Satgas: Kondisi Geografis Cegah Importasi Omicron

Kondisi geografis Indonesia memiliki nilai positif dalam menerapkan karantina.

Tangkapan layar.
Omicron Variant (ilustrasi).
Rep: Dessy Suciati Saputri Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, untuk mengantisipasi masuknya varian baru Omicron, Indonesia melakukan pembelajaran penanganan dari tiga negara, yakni Inggris, Denmark, dan Afrika Selatan.


Meskipun ketiganya telah menerapkan karantina dan pembatasan pelaku perjalanan internasional, namun ketiga negara tersebut menghadapi tantangan kasus Omicron dalam jumlah besar. Wiku menilai, dibandingkan kondisi negara-negara di Eropa, kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki nilai positif dalam menerapkan karantina dan pembatasan pelaku perjalanan.

"Indonesia dengan bentuk negara kepulauan dapat menerapkan kebijakan perjalanan internasional dan karantina dengan lebih mudah," ujar Wiku saat konferensi pers, dikutip pada Rabu (15/12).

Wiku menjelaskan, peningkatan kasus konfirmasi Omicron di negara Eropa terjadi karena dekatnya perbatasan antar negara dalam satu daratan, tingkat ketergantungan antarnegara, dan mobilitas penduduk lintas negara.

Di Inggris, masuknya varian Omicron terjadi di tengah kenaikan kasus. Data menunjukkan Inggris mengalami kenaikan kasus sebesar 51,5 persen dalam 1 bulan terakhir. Kenaikan ini terjadi setelah adanya penurunan kasus.

Baca juga : Satgas Ingatkan Dokumen yang Harus Dibawa untuk Vaksinasi Anak

Inggris pun menerapkan kebijakan perjalanan internasional yaitu bagi pelaku perjalanan dosis lengkap diwajibkan RT-PCR pada hari ke-2 pascakedatangan dan jika positif, maka wajib karantina 10 hari yang dilakukan secara mandiri.

Sementara bagi yang belum dosis lengkap, wajib karantina 10 hari dan testing di hari ke 2 dan 8. Proses karantina tersebut dilakukan secara mandiri. Sedangkan bagi pelaku perjalanan yang berasal dari negara red list dilarang masuk. Hal yang sama diberlakukan kepada yang bukan warga negara dan tidak memiliki izin tinggal.

Sementara warga negara Inggris yang berasal dari negara red list, wajib karantina 10 hari dengan RT-PCR wajib pada hari ke-1 dan ke-8. "Sayangnya kebijakan yang ditetapkan Inggris ini tidak mampu menahan masuknya varian baru. Saat ini, lebih dari 3 ribu kasus yang disebabkan Omicron," lanjutnya.

Sementara di Denmark, juga mengalami hal serupa dengan Inggris. Ancaman Omicron datang saat kasus mengalami kenaikan. Kasusnya mengalami peningkatan signifikan dan melonjak hampir 2.000 persen dalam 2,5 bulan.

Baca juga : Ini Langkah Pemerintah dalam Memperketat Pengawasan Karantina untuk Cegah Omicron

Kebijakan yang ditetapkan Denmark yakni bagi pelaku perjalanan yang berasal dari negara Uni Eropa dan negara dengan risiko Covid-19, tidak wajib melakukan karantina. Namun wajib tes PCR 1x24 jam setelah kedatangan dan telah divaksin menggunakan Pfizer, Johnson and Johnson, Moderna dan AstraZeneca.

Sementara bagi pelaku perjalanan yang berasal dari negara dengan varian Omicron dan risiko Covid-19 yang tinggi, wajib menyertakan RT-PCR 3x24 jam sebelum kedatangan, tes antigen atau PCR 1x24 jam pascakedatangan, dan melakukan karantina selama 10 hari dan karantina yang dilakukan secara mandiri.

"Sayangnya, kebijakan yang ditetapkan Denmark juga belum mampu mencegah masuknya varian Omicron. Tercatat 2.471 kasus positif Covid-19 yang diidentifikasi disebabkan oleh varian omicron," lanjutnya.

Sedangkan di Afrika Selatan sedang mengalami lonjakan kasus ketika varian Omicron ditemukan. Kasus yang sudah sempat mencapai level yang sangat rendah kemudian naik 7.000 persen dalam waktu 1 bulan.

Kebijakan pelaku perjalanan internasional yang diterapkan oleh Afrika Selatan berlaku sama bagi semua negara. Yaitu wajib tes PCR 3x24 jam sebelum kedatangan, pada saat kedatangan diwajibkan melakukan tes antigen, jika positif maka pelaku perjalanan wajib melakukan karantina selama 10 hari.

"Saat ini kasus konfirmasi varian Omicron di Afrika Selatan sudah mencapai 779 kasus," tambah Wiku.

Baca juga : Gejala Serangan Jantung Datang Diam-Diam dan tanpa Disadari

Jika dibandingkan dengan negara-negara tersebut, Indonesia sedang berada dalam kondisi kasus yang cenderung terkendali ketika adanya ancaman varian Omicron. Selama 5 bulan berturut-turut Indonesia telah mengalami penurunan kasus hingga 99,5 persen dari puncak kasus kedua.

"Tentunya kondisi yang sudah dicapai dengan susah payah ini seyogyanya dijadikan semangat dalam menjaga kasus tetap rendah dan terhindar dari masuknya varian baru," kata Wiku.

Karena itu, dia pun mengimbau seluruh masyarakat agar menaati kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam penanganan Covid-19 di Indonesia. Meskipun saat ini, kasus Covid-19 di Indonesia cukup terkendali dan belum terdeteksi kasus Omicron, namun implementasi kebijakan yang dilakukan berlapis baik karantina dan testing.

Ditegaskan Wiku, setiap individu warga negara Indonesia ikut bertanggung jawab dengan kondisi kasus Covid-19 di Indonesia. "Jadilah contoh yang baik untuk sesama warga negara Indonesia, agar kebijakan yang disusun sedemikian rupa guna mencegah importasi kasus terutama varian Omicron dapat terimplementasi dengan baik," kata dia.

Baca juga : Ini Lima Drama Korea yang Paling Banyak Ditonton di Netflix

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler