Ini Sebab Ekonomi Digital di Derah Tidak Merata

Penyebabnya adalah infrastruktur dan SDM.

ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Ekonomi digital (ilustrasi). Ekonomi digital di Indonesia belum merata.
Rep: Retno Wulandhari Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Google, Temasek, dan Bain dalam laporan bertajuk e-Conomy SEA 2021 memperkirakan, nilai ekonomi digital Indonesia 70 miliar dolar AS atau Rp 997 triliun tahun ini. Nilai tersebut diprediksi melonjak menjadi 146 miliar dolar AS atau sekitar Rp 2.080 triliun pada 2025.

Di sisi lain, pada 2020 investasi digital yang masuk ke Indonesia mencapai Rp 60 triliun, sekaligus menjadi yang terbesar di ASEAN. Namun, sebagian masih terpusat di Jabodetabek dan Bandung.

Menanggapi hal ini ini, Ketua Tim Pelaksana Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, bila dilihat secara keseluruhan, market value Indonesia yang mencapai 44 miliar dolar AS merupakan yang terbesar di ASEAN. Namun bila dilihat ekonomi digital per kapita, Indonesia menduduki urutan ke-4.

"Ini artinya, secara inklusif ekonomi digital baik per kapita mupun per daerah tidak merata. Penyebabnya infrastruktur," kata Iskandar dalam webinar Regional Summit 2021 bertajuk Kolaborasi Tumbuhkan Ekonomi Digital di Daerah, yang digelar Katadata, Senin (29/11).

Merujuk Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) menurut provinsi, dimana DKI Jakarta yang tertinggi dengan 7,27 dibanding sejumlah wilayah lainnya. Demikian pula dengan penetrasi internet yang mencapai 73,7 persen rata-rata pengguna terkonsentrasi di Jawa.

Lalu, masalah SDM dimana kaum milenial dengan pendidikan tinggi di bidang IT lebih banyak tinggal di wilayah Jawa atau Jabodetabek, sehingga ini turut menyebabkan perkembangan investasi dan digital ekonomi banyak terpusat di kawasan tersebut. Maka dari itu, perlu tim percepatan ekonomi digitalisasi di daerah.

Untuk mendorong pemerataan pertubumbuhan ekonomi digital hingga ke daerah, pemerintah terus mendorong pembangunan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), seperti Palapa Ring. Kemudian pembangunan Base Base Transceiver Station (BTS) baik di daerah terpencil yang didanai dari pemerintah maupun yang bekerja sama dengan provider internet swasta.

"Berikutnya, dari sisi SDM, dimana kami terus mempercepat pengembangan digital talent yang diharapkan bisa menciptakan 9 juta talenta digital 15 tahun terakhir," kata Iskandar.

Guna mempercepat target ini, menurutnya, sudah ada sejumlah cara yang dikakukan pemerintah mulai dari membentuk program Digital Leadership Academy, Siber Kreasi dan talenta digital yang nantinya akan dikembangkan dengan mitra pengembangan talenta bersama universitas terkemuka dunia dan mitra perusahaan swasta seperti Google, Oracle, Microsoft dan sebagainya.

"Ada 116 mitra kita yang terdiri dari akademisi, pekerja seni, perusahaan teknologi dan platform media sosial atau digital lainnya," ujar dia.

Baca Juga


 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler