Taliban Masih Terus Mendesak AS Cairkan Aset Afghanistan
Taliban risau karena Afghanistan dihantui krisis sementara dompet negara cekak
REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Kepemimpinan Taliban berupaya agar negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat (AS) mencabut sanksi dan mencairkan aset milik Afghanistan. Permintaan itu diajukan oleh Penjabat Menteri Luar Negeri Afghanistan Mawlawi Amir Khan Muttaqi kepada Perwakilan Khusus AS untuk Afghanistan, Thomas West, selama pertemuan dua hari di ibukota Qatar, Doha.
"Pihak Afghanistan meyakinkan mereka tentang keamanan, mendesak pencairan segera dana cadangan Afghanistan tanpa syarat, mengakhiri sanksi dan daftar hitam, serta memutuskan masalah kemanusiaan dari pertimbangan politik," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Afghanistan, Abdul Qahar Balkhi, dilansir Middle East Monitor, Rabu (1/12).
Balkhi mengatakan kedua belah pihak mengadakan diskusi rinci tentang masalah politik, ekonomi, kesehatan, pendidikan, keamanan, dan kemanusiaan. Termasuk diskusi tentang fasilitas yang diperlukan di perbankan dan ketersediaan likuiditas.
“Kelompok teknis dari kedua belah pihak juga mengadakan pertemuan terpisah untuk kemajuan yang lebih baik lagi. Secara keseluruhan sesi itu berjalan positif dan kedua belah pihak sepakat untuk melanjutkan pertemuan seperti itu ke depan," ujar Balkhi.
Sebelum pertemuan, Muttaqi menulis surat terbuka kepada anggota kongres AS. Dalam surat tersebut, Muttaqi mendesak mereka untuk mengambil langkah-langkah yang bertanggung jawab dalam mengatasi krisis kemanusiaan dan ekonomi yang sedang berlangsung di Afghanistan.
Di sisi lain, Washington telah menjelaskan kepada Taliban jika mereka memilih pengambilalihan militer ketimbang negosiasi maka bantuan kemanusiaan oleh komunitas internasional akan berhenti. Krisis ekonomi menyebabkan Afghanistan sangat bergantung pada bantuan internasional untuk memenuhi kebutuhan warganya.
"Memang benar bahwa masalah ekonomi telah diwarisi oleh kepemimpinan baru. Jadi, setiap orang harus memenuhi tanggung jawab mereka sendiri untuk mengatasi masalah ini," kata Balkhi menanggapi.
Sebelumnya Bank Dunia sedang menyelesaikan proposal untuk mencairkan dana bantuan kemanusiaan senilai 500 juta dolar AS ke Afghanistan. Anggota dewan Bank Dunia melakukan pertemuan pada Selasa (30/11) untuk membahas proposal tersebut.
Proposal pencairan bantuan kemanusiaan disepakati dalam beberapa pekan terakhir antara pejabat Amerika Serikat (AS) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Proposal ini akan mengalihkan dana dari Dana Perwalian Rekonstruksi Afghanistan (ARTF) senilai total 1,5 miliar dolar AS. Dana itu akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan yang mendesak di Afghanistan.
Salah satu sumber mengatakan Bank Dunia akan mentransfer dana tersebut kepada badan-badan PBB dan lembaga kemanusiaan lainnya. Sumber tersebut menambahkan, Bank Dunia tidak akan mengawasi dana setelah ditransfer ke Afghanistan. Seorang pejabat AS menekankan UNICEF dan lembaga kemanusiaan lainnya memiliki kontrol dan kebijakan mereka sendiri.
"Proposal itu menyebut Bank Dunia akan mentransfer uang itu ke PBB dan lembaga kemanusiaan lainnya tanpa pengawasan atau pelaporan apa pun. Namun laporan itu tidak mengatakan apa pun tentang sektor keuangan atau bagaimana uang itu akan masuk ke negara itu (Afghanistan),” kata sumber itu.
Pakar Afghanistan berpendapat bantuan kemanusiaan Bank Dunia tidak akan menyelesaikan masalah kesenjangan karena alokasinya tidak mencakup untuk pembayaran gaji guru dan pegawai pemerintahan. Para ahli mengatakan kurangnya fokus pada guru dan pegawai pemerintah dapat mempercepat runtuhnya sistem pendidikan publik, layanan kesehatan, dan layanan sosial Afghanistan.
Mereka memperingatkan ratusan ribu pekerja yang tidak dibayar selama berbulan-bulan dapat berhenti bekerja dan bergabung dengan eksodus besar-besaran dari Afghanistan. ARTF didirikan pada 2002 dan dikelola oleh Bank Dunia. ARTF adalah sumber pembiayaan terbesar untuk anggaran sipil Afghanistan. Lebih dari 70 persen anggaran ARTF didanai oleh bantuan asing.
Bank Dunia menangguhkan pencairan dana setelah Taliban mengambil alih Afghanistan pada Agustus lalu. Pada saat yang sama, Washington berhenti memasok dolar AS ke negara itu, termasuk membekukan aset bank sentral Afghanistan sekitar 9 miliar dolar AS sehingga menghentikan bantuan keuangan.
Seorang juru bicara Bank Dunia mengkonfirmasi staf dan anggota dewan eksekutif sedang menjajaki pengalihan dana ARTF ke badan-badan PBB untuk mendukung upaya kemanusiaan. Akan tetapi dia tidak memberikan rincian lebih lanjut sementara PBB menolak berkomentar.
Dua orang sumber mengatakan pendekatan itu akan menyetor dana ARTF ke rekening internasional lembaga swasta Afghanistan. Nantinya lembaga tersebut akan mengucurkan uang rekening bank Afghanistan mereka ke kelompok-kelompok kemanusiaan di Afghanistan.
Transaksi tersebut tidak akan melibatkan Taliban sehingga menghindari keterikatan dengan sanksi AS dan PBB. Namun rencan ini cukup rumit dan bisa memakan waktu panjang untuk diterapkan.
Salah satu masalah utama adalah kurangnya mekanisme untuk memantau pencairan dana di Afghanistan. Hal ini perlu untuk memastikan para pemimpin dan pejuang Taliban tidak mengakses dana tersebut. Dua mantan pejabat AS yang akrab dengan pertimbangan administrasi internal mengatakan beberapa pejabat AS berpendapat sanksi AS terhadap para pemimpin Taliban melarang bantuan keuangan kepada siapa pun yang berafiliasi dengan pemerintah mereka.
Departemen Keuangan AS telah memberikan surat yang meyakinkan Bank Dunia dapat memproses transaksi kemanusiaan. Kekhawatiran tentang sanksi AS mencegah pengiriman bahkan pasokan kebutuhan dasar ke Afghanistan termasuk makanan dan obat-obatan.
“Ini adalah pendekatan bumi hangus. Kami membuat negara ini menjadi debu. Sanksi yang melumpuhkan dan kegagalan untuk merawat pekerja sektor publik akan menciptakan lebih banyak pengungsi, lebih banyak keputusasaan, dan lebih banyak ekstremisme," ujar seorang sumber.
Setiap keputusan untuk mengalihkan uang ARTF memerlukan persetujuan dari semua pihak donor. Salah satu negara donor yang terbesar adalah Amerika Serikat.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri mengonfirmasi Washington bekerja dengan Bank Dunia dan donor lain tentang cara menggunakan dana tersebut. Termasuk kemungkinan untuk membayar gaji mereka yang bekerja di sektor penting seperti petugas kesehatan dan guru.
Juru bicara itu menerangkan pemerintah AS tetap berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan kritis rakyat Afghanistan. Terutama di sektor kesehatan, gizi, pendidikan, dan ketahanan pangan.