Ini Tanda Pandemi akan Berakhir Menurut Para Ahli

Beberapa ahli mengatakan dunia harus belajar untuk hidup berdampingan dengan Covid-19

AP/Alastair Grant
Seorang komuter berjalan melewati poster informasi TFL (Transport for London) yang memberi tahu penumpang bahwa wajib memakai masker di angkutan umum untuk menghentikan penyebaran COVID-19, di London, Selasa, 30 November 2021. Beberapa ahli mengatakan dunia harus belajar untuk hidup berdampingan dengan Covid-19.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Beberapa ahli mengatakan dunia harus belajar untuk hidup berdampingan dengan Covid-19 yang tidak akan pernah hilang. Spesialis penyakit menular di Yale School of Public Health, Albert Ko, mengatakan mutasi varian Covid-19 akan terus terjadi dan dunia sudah memiliki vaksin sebagai penangkalnya.

Menurut Ko, mutasi varian Omicron telah mendorong kenaikan kasus Covid-19 secara global sehingga dunia harus kembali memberlakukan tindakan pencegahan. Namun di sisi lain, vaksin menawarkan perlindungan yang kuat dari penyakit serius, meskipun tidak selalu mencegah infeksi ringan.

Menurut Ko, Omicron tidak mematikan seperti beberapa varian sebelumnya. Masyarakat global akan mendapatkan perlindungan baru terhadap varian lain yang mungkin akan muncul di masa depan. “Tentu saja Covid-19 akan bersama kita selamanya. Kami tidak akan pernah bisa membasmi atau menghilangkan Covid-19, jadi kami harus mengidentifikasi tujuan kami," ujar Ko.

Untuk menyatakan berakhirnya pandemi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) harus menentukan berapa banyak negara yang telah mengurangi kasus Covid-19 secara memadai. Termasuk jumlah rawat inap dan kematian.

Namun, para ilmuwan berpendapat tolak ukur untuk menentukan berakhirnya pandemi masih belum jelas. Karena, negara-negara berpenghasilan rendah masih berjuang untuk memenuhi kekurangan vaksin atau perawatan kesehatan yang memadai. Sementara, beberapa negara lainnya lebih mudah bertransisi sebagai negara “endemik”.

Pakar penyakit menular dari Harvard T.H. Chan School of Public Health, Stephen Kissler, mendefinisikan periode endemik sebagai semacam kondisi mapan yang dapat diterima untuk menangani Covid-19. Menurutnya, krisis Omicron menunjukkan dunia belum mencapai tahap endemik.

“Saya pikir kita akan mencapai titik di mana SARS-CoV-2 menjadi endemik seperti halnya flu yang endemik,” ujar Kissler.

Kissler mengatakan sebagai perbandingan Covid-19 telah membunuh lebih dari 800 ribu orang Amerika dalam dua tahun. Sementara flu biasanya membunuh antara 12 ribu hingga 52 ribu orang per tahun. Seberapa banyak penyakit dan kematian akibat Covid-19 yang akan dihadapi dunia merupakan pertanyaan sosial, bukan pertanyaan ilmiah.

Pakar penyakit menular terkemuka Amerika Serikat (AS) Anthony Fauci mengatakan di masa depan setiap negara dapat mengendalikan virus dengan cara yang tidak mengganggu masyarakat dan tidak mengganggu ekonomi. Amerika Serikat sudah mengirimkan sinyal mereka sedang menuju normal baru.

Pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengatakan AS memiliki dosis suntikan booster yang cukup memadai dan sistem perawatan kesehatan yang mampu menangani ancaman varian baru Omicron. Bahkan, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) telah memangkas periode karantina menjadi lima hari.

Baca Juga


Baca juga : Omicron Mengancam, Pemprov DKI Belum Ada Rencana Setop PTM 100 Persen

Dr. William Moss dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health menyebut virus corona akan memaksimalkan kemampuannya untuk membuat lompatan evolusioner yang begitu besar. Omicron sangat bermutasi sehingga melewati beberapa perlindungan vaksinasi atau infeksi sebelumnya. “Saya tidak melihat ini sebagai semacam siklus varian baru tanpa akhir," ujar Moss.

Para ahli menilai pada periode pasca-pandemi virus corona dapat menyebabkan pilek untuk beberapa orang dan penyakit yang lebih serius bagi orang lain, tergantung pada kondisi kesehatan mereka secara keseluruhan. Termasuk status vaksin dan infeksi sebelumnya. Mutasi akan terus berlanjut dan pada akhirnya mungkin memerlukan booster yang diperbarui secara berkala agar dapat menangkal varian baru.

Ahli imunologi di Universitas Washington di St. Louis, Ali Ellebedy, mengatakan sistem kekebalan manusia akan terus menjadi lebih baik dalam mengenali dan melawan virus corona. Ellebedy menemukan harapan dalam kemampuan tubuh untuk mengidentifikasi virus yang terlihat sebelumnya dan menciptakan pertahanan berlapis.

Menurut Ellebedy, sel memori B adalah salah satu dari lapisan sel yang hidup selama bertahun-tahun di sumsum tulang. Mereka siap beraksi dan menghasilkan lebih banyak antibodi saat dibutuhkan. Namun untuk tahap awal, sel-sel memori itu dilatih di kamp pelatihan sistem kekebalan yang disebut pusat germinal. Mereka belajar untuk membuat salinan antibodi aslinya.

Dalam sebuah studi baru, tim Ellebedy menemukan vaksinasi Pfizer meningkatkan "sel T helper" yang bertindak sebagai 'sersan' di kamp pelatihan tersebut. Sel T helper mendorong produksi antibodi yang lebih beragam dan lebih kuat yang dapat bekerja bahkan jika virus bermutasi lagi.

Baca juga : WHO: Omicron Berpotensi Munculkan Varian Baru Covid-19

Ellebedy mengatakan kekebalan populasi dasar telah meningkat sedemikian rupa ketika infeksi terus berlanjut. Sehingga ada penurunan penyakit parah, rawat inap, dan kematian terlepas dari kemunculan varian berikutnya. “Kami bukan populasi yang sama seperti pada Desember 2019. Ini tanah yang berbeda sekarang," kata dia.

Ellebedy meramalkan suatu hari ketika seseorang mendapat infeksi virus corona, mereka akan tinggal di rumah selama dua hingga tiga hari. Setelah itu mereka dapat melanjutkan kegiatan sehari-hari. "Itu mudah-mudahan akan menjadi akhir permainan," harapnya.

sumber : Associated Press
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler