Islam dan Keberdayaan Finansial Wanita Muslimah
Dalam agama kita yang agung, sudah terdapat sosok shahabiyyat yang merupakan niagawati sukses.
Masa kini sedang trend istilah women preneur atau lebih spesifik mom preneur, yakni para wanita dan atau ibu-ibu yang berwirausaha. Ditambah lagi dengan banyak figur wanita yg dijadikan role mode independent woman baik di dalam negeri maupun kancah internasional. Akan tetapi, sudah tahukah kita bahwasannya dalam agama kita yang agung, sudah terdapat sosok shahabiyyat yg merupakan niagawati sukses, di antaranya ummul mukminin khadijah Radhiyaallahu 'anha, disusul istri Rasulullah yang lain dan juga sepupunya, yaitu Zainab binti Jahsy Radhiyaallahu 'anha, dan tak kalah dari itu sosok yang namanya disebutkan dalam sebuah hadist dan merupakan istri dari ulama di kalangan sahabat yaitu Zainab Binti Muawiyah Radhiyaallahu 'anha. Maka sebagai wanita muslimah tentu tidak perlu lagi kita terpukau melihat wanita-wanita sukes di luar Islam, karena teladan kita ada di dalam agama kita sendiri yang nama mereka ditorehkan dalam tinta emas sejarah peradaban Islam.
Melihat kenyataan ini wanita muslimah hendaknya tidak perlu merasa minder melainkan harus memiliki integritas, termasuk berintegritas di bidang ekonomi dengan berdaya secara finansial. Kondisi perekonomian saat ini yang sedang tidak stabil, banyaknya usaha yang terpaksa “gulung tikar”, PHK terjadi di mana-mana, yang bisa jadi salah satunya para suami dari wanita tersebut. Keberdayaan ekonomi wanita tidaklah dipandang sebagai bentuk melawan hegemoni patriarki atau merasa sudah bisa lebih hebat dari kaum pria dan atau suaminya bahkan meninggalkannya dalam keterpurukan seperti yang banyak terjadi akhir-akhir ini tingkat perceraian tinggi karena masalah ekonomi, namun bagaimana ia mampu menopang kebutuhan rumah tangga sampai sang kepala rumah tangga bisa kembali pada hakikatnya sebagai pencari nafkah utama. Seperti tauladan kita Zainab Binti Muawiyah membantu suaminya Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu dengan menyamak kulit membuat kerajinan tangan yang keuntungannya disedekahkan kepada beliau.
Syariat kita tidak melarang seorang wanita untuk menunjukkan eksistensinya di kancah dunia sepanjang tidak bertentangan dengan kodratnya yang sudah digariskan ilahi baik sebagai istri, ibu maupun sebagai pribadi wanita itu sendiri. Terlebih lagi saat ini kecanggihan teknologi dan arus informasi yang begitu cepat dan signifikan membuat semua aspek kehidupan dapat diakses tanpa harus ke luar rumah berbarengan kondisi pandemi COVID-19 memaksa orang-orang untuk tetap beraktivitas di rumah saja, meski kondisinya saat tulisan ini diturunkan sudah mulai terjadi penurunan dengan dibukanya WFO (Work From Office) bagi pekerja kantoran dan PTM (Pembelajaran Tatap Muka) bagi pelajar dan mahasiswa. Situasi seperti ini dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh kalangan wanita agar roda perekonomian baik keluarga maupun masyarakat terus berputar dan dapat dikelola dari rumah tanpa harus meninggalkan rumahnya.
إنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Quran Surah ar-Ra’d: 11)
Atau dalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,”Ada seseorang bertanya,”kasb (penghasilan) apakah yang paling baik wahai Rasulullah? Beliau menjawab,”Penghasilan seseorang dari jerih payah tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi)”. (Hadist Riwayat Ahmad 4:141, Hasan Lighairihi)
Nash yg tercantum dalam al-Quran dan al-Hadist tentang berwirausaha maupun mandiri secara finansial tidaklah hanya dikhususkan untuk kaum laki-laki saja, namun ayat-ayat tersebu bersifat secara umum. Seperti yang juga berlaku pada kaidah fiqih, “al ashlu fil mu’amalah alibahah hatta yadulla addalilu ‘ala tahrimihi”, yakni hukum asal persoalan muamalah adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya.
Menyikapi kaidah fiqh tersebut maka sepanjang tdk ada dalil yang melarang wanita untuk mengembangkan dirinya, termasuk berwirausaha dan mencapai kemandirian ekonomi maka sah sah saja seorang wanita muslimah untuk terjun dan berkecimpung di dalamnya.
Bukankah wanita dalam dien ini merupakan sosok yang sangat diistimawakan sehingga disebut sebagai tiang negara, jika kaum wanita suatu negeri rusak maka rusaklah sendi negara tersebut. Maka dikaitkan denga bidang finansial, wanita yang berdaya tentunya berkontribusi pada kokohnya tiang bahkan pondasi negara. Wanita dengan keberdayaan finansialnya mampu menjaga iffah dan izzah diri, keluarga, agama dan negaranya. So masihkah kita ragu untuk meraih keberdayaan finansial?!