Risiko Impotensi Intai Pengguna Vape

Cairan vape tanpa nikotin pun membahayakan kesehatan reproduksi pria, picu impotensi.

Republika/Wihdan Hidayat
Aneka varian cairan rokok elektrik (vape). Vape sebelumnya dinilai lebih sehat daripada rokok konvensional. Akan tetapi, studi terbaru telah menunjukkan adanya risiko masalah impotensi, khususnya disfungsi ereksi.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dampak buruk dari penggunaan rokok elektrik telah dibuktikan melalui sebuah studi. Pengguna vape atau rokok elektrik memiliki risiko mengidap impotensi, khususnya disfungsi ereksi.

Tim periset dari Amerika Serikat (AS) melakukan survei terhadap hampir 14 ribu pria berusia di atas 20 tahun. Orang yang menggunakan rokok elektrik 2,4 kali lebih mungkin mengidap impotensi daripada yang tidak merokok.

Peneliti meyakini kadar nikotin yang tinggi dalam cairan perangkat rokok elektrik mengurangi aliran darah ke penis. Cairan vape tanpa nikotin pun memuat bahan kimia yang dapat mengurangi jumlah testosteron.

Studi digagas tim dari Grossman School of Medicine di New York dan Johns Hopkins University. Para periset berpendapat pengguna rokok elektrik, terutama pria, harus diperingatkan mengenai dampak buruknya.

Sekitar satu dari lima pria di Inggris dan AS ditengarai mengidap impotensi. Kondisi ini menjadi lebih umum terjadi seiring bertambahnya usia pria. Lebih dari setengah kasus yang diketahui menyerang individu di atas 50 tahun.

Rokok konvensional telah lama ditetapkan sebagai penyebab disfungsi ereksi. Hal itu karena bahan kimia yang terkandung dalam produk tembakau, seperti nikotin, merusak pembuluh darah yang terhubung ke penis.

Sementara, vape sebelumnya dinilai lebih sehat daripada rokok konvensional. Akan tetapi, studi terbaru telah menunjukkan adanya risiko masalah kesehatan reproduksi bagi pengguna rokok elektrik.

Baca Juga


Penulis utama studi, Omar El Shahawyl, menyampaikan bahwa ada 13.711 peserta yang terlibat. Jumlah itu kemudian dipersempit menjadi 11.207 peserta tanpa diagnosis penyakit kardiovaskular sebelumnya.

Pada kelompok pria dengan penyakit kardiovaskular maupun tidak, pengguna rokok elektrik dua kali lebih mungkin mengalami disfungsi ereksi. Tepatnya, 2,2 kali lebih mungkin dalam ukuran sampel yang lebih besar dan meningkat menjadi 2,4 kali lebih mungkin pada sampel tanpa penyakit kardiovaskular.

Hampir setengah dari semua peserta adalah mantan perokok, 21 persen adalah perokok aktif, dan 14 persen menggunakan rokok elektrik. Secara total, 10 persen dari semua pria dalam sampel melaporkan mengalami disfungsi ereksi.

Shahawyl mengatakan, analisisnya memperhitungkan riwayat merokok para peserta, termasuk mereka yang tidak pernah merokok sejak awal. Selanjutnya, dia berharap ada penelitian lebih lanjut mengenai implikasi potensial memakai rokok elektrik bagi kesehatan seksual pria.

"Temuan kami menggarisbawahi kebutuhan untuk melakukan studi lebih lanjut untuk mengontekstualisasikan pola penggunaan rokok elektrik yang relatif lebih aman daripada merokok," ucapnya, dikutip dari laman Daily Mail, Sabtu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler