Bencana Buruk Migran di Selat Inggris

Inggris dan Prancis sepakat mencegah migran seberangi selat Inggris.

AP/Michel Spingler
Petugas penyelamat tiba di Pelabuhan Calais, utara Prancis, Rabu (24/11/2021). Petugas mengevakuasi korban yang meninggal akibat perahu karet tenggelam di Selat Inggris.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Rabu (24/11) sepakat meningkatkan upaya bersama  mencegah penyeberangan migran di Selat Inggris. Kesepakatan ini dicapai setelah 31 migran tewas ketika perahu karet mereka terbalik di Selat Inggris.

Seorang juru bicara perdana menteri Inggris mengatakan, Johnson dan Macron menyetujui upaya bersama untuk mencegah penyeberangan migran dari Prancis ke Inggris. Kedua pemimpin juga sepakat mengerahkan segala upaya menghentikan pihak yang bertanggung jawab terhadap pengiriman para migran secara ilegal.

 “Mereka menggarisbawahi pentingnya kerja sama yang erat dengan tetangga di Belgia dan Belanda, serta mitra di seluruh benua jika kita ingin mengatasi masalah secara efektif sebelum orang mencapai pantai Perancis,” ujar juru bicara perdana menteri Inggris.

Sebelumnya sebanyak 31 orang, termasuk lima wanita dan seorang gadis kecil tewas setelah perahu karet mereka terbalik di Selat Inggris saat menyeberang dari Perancis ke Inggris. Ini merupakan bencana terburuk yang melibatkan para migran di perairan yang memisahkan kedua negara itu.

Selat Inggris adalah salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia dan memiliki arus yang kuat. Perahu-perahu yang kelebihan muatan seringkali nyaris tidak bertahan dan berada di bawah kekuasaan ombak saat mereka mencoba mencapai pantai Inggris.

Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin, mengatakan, sebanyak 34 orang telah berada di dalam perahu karet tersebut. Dalam insiden ini, 31 penumpang meninggal, sementara dua penumpang berhasil diselamatkan dan satu penumpang lain masih hilang.
"Ada dua orang yang selamat, tapi nyawa mereka dalam bahaya, mereka menderita hipotermia parah," ujar Darmanin.

Baca Juga


Darmanin mengatakan, kebangsaan dan identitas para migran tidak diketahui. Dia menambahkan, empat pelaku perdagangan manusia yang diduga terlibat dalam kecelakaan itu telah ditangkap. Menurut Darmanin, perahu karet para migran telah mengempis. Ketika penyelamat tiba, perahu itu telah kempis total.

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengatakan,badan perbatasan Uni Eropa Frontex harus mendapatkan lebih banyak dukungan keuangan untuk melindungi perbatasan eksternal Uni Eropa (UE), termasuk mencegah kedatangan migran di pantai utara Prancis. Macron juga menyerukan pertemuan darurat kepada para menteri Eropa untuk membahas masalah tersebut. “Prancis tidak akan membiarkan selat menjadi kuburan,” kata Macron.

Menurut para nelayan, sebagian besar migran meninggalkan garis pantai Selat Perancis untuk memanfaatkan kondisi laut yang tenang pada Rabu, meskipun airnya sangat dingin. Seorang nelayan, Nicolas Margolle, mengatakan kepada Reuters, dia telah melihat dua perahu kecil pada Rabu pagi, satu perahu berisi beberapa penumpang dan satu perahu lainnya kosong.

Margolle mengatakan, seorang nelayan lain telah menelepon layanan penyelamatan setelah melihat sebuah perahu karet kosong dan 15 orang mengambang di sekitarnya.

Tahun ini polisi Prancis telah mencegah lebih banyak penyeberangan daripada tahun-tahun sebelumnya. Mereka hanya  membendung sebagian arus migran yang ingin mencapai Inggris. Ini merupakan salah satu dari banyak sumber ketegangan antara Paris dan London.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson terkejut dengan insiden kematian para migran tersebut. Dia menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada seluruh keluarga korban. "Simpati saya bersama para korban dan keluarga mereka. Bencana ini menggarisbawahi bahwa menyeberangi Selat dengan cara ini sangat berbahaya," ujar Johnson setelah memimpin rapat darurat Kabinet.

Pemerintah Inggris dan Prancis menyalahkan penyelundup atas masalah migran. Namun sejumlah politisi Perancis, termasuk Walikota Calais, Natacha Bouchart menyalahkan Inggris atas masalah tersebut. Bouchart mengatakan, Inggris harus mengubah kebijakan imigrasinya.

Sementara beberapa kelompok hak asasi mengatakan, pengawasan yang lebih ketat mendorong para migran untuk mengambil risiko lebih besar saat mereka mencari kehidupan yang lebih baik di Barat. "Hanya menuntut penyelundup berarti menyembunyikan tanggung jawab otoritas Prancis dan Inggris," kata l'Auberge des Migrants, sebuah kelompok advokasi yang mendukung pengungsi dan orang-orang terlantar.

Sebelumnya, sebanyak 14 orang telah tenggelam ketika berusaha mencapai Inggris. Kemudian pada 2020, tujuh orang migran meninggal dan dua lainnya hilang saat hendak menyeberang ke Inggris. Sedangkan pada 2019 empat orang migran meninggal.




sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler