Epidemiolog Duga Omicron Bisa 5x Lebih Menular dari Delta
Omicron menjadi varian baru pertama yang 'lompat kelas' menjadi variant of interest.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengungkapkan kekhawatirannya mengenai ancaman varian omicron dari SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19. Ia menduga varian yang pertama kali muncul di Afrika Selatan dengan julukan B.1.1.529 tersebut bisa lima kali lipat lebih mudah menular daripada varian delta.
Dicky mengatakan, omicron sangat serius hingga dianggap sebagai varian yang mendapat perhatian (variant of concern) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Ia meyakini, WHO pasti menyadari bahaya varian baru SARS-CoV-2 itu, terutama dari segi penularannya.
"Kalau varian delta itu 100 persen kecepatannya dibandingkan virus awal di Wuhan, China, maka B.1.1.529 bisa 5 kali lipatnya atau 500 persen," kata Dicky dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Sabtu (27/11).
Dicky menjelaskan, ini pertama kalinya varian baru SARS-CoV-2 "lompat kelas"," kata Dicky.
Varian omicron langsung menjadi "variant of concern" atau kategori kewaspadaan tertinggi. Omicron tak melalui kategori kelompok "variant under investigation" (VUI) atau "variant of interest" (VOI).
"Ini adalah pertanda sangat serius, karena umumnya varian yang baru-baru itu jadi "variant of interest" atau "variant under investigation", tapi ini langsung lompat, dan ini menjadi satu-satunya varian baru yang langsung menjadi varian mengkhawatirkan," ujar Dicky.
Atas dasar inilah, Dicky memprediksi varian omicron akan menyumbang kenaikan kasus Covid-19 di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Ia mengimbau masyarakat dan Pemerintah Indonesia memperkuat aksi pencegahan dengan memperkuat protokol kesehatan, yakni dengan memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, dan menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
Selain itu, masyarakat wajib mengikuti program vaksinasi Covid-19 hingga tuntas.
"Inilah yang salah satu mendasari kenapa saya juga memprediksi ada gelombang berikutnya, dalam hal ini, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di dunia," ucap Dicky.
Turunkan efektivitas vaksin
Varian omicron memiliki banyak mutasi pada bagian spike protein-nya. Ahli menilai, mutasi membuat virus penyebab Covid-19 ini lebih mudah menginfeksi orang yang sudah divaksinasi dan berpotensi menurunkan proteksi vaksin hingga 40 persen.
Varian yang sempat dinamai sebagai B.1.1.529 itu merupakan varian yang paling berkembang dengan total 50 mutasi. Sebanyak 32 mutasi di antaranya dinilai mengkhawatirkan.
Beberapa ahli membandingkan varian B.1.1.529 dengan varian beta yang ditemukan pertama kali di Afrika Selatan pada akhir 2020. Varian beta diketahui dapat menurunkan efikasi vaksin Covid-19 sebanyak 30-40 persen.
Direktur Rosalind Franklin Institute, Prof James Naismith, menilai varian B.1.1.529 hampir pasti akan membuat vaksin menjadi kurang efektif. Alasannya, varian ini tampak mirip dengan varian lain bernama B.1.1.
"Tampaknya varian ini menyebar lebih cepat, tapi kita belum mengetahui itu," jelas Prof Naismith.
Varian B.1.1.529 pertama kali ditemukan di Botswana. Setelah itu, varian baru itu juga ditemukan di Afrika Selatan, Hong Kong, dan Israel. Belgia juga telah mengonfirmasikan kasus serupa.
Vaksin baru
Dilansir NBC News, para ilmuwan masih harus melihat apakah omicron menimbulkan risiko gejala berat atau risiko kematian yang lebih besar, termasuk di antara orang-orang yang sudah divaksinasi. Namun, ilmuwan medis di Institut Nasional untuk Penyakit Menular di Afrika Selatan sebagai negara pertama yang melaporkan varian baru ke WHO mengatakan data itu tidak akan tersedia selama dua pekan ke depan atau lebih.
Jinal Bhiman selaku ilmuwan di Institut Nasional untuk Penyakit Menular di Afrika Selatan mengatakan, andaikan vaksin yang ada tidak menawarkan tingkat perlindungan yang sama terhadap infeksi serius, kondisi itu dapat mendorong pembuat vaksin untuk mengubah produk mereka. Artinya, itu akan menjadi tanda bahwa harus ditemukan sesuatu yang baru.
Beberapa perusahaan mengatakan sudah meneliti varian baru untuk melihat kemungkinannya dapat menghindari kekebalan dari vaksinasi. Moderna mengatakan sedang menguji dosis tambahan vaksin Covid-19 atau booster yang ada untuk melihat apakah mereka dapat digunakan melawan varian omicron.
Sementara itu, Pfizer yang mengembangkan vaksin Covid-19 bersama BioNTech mengatakan bahwa jika ada varian yang tidak efektif dari vaksin, kedua perusahaan akan memproduksi produk khusus dalam waktu sekitar 100 hari. Sebelumnya, varian delta yang dikhawatirkan dapat menghindari vaksin dengan tingkat penularan yang tinggi, ternyata tidak demikian. Diharapkan bahwa omicron juga demikian.
"Bisa jadi kita tidak perlu memperbarui vaksinasi," jelas David Kennedy, yang mempelajari evolusi penyakit menular di Penn State University, AS.