Hak Suami dan Istri yang Membatalkan Hak Allah
Allah telah membuat hak pasangan lebih utama daripada hak Allah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kita harus tahu bahwa Allah telah membuat hak pasangan lebih utama daripada hak Allah.
Beberapa hak istri yang membatalkan hak Allah
1. Rasulullah saw. memerintahkan seorang pria untuk mengurungkan kepergiannya untuk berjihad supaya dia bisa menemani istrinya dalam perjalanannya menunaikan ibadah haji: Ibn 'Abbas r.a. berkata, "Seorang laki-laki bertanya pada Rasulullah saw., "Wahai Rasulullah, aku ingin berangkat bersama pasukan ke medan perang Anu, tapi istriku ingin menunaikan ibadah haji. Dan Rasulullah menjawab, "Temani istrimu." (HR Bukhari dan Muslim)
2. Rasulullah saw. mendorong 'Utsman untuk tidak ikut dalam Perang Badar agar dia bisa merawat istrinya yang sakit: Ibn 'Umar r.a. berkata, "Mengenai 'Utsman yang tidak ikut dalam Perang Badar, (itu karena) dia adalah suami dari putri Rasulullah saw. dan wanita itu sedang sakit. Rasulullah berkata padanya, 'Pahala dan bagianmu sama dengan orang-orang yang ikut dalam Perang Badar."
3. Rasulullah saw. memerintahkan para peziarah untuk cepat-cepat kembali pada keluarga mereka, supaya tidak meninggalkan mereka terlalu lama: Siti Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah berkata, "Barang siapa di antara kalian yang telah menyelesaikan ibadah hajinya hendaklah segera pulang pada keluarga, karena hal itu lebih bermanfaat baginya." (HR al-Hakim)
4. Seorang suami tidak boleh meninggalkan istrinya sendirian di tempat yang sepi atau di wilayah yang terpencil di mana wanita itu mungkin menghadapi bahaya, bahkan jika sang suami ingin pergi masjid. Dalam kejadian seperti itu, pria itu harus mengajak istrinya atau mencari seseorang yang bisa menemani istrinya selama dia pergi.
Beberapa hak suami yang membatalkan hak Allah
1. Rasulullah saw. melarang seorang istri menjalankan puasa sunnah tanpa izin suaminya: Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
لا يحل للمرأة أن تصوم وزوجها شاهد إلا بإذنه
"Tidaklah halal bagi seorang wanita untuk berpuasa sedangkan suaminya ada (tidak bepergian) kecuali dengan izin suaminya," (HR Bukhari dan Muslim).
Abu Sa'id diriwayatkan pernah mengatakan, "Seorang wanita mendatangi Rasulullah saw. dan berkata, 'Wahai Rasulullah, suamiku, Safwan ibn al-Mu'attil memukuliku jika aku mendirikan sholat dan memaksaku membatalkan puasa ketika aku sedang berpuasa. Maka Rasulullah bertanya kepada Safwan tentang apa yang dikatakan wanita itu, dan pria itu menjawab, 'Wahai Rasulullah, mengenai perkataan istriku bahwa aku memaksanya membatalkan puasanya, karena aku masih muda dan aku tidak sabaran.' Dan Rasulullah saw. bersabda, "Tidaklah halal bagi seorang wanita untuk berpuasa sedangkan suaminya ada (tidak bepergian) kecuali dengan izin suaminya." (HR Abu Dawud)
2. Seorang istri tidak boleh pergi ke masjid atau mengunjungi keluarganya tanpa izin suaminya.
3. Seorang istri tidak diperbolehkan meninggalkan rumahnya un uk mengunjungi orang tuanya, keluarganya, atau bahkan pergi ke masjid tanpa izin suaminya. Ini karena kepatuhan pada suami merupakan kewajiban, sedangkan mengunjungi keluarga atau pergi masjid bukan. Meski demikian, harus dicatat pria diperintahkan untuk hidup bersama istri/istri-istrinya dengan mengutamakan belas kasih dan kesetaraan, dan tidaklah adil melarang seorang istri mengunjungi orang tua atau pergi ke madjid.
Anas r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
إذا صلت المرأة خمسها وصامت شهرها وحصنت فرجها وأطاعت بعلها دخلت من أني أبواب الجنة شاءت.
"Jika seorang wanita mendirikan sholat, berpuasa di bulan Ramadhan, melindungi auratnya (menjaga kesucian di rinya) dan mematuhi suaminya, dia akan memasuki Surga lewat pintu mana pun yang dia pilih," (HR Abu Nu'aim).