Kelompok Pendaki Muslim Inggris Tetap Semangat Meski Dikritik

Kritik bermunculan ketika mereka mengunggah kegiatan saat Natal di Facebook.

Muslim Hikers
Kelompok Pendaki Muslim Inggris Tetap Semangat Meski Dikritik. Komunitas pendaki Muslim di Inggris, Muslim Hikers.
Rep: Kiki Sakinah Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Ketika Haroon Mota membuat halaman bernama Muslim Hikers selama masa karantina akibat pandemi virus corona, dia menerima banyak pesan dari orang-orang yang merasa senang karena komunitas pendaki gunung demikian telah dibuat.

Baca Juga


Sejak itu, komunitas pendaki Muslim di Inggris itu berkembang. Ratusan anggotanya tersebar di seluruh Inggris. Mereka bertemu untuk turut aktif di luar ruangan bersama.

Akan tetapi, ketika mereka mengunggah foto-foto pendakian besar di Peak District pada Hari Natal di media sosial, mereka menerima berbagai komentar kasar. Kendati begitu, Haroon mengatakan cercaan itu tidak akan menghentikan mereka dan semangat sejati dari komunitas pendaki gunung sudah begitu luar biasa.

Meskipun orang-orang dari semua latar belakang dipersilakan bergabung dengan Muslim Hikers, Haroon berupaya untuk memberikan dukungan bagi orang-orang yang kesepian setelah lockdown. Dia mengatakan, tidak cukup banyak orang dari latar belakang Muslim yang menikmati rekreasi di luar ruangan karena gaya hidup dan norma budaya yang berbeda.

"Bagi saya, misalnya, seiring tumbuh dewasa, saya tidak pernah memiliki pengalaman mengunjungi taman nasional dan pergi hiking," kata Haroon, dilansir di BBC, Kamis (30/12).

 

Pada Hari Natal, lebih dari 130 orang bergabung dengan pendakian pagi selama beberapa jam, termasuk kelompok pendukung wanita yang bercerai yang ditinggalkan selama pandemi. Perjalanan itu memang telah direncanakan sebagai pendakian musim dingin. Rombongan pendaki gunung pun disambut oleh orang-orang yang mereka lewati di pedesaan.

Akan tetapi, ketika mereka mengunggah gambar pada Hari Natal di Facebook, sejumlah komentar negatif muncul. Beberapa komentar menunjukkan mereka bukan pejalan kaki yang baik. Sebagian komentar mengatakan kelompok yang begitu besar akan merusak jalan setapak dan ekosistem.

Sebagian besar komentar mendukung aksi kelompok pendaki gunung ini, namun foto-foto yang yang dibagikan di grup berjalan yang lainnya telah menuai sejumlah kritik. Mereka jelas tidak ingin komentar-komentar itu membuat orang tersinggung.

"Saya selalu merasa sangat disambut di luar ruangan. Tetapi bukan kebetulan kami paling kurang terwakili dalam hal olahraga dan aktivitas fisik," kata Haroon.

"Saya pikir sangat penting untuk mencoba dan membantu memahami apa hambatan bagi komunitas kita, kemudian berbuat lebih banyak untuk mencoba dan mendapati diri kita keluar ruangan," ujarnya.

 

Dia mengatakan, ada rasa aman yang dirasakan orang-orang saat berada dalam kelompok tersebut. Karena itu, ia mengaku tidak mengharapkan semua komentar yang tidak menyenangkan demikian muncul.

"Tentu saja mayoritas mendukung, tetapi ada akumulasi besar dari komentar yang menghina. Ini bisa sangat merugikan dan menghalangi," kata Haroon.

Tidak dipungkiri, menurut Haroon, cercaan tersebut adalah yang terburuk bagi orang-orang yang bepergian untuk pertama kalinya. Pasalnya, mereka menjadi sasaran dari komentar buruk itu secara daring dan hal itu bisa saja terjadi secara langsung.

"Sudah ada persepsi tentang alam bebas sebagai domain putih yang tidak ramah. Ada banyak laporan terdokumentasi tentang orang-orang yang mengenakan jilbab dan atau pria dalam pakaian tradisional menjadi sasaran komentar tidak baik dan hinaan rasialis," lanjutnya.

Namun, berbagai cercaan tersebut tidak lantas membuat mereka patah semangat atau mengurungkan niat untuk melakukan pendakian kembali. Para pendaki Muslim ini justru tengah merencanakan perjalanan besar lainnya ketika cuaca membaik.

"Selama dua hari terakhir kami telah melihat solidaritas dari masyarakat luas. Itulah semangat sejati dari alam bebas dan hanyalah minoritas kecil yang ingin mempersulit kami," tambahnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler