Kala Sri Mulyani Bikin Emosi Pimpinan MPR
Pimpinan MPR mengusulkan Presiden Jokowi mencopot Menkeu Sri Mulyani.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan MPR mengkritik Menteri Keuangan Sri Mulyani. Pimpinan MPR bahkan sepakat mengusulkan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencopot Sri Mulyani dari posisi Menteri Keuangan.
"Kami, ini atas nama pimpinan MPR republik Indonesia mengusulkan kepada Presiden Republik Indonesia untuk memberhentikan saudari Menteri Keuangan, karena kami anggap Menteri Keuangan tidak etik, tidak cakap dalam mengatur kebijakan pemerintahan kita demi untuk kelanjutan," kata Fadel di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/11).
Ada beberapa alasan pimpinan MPR bersuara seperti itu. Pertama, Fadel mengeluhkan anggaran MPR yang terus dipangkas, padahal jumlah pimpinan periode ini 10 orang. "Kita dengan presiden Jokowi berbicara di Bogor, kita minta presiden di anggaran kami terbatas sekarang, dulu pimpinan cuma 4 orang, sekarang kok sudah 10 orang malah lebih turun," ujarnya.
Fadel juga menyampaikan kekecewaannya terhadap Sri Mulyani. Sebab beberapa kali rapat badan anggaran hanya dihadiri dirjen. "Pimpinan MPR rapat dengan menteri keuangan, kita undang dia, sudah atur waktu semuanya, tiba tiba dia batalin dua hari kemudian, atur lagi, dia batalin," tuturnya.
Fadel menegaskan bahwa MPR adalah sebuah lembaga tinggi negara. Ia meminta agar MPR mendapatkan perlakuan yang wajar dibandingkan dengan yang lain.
"Kita juga punya tugas yang lain di masyarakat tetapi teman-teman semuanya tadi bersepakat meminta saya untuk menyampaikan hal ini dan kami pimpinan MPR bertanggung jawab terhadap pernyataan yang saya sampaikan ini," ungkapnya.
Senada dengan Fadel, Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani meminta Sri Mulyani tak menganggap kecil tanggung jawab yang dipikul MPR. "Teman-teman MPR merasa, jangan menganggap beban yang jadi tanggung jawab MPR itu jangan dianggap kecil, sehingga biayanya dianggap kecil," kata Muzani di kantor DPP Partai Gerindra, Jakarta, Rabu (1/12).
Awalnya para pimpinan MPR menyatakan kekecewaannya lantaran anggaran MPR kerap dipangkas. Hal itu pun diakui juga oleh Muzani.
"Memang kalau dari sisi itu jumlah anggaran MPR tiap tahun berkurang. Saya dari pimpinan MPR itu dari sebelum periode ini berkurang, berkurang, berkurang, tapi kalau pemotongannya selalu refocusing, refocusing, refocusing sejak ada covid terus-terusan dipotong," ujarnya.
Sementara di sisi lain, Sekjen Partai Gerindra itu mengatakan, MPR merasa beban untuk menjaga ideologi negara, dan empat pilar negara pancasila dirasa semakin berat. Ia mengimbau agar Menkeu membenahi pengelolaan keuangan kepada lembaga-lembaga yang dianggap perlu.
"Saya kira pengelolaan keuangan lembaga-lembaga yang dianggap perlu harusnya menjadi perhatian, sehingga jangan ada suasana kurang dipentingkan karena keuangannya menjadi berkurang berkurang," ucapnya.
Terkait kritikan MPR, Kementerian Keuangan membuka suara terkait ketidakhadiran Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat pimpinan MPR. Stafsus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menjelaskan Sri Mulyani mendapat undangan rapat dari pimpinan MPR sebanyak dua kali.
Pertama, pada 27 Juli 2021 namun Sri Mulyani tidak dapat hadir karena bersamaan waktunya melakukan rapat internal bersama Presiden Joko Widodo. Meski tak hadir, Yustinus menyebut Sri Mulyani mengutus Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara untuk mewakilinya rapat dengan DPR.
Kedua, pada 28 September 2021 tapi Sri Mulyani juga tidak datang karena rapat dengan Badan Anggaran DPR untuk membahas APBN. "Menkeu harus hadir, dengan demikian diputuskan rapat dengan MPR ditunda," ujarnya kepada Republika, Rabu (1/12).
Sebagai informasi, pimpinan MPR pada awal pekan kemarin marah kepada Sri Mulyani. Kemarahan dipicu dua hal antara lain pertama pemangkasan anggaran MPR yang dilakukan oleh Sri Mulyani dan kedua ketidakhadiran Sri Mulyani dalam beberapa kali rapat dengan MPR.
Sementara menanggapi usulan MPR, pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menilai pimpinan MPR sudah melampaui batas kewenangannya.
"Pimpinan MPR sudah melampaui batas kewenangannya ketika meminta Jokowi memecat Sri Mulyani. Permintaan Pimpinan MPR yang disampaikan Fadel Muhammad itu tentu mengejutkan. Sebab, sebagai pimpinan MPR bukanlah ranahnya untuk meminta presiden memecat menterinya," katanya kepada Republika.co.id, Rabu (1/12).
Kemudian, ia melanjutkan Indonesia sebagai negara yang menganut presidensil, tentu mengangkat dan memberhentikan menteri menjadi hak prerogatif Presiden. Maka dari itu, siapapun termasuk MPR tidak berhak menekan presiden untuk memecat menterinya. Hal ini akan berbeda bila Indonesia menganut sistem parlementer. Legislatif masih dimungkinkan untuk mengurusi urusan pengangkatan dan pemberhentian menteri.
"Pimpinan MPR seolah tidak memahani tugas dan fungsinya setelah UUD 1945 diamandemen," ujarnya.
Ia berharap Presiden Jokowi mengabaikan permintaan pimpinan MPR tersebut. Sebab, kalau hal itu dituruti akan menjadi preseden buruk dalam kehidupan tata negara di Indonesia.