Waspada Gelombang Ketiga dan Omicron Tapi Vaksinasi Melambat
Salah satu faktor penghambat laju vaksinasi Covid-19 di Indonesia adalah hoaks.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Rr Laeny Sulistyawati, Fauziah Mursid, Dian Fath Risalah
Laju vaksinasi Covid-19 di Indonesia saat ini menurun di tengah ancaman gelombang ketiga infeksi dan kemunculan varian Omicron. Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, jumlah suntikan harian Covid-19 tercatat mengalami penurunan selama empat pekan terakhir.
“Angka selanjutnya yang harus dicermati adalah cakupan dan laju vaksinasi di mana data menunjukan terjadinya penurunan pada jumlah suntikan harian selama empat minggu terakhir,” ujar Wiku saat konferensi pers, Kamis (2/12).
Saat ini, capaian suntikan dosis satu vaksin Covid-19 sudah hampir mencapai angka 70 persen. Namun, capaian dosis kedua baru mencapai 25 persen. Jumlah capaian inipun masih perlu terus dikejar hingga mencapai target pada akhir tahun ini.
Wiku mengingatkan, belajar dari pengalaman di sejumlah negara lain menunjukan peningkatan jumlah kasus tetap berpotensi terjadi bahkan di negara-negara dengan cakupan dosis kedua yang tinggi.
“Maka dari itu, target kita adalah meningkatkan terus cakupan dosis dua agar dapat memproteksi masyarakat dengan maksimal,” lanjut dia.
Menurut Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, salah satu penyebab menurunnya laju vaksinasi Covid-19 di Indonesia adalah, masih ada masyarakat hingga pemerintah daerah (pemda) yang pilih-pilih atau menanti vaksin merek dan jenis tertentu.
"Penurunan (laju) vaksinasi Covid-19 terjadi mungkin faktornya karena laju penularan yang semakin baik (yang kini melandai), tetapi kondisi ini membuat masyarakat tidak buru-buru divaksin. Akhirnya mereka menunggu atau memilih vaksin jenis tertentu," ujar Siti Nadia saat berbicara di konferensi virtual FMB9 bertema Vaksinasi Turun Percepatan Vaksinasi Terus Berjalan, Rabu (1/12).
Hingga saat ini, pihaknya mencatat umlah total masyarakat yang mendapatkan dosis pertama sekitar 138 juta atau 67 persen. Kemudian yang mendapatkan dosis kedua di angka 95,5 juta atau 45,8 persen.
Menurutnya, melambatnya vaksinasi karena Kemenkes mendengar mendengar banyak masyarakat menunda vaksinasi karena memilih vaksin merek tertentu, yakni Sinovac. Siti Nadia menyebut, dua hingga tiga pekan terakhir terjadi penurunan penyuntikan per harinya karena banyak daerah menunggu untuk bisa mendapatkan vaksin Sinovac.
"Kalau kami lihat masih ada kabupaten/kota yang sisa sasaran vaksinasinya masih cukup banyak misalnya Sukabumi, Jawa Barat," katanya.
Padahal, dia menambahkan, vaksin yang tersedia pada semester kedua tahun ini lebih banyak dari merek selain Sinovac. Penyebabnya, Sinovac sudah banyak digunakan pada semester pertama, saat vaksin merek lain seperti Pfizer, Moderna, Astra Zeneca belum bisa mensuplai penuh kebutuhan di Tanah Air.
"Kami berharap bahwa kabupaten/kota bisa melakukan percepatan dengan menggunakan vaksin apapun termasuk vaksin Pfizer, Astra Zeneca, dan juga Vaksin Moderna," katanya.
Siti Nadia menegaskan, semua merek vaksin sama baiknya. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat hingga pemerintah daerah jangan pilih-pilih vaksin apalagi ada varian baru seperti Omicron.
"Jadi, tentunya menjadi penting kami kembali mengimbau jangan memilih vaksin. Karena ini mencegah untuk sakit parah terhadap varian baru ini, walaupun masih banyak yang harus diteliti," ujarnya
Menurut Siti Nadia, untuk melawan varian baru Corona, diperlukan kekebalan bersama (herd immunity). Untuk itu semakin cepat cakupan vaksinasi tercapai, maka herd immunity pun semakin cepat terjadi.
"Ini penting karena kalaupun terjadi efek samping itu sebenarnya sesuatu yang biasa sebagai reaksi tubuh kita yang dilatih oleh vaksin untuk stimulus sistem kekebalan tubuh kita," ujarnya.
Ihwal daerah-daerah yang masih belum mencapai target vaksinasi, Siti Nadia memerinci ada enam ibu kota provinsi yang hingga akhir November cakupan dosis satu belum mencapai angka 70 persen. Enam ibu kota provinsi tersebut yakni Banjarmasin, Kalimantan Selatan; Padang, Sumatera Barat; Manokwari, Papua Barat; Gorontalo; Ternate, Maluku Utara; Mamuju, Sulawesi Barat.
Jika dikategorikan wilayah, baru 17 provinsi yang mencapai dosis satu sebesar 60 persen di bulan November ini. Selain itu, masih ada beberapa provinsi yang masih cukup rendah cakupan vaksinasi lansianya untuk dosis pertama, yakni Papua, Sulawesi Tenggara, Aceh, Maluku Utara, dan sebagainya.
Ia pun mendorong laju penyuntikkan vaksinasi ditingkatkan demi mengejar target cakupan vaksinasi pada akhir Desember.
"Mengingat hari efektif pelayanan vaksinasi di bulan Desember lebih sedikit, sehingga kita berharap target capaian vaksinasi dosis satu pada akhir tahun sebesar 80 persen untuk dosis satu dan dosis lengkap sebanyak 60 persen dapat tercapai," ungkapnya.
Salah satu daerah yang masih belum mencapai target cakupan vaksinasi adalah Sumatera Barat (Sumbar). Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) Provinsi Sumbar, Jasman menyebutkan, bahwa masih banyaknya informasi yang keliru (hoaks) menjadi kendala terbesar vaksinasi di daerahnya.
Untuk mengatasi tantangan hoaks dan kendala kultural, pihaknya mengedepankan pendekatan informal melibatkan alim ulama, cerdik pandai, semua lembaga serta institusi terkait. Termasuk, memberikan edukasi pentingnya vaksinasi melalui media massa dan anak-anak sekolah.
“Tiap daerah punya kiat tersendiri sesuai local wisdom (kearifan lokal) masing-masing,” ujarnya dalam Dialog Produktif Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) - KPCPEN dikutip Kamis (2/12).
Ia menjelaskan, vaksinasi relatif mudah dilaksanakan di daerah terpencil dan penduduknya tetap, dibandingkan wilayah berpenduduk banyak dengan mobilitas tinggi. Berkat kerja keras bersama, dalam dua bulan terakhir, menurutnya, cakupan vaksinasi di Sumbar meningkat cukup pesat.
Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Dedy Permadi menyatakan, berita bohong atau hoaks dan disinformasi masih menjadi kendala utama pengendalian pandemi Covid-19. Dedy mengungkapkan, Kementerian Kominfo sejak Januari 2020 hingga 2 Desember 2021 telah mengidentifikasi berbagai hoaks dan disinformasi
“Telah ditemukan sebanyak 2.010 isu hoaks Covid-19 pada 5.194 unggahan media sosial, dengan persebaran terbanyak pada platform Facebook sejumlah 4.493 unggahan,” beber Dedy.
Untuk hoaks tentang vaksinasi Covid-19, telah ditemukan sebanyak 401 isu hoaks pada 2.476 unggahan media sosial. Seperti halnya hoaks Covid-19, isu hoaks terkait vaksinasi ini juga terbanyak didapatkan pada platform Facebook yakni sebanyak 2.284 unggahan.
"Kami berharap masyarakat waspada dan terus menerapkan protokol kesehatan secara disiplin serta berhati-hati terhadap penyebaran hoaks dan disinformasi tentang varian ini. Masyarakat kami minta untuk selalu mengakses informasi atau data dari sumber terpercaya,” papar Dedy.