Dua Tahun Pandemi, 4 Pertanyaan Soal Covid-19 Ini Belum Juga Terpecahkan

Para ilmuwan masih berjuang menjawab pertanyaan besar soal Covid-19.

Pixabay
Para ilmuwan masih berjuang menjawab pertanyaan besar soal Covid-19 (Foto: ilustrasi Covid-19)
Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, 

Baca Juga


Oleh: Gumanti Awaliyah

Pada Desember 2019, sekelompok pasien di Wuhan, China, mulai mengeluhkan gejala pneumonia yang kemudian diidentifikasi sebagai Covid-19. Virus itu dengan cepat menyebar ke berbagai negara dan telah menginfeksi 227 juta jiwa serta mengakibatkan lebih dari 5 juta kematian.

Sejak itu, para ahli mulai berkutat mengatasi lonjakan kasus dengan menciptakan vaksin. Namun, setelah dua tahun pandemi Covid-19, para ilmuwan masih berjuang untuk menjawab beberapa pertanyaan besar. Apa saja? Berikut seperti dilansir dari CNET, Selasa (28/12).

 

1. Mengapa Covid membuat beberapa orang sakit lebih parah, termasuk long covid?

Kita tahu Covid-19 menyebabkan banyak gejala mulai dari sakit kepala, demam, disorientasi, mual dan muntah, bahkan kehilangan fungsi indera perasa dan penciuman. Hingga kini para ilmuwan masih belum menemukan jawaban tentang mengapa beberapa orang mengalami penyakit serius dan yang lain tidak. Usia jelas merupakan korelasi terbesar untuk penyakit parah. 

"Tetapi ada orang berusia 29 tahun bahkan anak-anak yang meninggal karena covid, bahkan ketika semua indikasi menunjukkan bahwa mereka seharusnya memiliki perjalanan penyakit yang ringan,” kata Gigi Gronvall dari Johns Hopkins Center for Health Security.

Begitupun halnya dengan long covid. WHO telah mengeluarkan definisi long covid yang mencakup berbagai gejala termasuk kelelahan, kesulitan bernapas, sulit tidur, sulit fokus, cemas dan depresi. Meski begitu, penyebab kondisi tersebut belum diketahui secara jelas.

 

2. Berapa lama kekebalan dari vaksin bertahan dengan varian seperti omicron?

Vaksin Covid-19 pertama mulai digunakan setahun yang lalu di AS, dan dua yang paling efektif di AS yaitu Moderna dan Pfizer/BioNTech. Meski demikian, seiring munculnya berbagai varian baru, para ilmuwan terus mengumpulkan informasi tentang seberapa efektif vaksin yang sudah ada dan berapa lama sampai efektivitasnya mulai menurun.

"Kami pasti masih mencari tahu itu. Kami melihat bahwa perlindungan dari vaksin berkurang lebih awal dari enam bulan, itulah sebabnya booster direkomendasikan pada enam bulan,” kata Gronvall.

Menurut WHO, vaksin Pfizer dan Moderna jauh kurang efektif dalam mencegah infeksi oleh strain omicron daripada varian Covid-19 sebelumnya. Vaksin lain termasuk dari Johnson & Johnson, AstraZeneca, dan yang diproduksi di Rusia dan China bahkan kekebalannya jauh lebih menurun menghadapi varian omicron.

 

3. Apakah akan ada lebih banyak varian di masa depan?

Virus terus bermutasi. Kadang-kadang mutasi ini menghasilkan strain penyakit baru yang muncul dengan cepat dan menghilang. Di sisi lain, mereka bertahan dan menciptakan lonjakan kasus dan penyakit. Dalam dua tahun, Covid-19 telah bermutasi menjadi lima “variant of concern” menurut WHO yang ditinjau berdasar tingkat keparahan penyakit, efektivitas penanggulangan medis, dan kemampuan strain untuk menular antar manusia.

Pejabat kesehatan memperingatkan bahwa semakin lama pandemi berlangsung dan semakin banyak yang tidak divaksinasi, maka semakin banyak waktu bagi virus untuk menyebar dan bermutasi. 

"Kami masih belum mampu memprediksi varian baru dan memproyeksikan apa artinya di dunia nyata. Kami memiliki alat yang lebih baik untuk membaca materi genetik dan menentukan kapan varian muncul. Tapi kami tidak bisa membacanya seperti buku,” kata Gronvall.

 

4. Dari mana asalnya Covid-19?

Para ahli masih belum yakin bagaimana Covid-19 muncul. Teori yang berlaku saat ini adalah virus SARS-CoV-2 ditularkan dari binatang ke manusia. Gejala pertama Covid-19 dilaporkan di dekat pasar grosir seafood Huanan, Wuhan, China. Menurut berbagai sumber, termasuk studi Scientific Reports pada Juni 2021, pasar itu juga memperdagangkan hewan eksotis sebagai hewan peliharaan dan makanan, termasuk luwak, landak, hingga musang.

Namun yang lain mengklaim bahwa SARS-CoV-2 muncul dari kebocoran di laboratorium penelitian virus di Wuhan. Meskipun belum ada bukti kuat untuk mendukung teori kebocoran laboratorium, mantan Presiden Donald Trump dan para pendukungnya yakin dengan teori itu.

“Tapi karena pemerintah China menutup pasar Huanan dan menghapus semua bukti segera setelah kasus Covid dikaitkan dengannya, para peneliti kemungkinan tidak akan pernah menemukan penyebab hewan yang tepat,” kata Gronvall.

Untuk mengungkap lebih lanjut tentang munculnya Covid-19, musim panas ini, Presiden Joe Biden mengarahkan intelijen federal untuk kembali menyelidiki asal-usul virus.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler