BPTJ: Transpakuan Justru Lebih Ramai di Akhir Pekan
BPTJ mengevaluasi jarak antarbus untuk tingkatkan pelayanan.
REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Setelah mengaspal di Kota Bogor selama tiga pekan, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) melakukan evaluasi terhadap transportasi massal Biskita Transpakuan. Salah satu hal yang masih menjadi perhatian BPTJ ialah jarak layanan antar bus satu dengan lainnya, atau headway.
Kepala BPTJ Polana B Pramesti menjelaskan, tingginya jumlah penggunaan kendaraan pribadi pada koridor-koridor yang dilalui Biskit Transpakuan tentunya akan menimbulkan kemacetan dan headway berpotensi mengalami gangguan.
“Headway ini yang masih menjadi perhatian kami. Dibutuhkan peran Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk mengkondisikan lalu lintas pada jalur koridor Biskita Traspakuan agar laju bus tidak terganggu kemacetan,” ujar Polana, Sabtu (27/11).
Dia menuturkan, bila headway tidak mendapatkan perhatian akan mempengaruhi standar pelayanan. Khususnya mengenai waktu tunggu dan waktu tempuh yang bisa saja berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap layanan Biskita Transpakuan.
Lebih lanjut, Polana memaparkan, selama tiga pekan beroperasi di Koridor 5 jurusan Ciparigi-Stasiun Bogor, Biskita Transpakuan telah melayani 49.216 penumpang, dengan rata-rata per hari 2.140 penumpang. Puncak tertinggi pelayanan ada pada 21 November pekan lalu, mencapai 3.415 penumpang per hari.
“Berdasarkan evaluasi justru Bogor itu unik ya. Kalau di Jakarta, Transjakarta pada weekend itu dikurangi karena memang load factornya kecil. Tapi di Bogor justru makin tinggi. Karena banyak orang berwisata sehingga di weekend meningkat,” ucapnya.
Polana menambahkan, saat ini BPTJ dan Pemkot Bogor masih terus menyelesaikan pembangunan halte-halte yang akan tersedia di setiap koridor. Ditargetkan halte-halte tersebut akan rampung pada Desember mendatang di Koridor 5, 6, 1, dan 2. Serta melayani 49 unit bus.
Pada setiap halte, sambung dia, akan tertera rute dari masing-masing koridor. Hanya saja, untuk sementara penumpang belum bisa melihat jadwal bus di halte karena terkait dengan headway bus yang masih bercampur dengan kendaraan lain.
“Jadi halte itu merupakan bagian dari pelayanan, tapi disiapkan oleh kami. Jadi bukan kinerja angkutan, tapi prasarana. Jadwal bisa dilihat di aplikasi bisa diunduh di Android dan Apple jadi sudah bisa dibaca di mana-mana,” jelasnya.
Direktur Angkutan BPTJ Tatan Rustandi, menjelaskan dalam menjalan kan Biskita Transpakuan, para operator layanan yakni Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) Kota Bogor yang berkonsorsium dengan PT Kodjari, melakukan kontrak pelayanan. Agar memberikan pelayanan terbaik, BPTJ memiliki sistem bernama executive dashboard untuk memantau jalannya Biskita Transpakuan di Kota Bogor.
“Pemantauan ini penting karena ada kaitannya dengan sistem pembayaran. Pelanggarannya juga kelihatan. Kemudian posisi bus segala macam,” ucap Tatan.
Salah satu antisipasi agar memberikan Standar Pelayanan Minimum (SPM) terbaik, Tatan mengatakan, bus-bus yang beroperasi tidak boleh ngetem terlalu lama. Terutama di titik awal dan titik akhir tujuan.
Sehingga headway bus bisa diperpendek untuk mengatasi keterlambatsn dengan jarak antarbus maksimal 15 hingga 20 menit. “Bogor best practice percontohan yang baik bila kota-kota lain di Jabodetabek ingin mengusulkan bus berkomsep Buy The Service (BTS),” katanya.