Omicron Lebih Cepat Menular dan Berisiko Tinggi
Pemerintah Indonesia pastikan serius hadapi varian Omicron.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Indira Rezkisari, Antara
Satgas Penanganan Covid-19 memastikan menaruh perhatian serius terhadap varian Omicron. Ketua Bidang Data dan IT Satgas Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah, mengatakan pemerintah Indonesia masih menunggu berbagai informasi lebih detil mengenai varian ini sebelum mengambil kebijakan lain sebagai langkah pencegahan.
Dia mengatakan, varian Omicron menjadi perhatian serius pemerintah agar jangan sampai masuk ke Indonesia, karena adanya importasi kasus dari luar negeri. Dewi menerangkan saat ini informasi mengenai varian Omicron B.1.1.529 masih sangat terbatas, karena belum banyaknya hasil studi yang dilakukan oleh para peneliti.
Dewi memprediksi varian Omicron ini sudah menyebar dan terjadi penularan di level komunitas dikarenakan lamanya perbedaan waktu antara pengambilan spesimen pada 9 November dan diumumkan pada 24 November. "Kemungkinan besar sudah terjadi transmisi di komunitas terutama di Afrika Selatan. Yang di Botswana ada konfirmasi spesimen yang diambil 11 November, kemudian menyebar lagi di beberapa negara seperti Belgia, Hong Kong, Israel, dan beberapa negara Eropa kita lihat di akhir November mulai keluar," kata Dewi, dalam konferensi pers daring tentang Analisis Gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia yang dipantau di Jakarta, Senin (29/11).
Temuan mengenai varian Omicron sejauh ini belum ada perbedaan gejala atau mirip dengan varian yang sudah ada sebelumnya. Bahkan, juga ditemukan beberapa individu yang tidak ada gejala sama sekali ketika terinfeksi varian Omicron.
Temuan yang kedua ada kemungkinan lebih cepat menular jika melihat grafik varian Omicron yang tiba-tiba naik dalam waktu singkat. Selanjutnya, juga ada efek signifikan terhadap penurunan kemampuan antibodi dalam menetralisir virus. Namun, Dewi mengatakan efek resistensi terhadap vaksinasi belum diketahui karena masih belum ada hasil penelitian yang dipublikasikan hingga saat ini.
Pemerintah saat ini sudah memperketat kedatangan orang dari luar negeri dengan melakukan penambahan hari karantina guna mengantisipasi masuknya varian baru Omicron sambil menunggu informasi dari penelitian terbaru tentang varian tersebut. "Pertama yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan mengeluarkan surat edaran yang berlaku mulai 29 November 2021. Kedatangan dari negara-negara yang sudah teridentifikasi terdapat varian ini dikarantina selama 14 hari, di luar negara ini dinaikkan karantinanya menjadi tujuh hari," kata Dewi.
Varian Omicron memiliki daya penyebaran yang lebih cepat dibandingkan virus corona jenis baru yang pertama kali menyebar di Wuhan, China, pada akhir 2019. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, varian Delta bisa lima kali lebih cepat menyebar dibandingkan Covid-19 awal di Wuhan. Sedangkan Omicron menyebar lebih cepat lagi dibandingkan varian Delta.
"Kemudian, Omicron lebih cepat menyebar dibandingkan varian Delta dan memudahkan terjadi reinfeksi kembali berdasarkan info yang ada saat ini. Sebab, melihat letak mutasi yang terjadi dan kemiripan dengan pola varian sebelumnya yang memiliki letak mutasi protein yang sama," kata Nadia, saat dihubungi Republika, Senin (29/11).
Penyebaran Omicron diduga bisa lebih cepat menyebar melihat mutasi dari proteinnya. Terkait angka pasti kecepatan penyebaran Omicron hingga berapa kali lipat lebih cepat dari kecepatan penyebaran varian awal di Wuhan, Nadia mengaku belum bisa diketahui. Sebab, dia menambahkan, varian Omicron masih diteliti.
"Yang jelas lebih cepat dari Delta dan mudah reinfeksi," ujarnya.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sudah mengingatkan bahaya Omicron. Sebab, kenaikan kasus akibat Omicron membuat beberapa negara membuat aturan imigrasi karantina yang ketat.
Ketua Satuan Tugas Covid-19 IDI Zubairi Djoerban memaparkan data jumlah kasus harian baru Omicron di Afrika Selatan yang bertambah dengan cepat. "Kasus baru Omicron harian per 23 November 2021 sebanyak 868, kemudian esoknya naik jadi 1.275, kemudian di hari berikutnya yaitu 25 November menjadi 2.465, dan bertambah lagi 2.825 per 26 November 2021, dan 3.220 per 27 November 2021. Jadi, jelas memang ada kenaikan kasus Covid-19 Omicron yang lumayan cepat," ujarnya saat dihubungi Republika, Ahad (28/11).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam keterangan terbarunya, Senin (29/11), mendorong 194 negara anggotanya meningkatkan laju vaksinasi di tengah munculnya Omicron. WHO berpendapat varian Omicron sangat mudah menyebar secara internasional dan bisa mengakibatkan risiko infeksi global yang sangat tinggi dengan dampak sangat serius.
"Omicron memiliki level mutasi yang tak terkira, beberapa bisa mengkhawatirkan dampaknya bagi pandemi," ujar pernyataan WHO, dikutip dari Reuters. WHO menyebut Omicron bisa menyebabkan risiko pandemi global yang sangat tinggi.
Saat ini belum ada kematian yang dilaporkan akibat varian Omicron. WHO namun menegaskan masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut terkait perlindungan vaksin yang sudah ada terhadap Omicron.
"Kenaikan kasus, meski tanpa kasus parah yang banyak bisa tetap membebani sistem kesehatan. Bahkan bisa menyebabkan kenaikan kasus komorbiditas dan kematian. Dampaknya ke populasi yang berisiko sangat substansial, terutama di negara dengan cakupan vaksinasi rendah."
WHO dalam panduan terbarunya meminta negara-negara menggunakan pendekatan berbasis risiko untuk kebijakan perjalanan internasionalnya. Kebijakan tersebut juga diminta menyesuaikan dengan situasi terkini.
WHO memperkirakan Omicron tetap dapat dapat mengakibatkan mereka yang sudah divaksin positif Covid-19. Meski kasusnya diperkirakan akan kecil jumlahnya.
Varian Omicron pertama kali teridentifikasi di Botswasna, salah satu negara di Afrika bagian selatan. Botswana sejauh ini telah mengonfirmasi 19 kasus Omicron yang baru saja ditemukan, menurut pejabat kesehatan pada Ahad (28/11).
Menteri Kesehatan Edwin Dikoloti saat konferensi pers mengatakan bahwa evaluasi dan analisis lebih lanjut terhadap sampel positif Covid-19 lainnya mengungkapkan adanya 15 kasus baru varian Omicron pada Ahad pagi. Sebelumnya pekan lalu empat warga negara asing (WNA) dinyatakan terinfeksi varian Omicron.
"Kami akan terus memperluas pelacakan untuk memastikan bahwa tidak ada kasus potensial yang kecolongan," katanya. Dikoloti lantas menuturkan bahwa kasus awal varian Omicron di Bostwana terdeteksi setelah empat WNA, yang melakukan perjalanan singkat di negara tersebut, dinyatakan positif Covid-19 pada 11 November.
Varian itu kemudian dikonfirmasi sebagai Omicron pada 24 November. "Temuan seperti itu seharusnya tidak disamakan dengan Bostwana menjadi sumber varian tersebut," ucap Dikoloti, dilansir dari Xinhua.