Studi Ungkap Risiko Rawat Inap Pasien Omicron Lebih Rendah Dibandingkan Delta

Penurunan rawat inap harus diimbangi dengan risiko infeksi Omicron yang lebih besar.

ap/Mike Egerton/PA
Orang-orang berjalan melewati papan reklame yang mengundang warga untuk memakai masker wajah untuk mengekang penyebaran COVID-19, di Nottingham, Inggris, Senin (20/12). Studi Universitas Oxford pekan ini menyatakan bahwa, risiko rawat inap pasien Omicron lebih rendah daripada pasien Delta. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fergi Nadira, Dian Fath Risalah, Dessy Suciati Saputri, Reuters

Berdasarkan riset Imperial College London yang diterbitkan pada Rabu (22/12), risiko kebutuhan rawat inap bagi pasien Covid-19 Omicron sebesar 40-45 persen lebih rendah ketimbang pasien varian Delta. Namun, setiap negara tetap diminta untuk bisa menekan penyebaran Omicron yang memiliki kecepatan menular lebih hebat daripada Delta.

"Secara keseluruhan kami mendapati bukti penurunan risiko rawat inap Omicron daripada Delta, rata-rata untuk semua kasus selama studi," kata peneliti yang menganalisis data kasus yang dikonfirmasi dari PCR antara 1-14 Desember.

Para ilmuwan berlomba-lomba untuk menjawab pertanyaan seputar keganasan dan tingkat keparahan Omicron guna membantu pemerintah menangani varian yang menyebar sangat cepat itu. Penelitian Inggris menyusul studi di Afrika Selatan pada Rabu yang menemukan bahwa 80 persen orang yang terdiagnosa Omicron pada 1 Oktober - 30 November tidak dibawa ke rumah sakit dibanding dengan pasien varian lain dalam jangka waktu yang sama.

Peneliti Imperial College mengatakan, risiko kunjungan ke rumah sakit karena varian Omicron antara 20-25 persen lebih rendah dari varian Delta. Namun, mereka menambahkan bahwa penurunan rawat inap harus diimbangi dengan risiko infeksi Omicron yang lebih besar.

Pada Rabu, Inggris pertama kalinya melaporkan lebih dari 100 ribu kasus baru sejak pengujian Covid-19 diperluas. Perkiraan mereka dari penelitian itu menunjukkan bahwa orang-orang yang mendapatkan sedikitnya dua dosis vaksin, secara substansial masih terhindari dari rawat inap.

Pada Selasa (21/12), Universitas Oxford mengungkapkan data bahwa tiga dosis vaksin AstraZaneca efektif memberikan perlindungan dari varian Omicron. Diketahui, AstraZaneca adalah vaksin yang paling banyak digunakan di Inggris.

Berdasarkan studi, dosis ketiga AstraZaneca mampu menetralisir serangan Omicron, seperti yang terjadi terhadap Delta pada dosis kedua vaksinasi. Studi oleh Universitas Oxford ini diklaim independen dan terpisah dari orang-orang yang bekerja di perusahaan (AstraZaneca).

"Saat kita semakin memahami Omicron, kami meyakini bahwa kami akan menemukan respons T-cell menyediakan perlindungan lebih mencegah penyakit parah dan hospitalisasi (pasien ke rumah sakit)," kata Kepala Penelitian dan Pengembangan Biofarmasi AstraZaneca, Mene Pangalos, Selasa.

Pihak AstraZaneca menambahkan, level antibodi melawan Omicron setelah dosis ketiga atau booster ditemukan lebih tinggi daripada antibodi pada orang yang telah terinfeksi dan sembuh secara alami dari Covid-19. Meski data awal positif bagi perusahaan, AstraZaneca menyatakan, bahwa mereka masih bekerja sama dengan Universitas Oxford untuk memproduksi vaksin yang dikhususkan melawan Omicron.

 

Di Indonesia, kasus positif Covid-19 varian Omicron dilaporkan bertambah tiga orang. Sehingga, sampai saat ini jumlah kasus positif ada delapan orang.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmidzi mengatakan, tiga kasus baru itu Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari Malaysia dan Kongo.

Baca Juga



“Tambahan kasus satu lagi, satu orang dari Malaysia dan dua orang dari Kongo. Mereka ini Pekerja Migran Indonesia," kata Nadia kepada Republika, Kamis (23/12).

Nadia mengatakan, kondisi tiga kasus baru Omicron tersebut dalam kondisi bergejala ringan. Ia juga memastikan bahwa dengan temuan kasus itu, maka seluruh kasus Omicron di Indonesia merupakan imported case atau kasus dari penularan perjalanan luar negeri.

"Gejala ringan batuk sedikit," kata Nadia.

Saat ini, lanjut Nadia, ketiganya sedang menjalani karantina di Wisma Atlet Jakarta. Kasus ini, sambung Nadia, juga sudah dilaporkan melalui lembaga Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID). GISAID merupakan sebuah lembaga bank data yang saat ini menjadi acuan untuk data genom virus corona SARS-CoV-2.

Nadia memastikan, saat ini pengetatan di pintu masuk negara terus diperketat, terutama di perbatasan laut, dan darat. Karena, positivity rate di pintu masuk laut dan darat 10 kali lebih tinggi daripada di udara.

Nadia juga mengimbau masyarakat untuk tetap mewaspadai penyebaran Omicron dan virus Covid-19 jenis lainnya. Masyarakat juga diminta untuk mengurangi mobilitas dan tetap disiplin melaksanakan protokol kesehatan.

"Tetap gunakan masker, rajin mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak. Jangan lengah dan tetap waspada terhadap penularan virus Covid-19, terutama omicron yang laju penyebarannya sangat cepat," tambah dia.

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat, berdasarkan data per 19 Desember, angka keterpakaian tempat tidur atau BOR di rumah sakit rujukan Covid-19 secara nasional, baik untuk kamar isolasi maupun ICU mencapai sebesar 2,73 persen. Bahkan, kata Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, angka keterisian tempat tidur per provinsi juga tak lebih dari 30 persen.

“Sehingga dapat disimpulkan kondisi pelayanan di rumah sakit masih terkendali dan tidak terjadi peningkatan perawatan akibat lonjakan kasus,” jelas Wiku saat konferensi pers, Kamis (23/12).

Wiku juga mengonfirmasi penyataan Nadia bahwa, hingga saat ini telah ditemukan delapan kasus positif bervarian Omicron di Indonesia. Kasus tersebut telah diskrining di pintu kedatangan dan juga telah diisolasi dan ditangani oleh tenaga kesehatan profesional.

Wiku memastikan, jika para pasien mendapatkan hasil negatif setelah menjalani masa karantina, maka penyintas Covid-19 tak lagi mampu menularkan virus tersebut ke orang lain.

“Meskipun demikian, kita masih harus terus waspada terutama mengingat data-data awal menunjukan kasus Omicron cenderung bergejala ringan atau bahkan tanpa gejala,” tambahnya.

Karena itu, upaya testing, tracing, dan karantina menjadi kunci dalam melakukan skrining kasus dengan baik. Sehingga, kasus yang ditemukan dapat segera ditangani dan tak meluas.

Untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan kasus, pemerintah pun mendorong rumah sakit di seluruh daerah agar melakukan persiapan langkah kontingensi yakni melakukan konversi tempat tidur untuk layanan Covid-19 jika kapasitas keterisiannya sudah melebihi 60 persen.

Beda gejala infeksi varian omicron dan delta. - (Republika)


 

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler