pendidikan.
“Terlebih jangan sampai, LGBT itu menjadi hal yang dilumrahkan di ranah pendidikan kita. Nadiem Makarim harus bertanggung jawab dalam menyusun setiap kebijakannya,” kata dia.
Menurut dia, perilaku seksual menyimpang tidak dibenarkan di Indonesia. Legalisasi perilaku seksual menyimpang tidak sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia. Baik berdasarkan landasan filosofis kebangsaan, maupun landasan filosofis agama.
Ketua Umum PP Wanita Islam Marfuah Musthofa juga mencurigai munculnya beleid tersebut guna menggolkan RUU TPKS yang saat ini masih berproses di parlemen. Dengan munculnya beleid PPKS dari Kemendikbud ini, hal ini dapat menjadi pemicu penempatan isu RUU TPKS ke arah yang lebih agresif. “Karena memang susah bagi mereka menggolkan RUU TPKS, kini Permendikbudristek ini dikeluarkan. Inilah mereka cari tempat di isu ini,” kata Marfuah.
Baca juga : Islam Politik di Negara Muslim Afrika Utara Runtuh?
Dia menjelaskan bahwa apabila pemerintah tetap menjalankan kebijakan tersebut, maka efek sexual consent yang muncul dalam poin Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 ini dikhawatirkan akan mengarah kepada lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Yang mana komunitas tersebut dinilai telah muncul dan memproklamirkan diri secara terang-terangan dalam menuntut legalitas seksual mereka.
“Ini (perilaku seksual menyimpang) nggak bisa dibenarkan. Maka beleid ini jangan sampai lolos, harus dicabut atau direvisi,” ujar dia.
Efek lainnya yang dapat terlihat, kata dia, adalah tujuan dari pendidikan itu sendiri tidak terwujud dengan baik. Yakni mengembangkan karakter peserta didik dengan basis akhlakul karimah. Di sisi lain dia menilai, Kemendikbud seharusnya memfokuskan diri dalam mengurus sejumlah permasalahan krusial negara yang lebih subtantif.