Derita Migran Perbatasan, Kelaparan Sampai Makan Biji Apel
Para migran terjebak di perbatasan Polandia-Belarusia dalam kondisi lapar dan lelah
REPUBLIKA.CO.ID, BOHONIKI -- Ketua komunitas Muslim lokal di desa Bohoniki, Polandia timur, Maciej Szczęsnowicz menangis ketika melihat para migran di perbatasan untuk pertama kalinya. Szczęsnowicz mengatakan para migran kelaparan dan kelelahan karena terjebak saat mencoba masuk ke Polandia dari Belarus.
Szczęsnowicz melihat orang-orang sangat lelah sehingga mereka tidak kuat untuk berdiri. Selain itu, mereka juga sangat kelaparan. Beberapa dari mereka memetik jamur dari tanah untuk dimakan. Bahkan ketika diberi apel, mereka juga memakan bijinya.
Namun menurut Szczęsnowicz, hal yang paling menyakitkan adalah mendengar suara penderitaan mereka. “Itu suara tangisan dan jeritan anak-anak. Itu hal terburuk," ujar Szczęsnowicz.
Szczęsnowicz tak tahan melihat penderitaan para migran di perbatasan. Dia mulai bekerja mengumpulkan pakaian dan menyiapkan makanan untuk para migran. Peningkatan kehadiran pasukan keamanan di perbatasan membuat Szczęsnowicz juga tergerak untuk membantu memberi makan kepada mereka dan petugas lain yang melindungi negara.
The Associated Press mengunjungi Szczęsnowicz pada Sabtu (13/11) di sebuah restoran. Ketika itu, Szczęsnowicz dan sukarelawan lainnya sedang menyiapkan panci besar berisi sup ayam dan sayuran. Makanan itu akan dibagikan kepada tentara dan penjaga lain di perbatasan. Akan tetapi dia berharap makanan juga bisa didistribusikan kepada para migran.
Zona perbatasan terlarang bagi masyarakat umum karena diberlakukan keadaan darurat sejak awal September. Namun Szczęsnowicz memiliki akses mencapai perbatasan untuk mengirimkan makanan. Akses ini sangat spesial karena tidak dapat dimiliki oleh orang lain.
Ketika mengirimkan makanan, Szczęsnowicz melihat pemandangan penderitaan orang-orang yang berada tepat di seberang pagar kawat berduri di Belarus. Selama berbulan-bulan, ribuan migran telah berupaya untuk menyelinap melalui perbatasan timur Polandia dari Belarus. Mereka berharap bisa mencapai Eropa Barat.
Bagi politisi Polandia dan Uni Eropa, kedatangan para migran yang sebagian besar adalah Muslim dari Timur Tengah dipandang sebagai masalah dan harus dihentikan. Namun sebagian besar orang Polandia menilai para migran tersebut membutuhkan uluran tangan. Mereka mengerahkan berbagai macam cara untuk membantu para migran.
Petugas medis telah dikerahkan ke hutan untuk memberikan bantuan perawatan kepada para migran yang berhasil lolos. Para migran tersebut mengalami sakit atau terluka. Orang-orang di seluruh Polandia telah menyumbangkan uang kepada organisasi untuk mendistribuskan makanan dan bantuan lainnya kepada para migran di hutan perbatasan.
Sebagian besar sukarelawan yang bergerak membantu para migran beragama Katolik Roma. Szczęsnowicz menuturkan identitas Muslimnya hanya persoalan sekunder dalam hal membantu para migran. “Kami seharusnya membantu semua orang yang memasuki perbatasan Polandia karena mereka manusia,” kata Szczęsnowicz.
Szczęsnowicz merupakan kepala komunitas Muslim di Bohoniki. Bohoniki adalah tempat tinggal minoritas kecil yang merupakan keturunan dari populasi Muslim Tatar. Mereka menetap di daerah tersebut sekitar 600 tahun yang lalu.
Situasi di perbatasan itu bisa mematikan. Sejauh ini sembilan migran dilaporkan telah tewas. Risiko semakin meningkat saat musim dingin mendekat. Szczęsnowicz khawatir akan ada lebih banyak kematian di perbatasan ketika musim dingin.