OTT Walkot Bekasi, Penangkapan Pejabat di Awal Tahun

Seolah-olah transaksi suap dan sogok terjadi setiap hari pada pejabat.

ANTARA/Hafidz Mubarak A
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi (kiri) mengenakan rompi tahanan KPK usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Kamis (6/1/2022). KPK menahan Rahmat Effendi dan delapan orang lainnya usai ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintaha Kota Bekasi dengan barang bukti uang sebesar Rp3 miliar dan buku tabungan dengan saldo Rp2 miliar .
Red: Karta Raharja Ucu

Oleh : Firli Bahuri, Ketua KPK

REPUBLIKA.CO.ID, Menemani istirahat kawan-kawan di akhir pekan, izinkan saya menulis sekedar catatan ringan terkait peristiwa peristiwa korupsi yang terjadi di awal tahun ini dan apa yang saya baca dari peristiwa tersebut. Sungguh disayangkan bahwa memasuki tahun baru justru kita mendapatkan sebuah kejadian tindak pidana yang dilakukan pejabat yang tinggal tidak jauh dari ibu kota. Bahkan dia tinggal tidak jauh dari rumah saya di Bekasi.

Sungguh menjadi keprihatinan yang mendalam bahwa peristiwa ini adalah yang berulang untuk sekian kalinya dengan modus yang hampir sama. Karena itu melalui catatan dengan ini saya ingin mengajak kita semua berpikir agar kita bisa menemukan jalan keluar yang menyeluruh dan tuntas atas peristiwa yang baru.

Saya sudah sering menyampaikan KPK adalah pelaksana undang-undang dan KPK bukan pembuat UU. Karena itu apa yang bisa dilakukan KPK hanyalah sebatas apa yang bisa dan tercantum dalam UU kita.

Maka tidak bisa saya hindari keprihatinan menyaksikan penangkapan pejabat yang terjadi secara terus menerus. Sehingga penangkapan itu menciptakan kesan bahwa transaksi suap dan sogok terjadi setiap hari pada pejabat-pejabat yang berada di posisi cukup strategis.

Seperti Bekasi, salah satu kota yang berada di sekitar ibu kota berpenduduk jutaan dan tentu adalah kota yang strategis menopang jalannya ibu kota negara kita. Seandainya posisi wali kota itu betul digunakan untuk menciptakan kecintaan rakyat kepada pemimpinnya serta keteladanan tentang bagaimana mengelola kepemimpinan yang baik, tentu seharusnya wali kota Bekasi berhak juga memimpin pada tingkat yang lebih tinggi, seperti yang ditunjukkan Presiden kita Bapak Jokowi sejak dari Solo.


Saya membuat catatan akhir pekan ini sekedar sebagai renungan dan ajakan kepada semua pihak untuk bersama-sama memahami apa yang terjadi. Lalu kita masing-masing bergerak di wilayah kita berada untuk menciptakan orkestra pemberantasan korupsi yang sempurna.

Sekali lagi saya ulangi dan berkali-kali saya katakan pemberantasan korupsi tidak bisa dilakoni satu lembaga, apalagi satu orang. Dia harus merupakan kerja semua lembaga bahkan di seluruh cabang kekuasaan.

Para legislator harus membaca kemungkinan ada lubang dalam regulasi kita Yang menyebabkan mudahnya terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan. Para pejabat di lingkungan yudikatif juga harus memastikan peradilan berjalan adil, sehingga tidak saja pelaku korupsi, tetapi juga masyarakat melihat mereka telah dihukum secara setimpal, memenuhi rasa keadilan hukum, dan keadilan masyarakat.

Demikian juga di kamar kekuasaan partai politik, juga menunjukkan bersih dari korupsi dan tidak ada lagi sistem  politik yang ramah korupsi. Dan yang terpenting para pejabat eksekutif dari pusat serta daerah, hendaknya dalam pelaksanaan pemerintahan tidak saja harus taat kepada UU, tetapi juga dipenuhi oleh etika dan moral penyelenggara negara yang jujur, profesional, akuntabel, adil, baik, dan benar.

Inilah catatan dengan akhir pekan menemani teman teman semoga ke depan kita makin sedikit menyaksikan korupsi di sekitar kita. Karena perbaikan sistem yang kita lakukan secara terus menerus di semua bidang kehidupan. Pada akhirnya ini semua akan menciptakan budaya antikorupsi yang masif yang membuat para pejabat Indonesia tampak bersih dan profesional, dan membanggakan kita semua. Aamiin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler