UMK tidak Naik, Ribuan Buruh Kabupaten Sukabumi Demo

Usulan kenaikan UMK lima persen karena melihat kondisi nyata

Republika/Riga Nurul Iman
Ribuan buruh Kabupaten Sukabumi menggelar aksi unjuk rasa memprotes tidak dinaikkannya UMK 2022 ke pendopo Kabupaten Sukabumi, Rabu (1/12).
Red: Hiru Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI--Ribuan buruh Kabupaten Sukabumi menggelar aksi unjuk rasa memprotes ditolaknya usulan kenaikan UMK 2022 ke pendopo Kabupaten Sukabumi, Rabu (1/12). Mereka meminta solusi agar UMK 2022 bisa sesuai dengan rekomendasi Dewan Pengupahan Kabupaten Sukabumi yang naik sebesar lima persen.

Baca Juga


Para buruh tersebut diantaranya berasal dari elemen Serikat Pekerja Nasional (SPN) Sukabumi dan Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Kabupaten Sukabumi. Para buruh tersebut akhirnya diterima Bupati Sukabumi Marwan Hamami dan menghasilkan solusi adanya rencana perjanjian bersama antara buruh dan pengusaha yang difasilitasi pemkab. '' Awalnya kami memberikan apresiasi kepada bupati dengan rekomendasi kenaikan UMK naik lima persen,'' ujar Ketua DPC Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Kabupaten Sukabumi

Dadeng Nazarudin. Namun kenyataannya diubah dengan instruksi gubernur sehingga tidak ada kenaikan UMK 2022. Di mana Keputusan Gubernur Jabar masih menetapkan besaran UMK 2022 Kabupaten Sukabumi tidak mengalami kenaikan masih Rp 3.125.444,72. Namun Dadeng mengatakan, masih ada ruang waktu dua bulan untuk memperjuangkan kenaikan UMK.

Dari hasil pertemuan lanjut Dadeng, masih ada komitmen bupati untuk naik UMK naik 5 persen dan akan dikomunikasikan dengan unsur pengusaha. Di mana hasilnya dikomunikasikan dengan serikat pekerja. '' Apabila ada kesepakatan akan diikat dengan komitmen bersma unsur serikat pekerja dan pengusaha,'' cetus Dadeng. Kesepakatan ini nantinya jadi surat edaran bupati yang diberlakukan atau diterapkan di Kabupaten Sukabumi.

Bupati Sukabumi Marwan Hamami mengatakan, usulan kenaikan UMK lima persen karena melihat kondisi nyata dan bukan rekayasa tapi betul disampaikan ke gubernur untuk membela kepentingan buruh. '' Usulan kenaikan UMK ini sebelum adanya putusan MK mengenai UU Cipta Kerja,'' kata dia.

Intinya kata Marwan, hitungan kenaikan UMK ini real dan bukan menjerumuskan. Namun karena adanya kebijakan administrasi pemerintahan sesuai PP 36 tahun 2021 maka secara regulasi tidak dimungkinkan. '' Sehingga kami akan mendorong perjanjian kerjasama masing-masing perusahaan antara pekerja dan pengusaha,'' kata Marwan. Misalnya aman memanggil pengusaha asal Korea di Sukabumi agar bisa mengakomodir keinginan buruh.

Nantinya kesepakatan kenaikan UMK ini bisa dituangkan dalam produk hukum daerah. Setelah mendapatkan jawaban bupati, para buruh akhirnya membubarkan diri dengan damai.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler