Dubes: Vaksinasi tidak Merata Faktor Lonjakan Covid Eropa

Relaksasi penanganan Covid-19 di Eropa juga dinilai terlalu cepat.

EPA-EFE/OLIVIER HOSLET
Orang-orang yang memakai masker berjalan di distrik Eropa pada pagi hari ketika gelombang keempat Covid melanda, di Brussels, Belgia, 23 November 2021.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dubes RI untuk Belgia merangkap Luksemburg dan Uni Eropa, Andri Hadi menyampaikan bahwa vaksinasi yang tidak merata menjadi salah satu faktor terjadinya lonjakan kasus Covid-19 gelombang keempat Eropa. Banyaknya kelompok antivaksin menjadi kendala vaksinasi di Eropa.

"Ada beberapa faktor penularan, yakni vaksin yang tidak merata. Di Eropa itu umumnya sebagian besar infeksi yang terjadi kepada orang yang memang belum divaksin atau tidak mau divaksin," ujar Andri Hadi dalam bincang-bincang bertema "Ada Apa Covud-19 di Eropa?" yang diikuti secara daring, Kamis (2/12).

Ia mengemukakan, terdapat sejumlah negara di Eropa dengan vaksinasi yang tinggi seperti Malta, Portugal, Irlandia yang di atas 80 persen. Namun di sebagian Eropa, terutama Eropa Timur relatif rendah seperti Polandia, Kroasia, bahkan Bulgaria itu vaksinnya hanya 25 persen.

"Hal itu karena banyak kelompok-kelompok yang antivaksin. Jadi tidak merata proses vaksinasinya," katanya.

Faktor lainnya, lanjut dia, karena masyarakat di Eropa yang cenderung lalai dalam penerapan protokol kesehatan dan relaksasi aturan penanganan Covid-19 yang terlalu cepat. "Kita bangga dengan bangsa kita yang lebih patuh mengikuti imbauan pemerintah untuk prokes," ucapnya.

Terkait varian Omicron, Andri Hadi mengatakan, Eropa menganggap varian itu sebagai varian dengan risiko tinggi dan masuk dalam variant of concern. "Kasus Omicron di Eropa totalnya sekitar 61 kasus, seperti di Austria tiga, Belgia dua, Ceko satu, Denmark empat, Prancis satu, Jerman sembilan, Finlandia dua, Inggris ada 22 kasus, kasusnya mulai merata. Maka itu European Centre for Disease Prevention and Control mengklarifikasikan varian Omicron sebagai variant of concern. Mereka menganggap varian omicron very high risk," katanya.

Dalam kesempatan sama, Spesialis Mikrobiologi Klinis sekaligus Anggota Bidang Penanganan Kesehatan dan Panel Ahli Satgas Penanganan Covid-19, Budiman Bela mengatakan pihaknya belum dapat memastikan apakah varian Omicron mengakibatkan permasalahan yang besar seperti halnya varian Delta. Namun, ia mengingatkan, di Afrika Selatan diketahui peningkatan kasus cukup cepat.

Hal itu mengindikasikan bahwa ada transmisi yang kemungkinan besar bisa berpengaruh dalam penularan penyakit. "Jadi kita ketahui Afrika Selatan didominasi Delta, dan sekarang muncul Omicron yang cepat juga mendominasi di sana," ucapnya.


Baca Juga


sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler