KPK Kesulitan Dapatkan Dokumen dari TNI Soal Dugaan Korupsi Helikopter AW-101

KPK kesulitan mendapatkan data terkait dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101

Republika/Putra M. Akbar
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaku KPK kesulitan mendapatkan data terkait dengan dugaan korupsi pembelian helikopter Augusta Westland (AW)-101.
Rep: Rizkyan Adiyudha Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku kesulitan mendapatkan data terkait dengan dugaan korupsi pembelian helikopter Augusta Westland (AW)-101. Hal tersebut berdampak pada pengusutan perkara tersebut di lembaga antirasuah.

Baca Juga


"Karena, beberapa kali ketika kami berkoordinasi dengan pihak TNI waktu itu kami juga masih kesulitan mendapatkan dokumen-dokumen dari pihak TNI," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, di Jakarta, Kamis (30/12).

Meski demikian, Alexander juga tidak merinci dokumen yang dimaksud. Kendati, dia mengaku tidak mengetahui keberadaan dokumen-dokumen tersebut saat ini.

"Kami enggak tahu perkembangannya saat ini, apakah dokumen itu sudah didapatkan," katanya.

Kasus dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101 dibongkar lewat kerja sama antara Puspom TNI di era Panglima Jendral Gatot Nurmantyo dengan KPK. Meski demikian, penyidikan kasus tersebut di TNI sudah dihentikan.

KPK mengaku akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Puspom TNI terkait pengusutan perkara dimaksud. Alex mengatakan, hal ini mengingat kewenangan KPK hanya menyangkut korupsi yang dilakukan penyelenggara negara.

Sedangkan KPK telah menetapkan satu tersangka dari pihak swasta dalam perkara tersebut meskipun belum dilakukan penahanan terhadap dugaan pelaku dimaksud. Tersangka itu dari unsur swasta yakni Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia.

"Ini swasta, kami waktu itu kan berharap penyelenggara negaranya itu yang ditangani oleh TNI, jadi nyambung di sana berlanjut ada dakwaan dan dakwaan itu menyebutkan bersama-sama dengan yang kita tangani itu nyambung," katanya.

"Tapi, ketika di sana dihentikan tentu cantolannya menjadi enggak ada kita, ini kan penyelenggara negara," lanjutnya.

Kendati, Alex mengaku kalau KPK akan mencoba mengusut perkara lantaran ada kerugian negara dalam transaksi tersebut. KPK, sambung dia, nantinya bisa berkoordinasi dengan aparat penegak hukum antara kejaksaan atau kepolisian dalam menangani perkara tersebut.

Dalam perkara ini, Puspom TNI kemudian menetapkan lima tersangka dari unsur militer dalam perkara tersebut. Mereka adalah Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama FA yang merupakan mantan pejabat pembuat komitmen atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017.

Tersangka lainnya adalah Letnan Kolonel TNI AU (Adm) WW selaku mantan Pekas Mabesau, Pelda SS selaku Bauryar Pekas Diskuau, Kolonel (Purn) FTS selaku mantan Sesdisadaau, dan Marsekal Muda (Purn) SB selaku Staf Khusus KSAU atau eks Asrena KSAU.

T Diratama Jaya Mandiri selaku perantara diduga telah melakukan kontrak langsung dengan produsen helikopter AW-101 senilai Rp 514 miliar. Pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya menaikkan nilai jualnya menjadi Rp 738 miliar. Sehingga diyakini ada potensi kerugian negara sebesar Rp 220 miliar dalam pengadaan helikopter AW-101 tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler