Kebocoran Data Terjadi Lagi, Kemenkominfo Dinilai tak Belajar dari Kesalahan

Besarnya kerugian kebocoran dari data BPJS mencapai lebih dari Rp 600 triliun.

Wihdan Hidayat / Republika
Anggota DPR RI Komisi I FPKS Sukamta
Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebocoran data kembali terjadi di Indonesia. Kali ini data catatan medis pasien di sejumlah rumah sakit di Indonesia berukuran 720 GB berupa documents dan 6 juta database dijual dalam Raidforums. Kebocoran ini menambah jumlah kasus kebocoran data yang terjadi di tahun 2021 yang terjadi sebanyak delapan kasus besar dengan jutaan data.


Menanggapi hal ini anggota Komisi 1 DPR RI Fraksi PKS Sukamta menyatakan bahwa Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) RI tidak belajar dari kesalahan kebocoran data beberapa waktu lalu.

"Kami di Komisi 1 DPR RI sudah berulangkali menyampaikan bahwa kebocoran-kebocoran data harus ditangani dengan baik oleh Kominfo. Kominfo sebagai leading sector digital bertanggung jawab mengatur manajemen perlindungan data lebih ketat berbagai kementerian/lembaga, salah satunya Kementrian Kesehatan. Apalagi data kemenkes yang berhubungan dengan Covid-19 beberapa waktu lalu pernah dibobol. Seharusnya pengawalan lebih ketat, namun faktanya sekarang data Kemenkes RI kembali bobol. Artinya Kominfo gagal menjaga data masyarakat dan tidak bisa memimpin K/L dalam melindungan data masyarakat," kata Sukamta dalam pesan tertulisnya, Jumat (1/7).

"Permasalahan data ini krusial, menurut perhitungan lembaga riset Ponemon-IBM, besarnya kerugian kebocoran 279 juta penduduk Indonesia dari data BPJS mencapai lebih dari Rp 600 triliun. Ini baru satu kebocoran, tentu kebocoran data lainnya akan lebih besar," kata Sukamta melanjutkan.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI juga mengingatkan Kominfo untuk benar-benar menjaga aplikasi PeduliLindungi yang diklaim menjadi super apps. "Tren kebocoran data selama pandemi Covid-19 ini menyasar data-data kesehatan yang berharga. Maka kami ingatkan kembali, jaga dengan serius data-data di aplikasi peduli lindungi, jangan lengah dan jemawa," ujar anggota DPR dari daerah pemilihan DIY itu.

Di sisi lain, doktor lulusan Inggris ini menyoroti perihal kepercayaan publik. "Dampak kebocoran data ini ialah turunnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah terkait keamanan data. Data yang bocor membuat masyarakat banyak mendapatkan pesan-pesan tidak jelas dan mengganggu sehingga kepercayaan dan keyakinan terhadap keamanan data dirinya berkurang," katanya.

Masih terkait dengan kebocoran data pribadi ini, Sukamta mengingatkan Kemenkominfo untuk segera menyelesaikan masalah krusial dalam RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) khususnya mengenai lembaga perlindungan data.

"RUU PDP ini macet karena Kominfo masih ngotot lembaga perlindungan data berada di bawah Menkominfo. Padahal saat ini saja Kominfo tidak punya kemampuan menangani permasalahan kebobolan data. Kominfo harus berkaca, sadar kemampuan diri. Selain itu, banyak negara di dunia khususnya Eropa mengkhususkan sebuah lembaga perlindungan data yang independen bukan di bawah kementerian," ujar Sukamta.

Sebagai informasi, kasus kebocoran data di Indonesia selama 2021 meliputi Facebook, BPJS Kesehatan, BRI Life, eHAC, Sertifikat Vaksin Jokowi, KPAI, Bank Jatim, dan Database Polri. Dari beragam kasus tersebut, Kemenkominfo telah menindak 43 kasus kebocoran data di Indonesia tahun 2021, dengan 19 kasus berhasil diselesaikan sisanya masih diproses.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler