Pentingnya Karantina bagi Jamaah Haji di Masa Pandemi
IHRAM.CO.ID, JAKARTA--Pelaku perjalanan internasional memiliki peluang terinfeksi Covid-19 lebih besar termasuk resiko tertular varian baru. Dan jamaah haji adalah pelaku perjalanan luar internasional.
"Oleh karena itu, para pelaku perjalanan luar negeri harus menjalani pemeriksaan RT-PCR," kata M Imran S Hamdani dalam bukunya Ibadah Haji di Tengah Pandemi Covid-19 Penyelenggaraan Berbasis Resiko.
Selain itu, Parahnya, adanya varian baru mungkin dapat memperpanjang masa karantina, seperti terjadi pada saat tsunami Covid-19 di India yang diduga akibat varian mutasi ganda. Mereka yang berasal dari India wajib menjalani karantina selama 14 hari saat tiba di Indonesia.
Pemerintah Arab Saudi melakukan kontrol yang ketat terhadap protokol kesehatan pada jamaah haji terutama pada tempat ibadah baik di Masjidil Haram maupun di Arafah Muzdalifah dan Mina. Namun demikian, pengawasan di fasilitas-fasilitas umum, seperti di pemondokan, pasar, mall dan fasilitas umum lainnya juga perlu mendapat perhatian.
"Dua alasan di atas adalah fakta kerentanan yang perlu mendapatkan perhatian utama saat mengelola haji di masa pandemi Covid-19," katanya.
Profil tersebut seharusnya membuat kita memikirkan kembali bagaimana proses persiapan pemberangkatan jamaah haji pada masa pandemi. Perlu diketahui bahwa ibadah haji bersifat eksklusif karena ibadah haji diwajibkan hanya kepada muslim yang mampu.
"Namun di sisi lain, perjalanannya bersifat inklusif yang berarti bahwa penyelenggara ibadah haji menyentuh seluruh sisi kemanusiaan dan memberi pengaruh pada dunia global," katanya.
Imran mengatakan, selain jamaah haji, petugas haji juga sangat rentan terhadap penularan virus Covid-19. Karena merekalah yang melakukan pertolongawal pada jamaah haji yang sakit.
Sebagaimana Garda terdepan petugas haji adalah pelaku kontak erat pada jamaah yang mungkin terinfeksi Covid-19, terutama petugas kesehatan haji. Meskipun petugas kesehatan haji Indonesia tidak merawat pasien terkonfirmasi Covid-19 di hotel, tetapi mereka yang menjadi penanggap pertama pada penyakit yang diderita jamaah haji sebelum dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan.