Elang Caraka, Pesawat Tanpa Awak UGM Deteksi Kebakaran Hutan

Pesawat ini mampu dioperasikan baik siang maupun malam hari.

Dokumen.
Pesawat tanpa awak dari UGM, Elang Caraka.
Rep: Wahyu Suryana Red: Yusuf Assidiq

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Peneliti Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengembangkan pesawat tanpa awak untuk deteksi dini kebakaran hutan. Dinamai Elang Caraka, mampu terbang enam jam dengan jarak tempuh 200 kilometer untuk pengawasan wilayah secara autonomous.

Ketua tim peneliti Elang Caraka, Dr Gesang Nugroho mengatakan, operator dapat mengendalikan pesawat tanpa awak dari jarak jauh. Selain itu, dapat melihat rekaman gambar secara langsung dari monitor yang ada di Ground Control Station.

Gesang menerangkan, Elang Caraka dikembangkan sebagai solusi mencegah meluasnya kebakaran hutan. Apalagi, beberapa tahun terakhir kawasan hutan Indonesia alami penyusutan, sebagian besar karena peristiwa kebakaran hutan dan pembalakan liar.

Kemudian, kondisi geografis, medan lahan gambut yang luas, kurangnya akses jalan, terbatasnya sumber daya manusia dan minimnya fasilitas menimbulkan masalah yang cukup besar. Terutama, dalam pemantauan dan pemadaman dini kebakaran.

"Ketika hutan terbakar, jarang ada yang mengetahui titik terbakar hutan tersebut. Karena itu, diperlukan pendeteksi dini titik api di hutan untuk menghindari meluasnya kebakaran hutan," kata Gesang, Kamis (6/1).

Selama ini, pendeteksi titik api di hutan dilakukan dengan patroli udara memakai helikopter, tapi memakan biaya tinggi dan hanya bisa dilakukan siang hari. Saat kebakaran malam, api sudah membesar keesokan harinya, sehingga sulit dipadamkan.

Ia menerangkan, pesawat Elang Caraka memiliki bentang sayap sepanjang 3,6 meter dan badan pesawat yang mencapai 1,92 meter. Serta, dilengkapi kamera thermal untuk mengirimkan rekaman udara secara langsung yang dapat dilihat di darat.

Mesin berkapasitas 30 cc digunakan untuk menerbangkan Elang Caraka yang berbobot 20 kilogram dan hanya perlu landasan 90 meter untuk lepas landas serta mendarat. Pesawat mendeteksi kebakaran dengan sensor cerdas Electrical Nose (Enose).

Yang mana, lanjut Gesang, mendeteksi asap yang ditunjukkan meningkatnya grafik output dari sensor cerdas dibandingkan dengan kondisi normal tanpa asap. Enose bekerja seperti hidung, menggunakan larik sensor gas yang mendeteksi asap.

Penelitian pesawat tanpa awak ini sendiri dimulai dengan tahap perancangan dengan aplikasi desain tiga dimensi, manufaktur sampai uji terbang. Kemudian, Elang Caraka melakukan dilakukan uji terbang hingga dapat melakukan misi secara sempurna.

Pesawat Elang Caraka mampu dioperasikan baik siang maupun malam hari. Artinya, diharapkan mampu mendeteksi dini kebakaran dan tim pemadam dapat melakukan pemadaman secara langsung sebelum titik api membesar dan semakin luas.

"Selain itu, biaya operasional pesawat tanpa awak Elang Caraka juga jauh lebih murah dibanding menggunakan helikopter. Sehingga, diharapkan kehadiran pesawat tanpa awak Elang Caraka mampu menekan angka karhutla di Indonesia," ujarnya.


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler