Ini Rekomendasi Tim Psikologi UGM Terkait Mitigasi Pandemi

Muncul sejumlah dampak negatif kenormalan baru.

Wahyu Suryana.
Kampus UGM Yogyakarta.
Rep: Wahyu Suryana Red: Yusuf Assidiq

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Selama dua tahun terakhir, Indonesia menghadapi pandemi Covid-19 yang berdampak ke semua sektor kehidupan. Berbagai terobosan dilakukan meminimalisir dampak negatif dari pandemi seperti membuat kebijakan terkait kenormalan baru.

Kenormalan baru membawa angin segar dalam meredakan arus kasus Covid-19. Melalui kebijakan protokol kesehatan yang ketat, pembatasan sosial dan wilayah, serta keberadaan Satgas Covid-19 cukup efektif mengatasi dampak penyebaran Covid-19.

Namun, muncul sejumlah dampak negatif kenormalan baru. Beberapa studi menunjukkan dampak negatif lahirkan perilaku yang tidak sehat, seperti kecemasan, kemarahan, kesedihan, efikasi diri lemah, mudah tersulut emosi, kecanduan gawai, dan lain-lain.

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Diana Setiyawati mengatakan, perilaku ini terjadi tidak cuma terjadi di lingkungan kecil keluarga dan interaksi personal. Mencakup pula komunitas lebih besar seperti tempat kerja, sekolah, dan masyarakat umum.

Belajar dari Flu Spanyol, bayi-bayi yang dikandung dan dilahirkan selama pandemi mengalami risiko kesehatan dan disabilitas lebih tinggi. Sebab, bayi-bayi itu melewati tahap perkembangan krusial saat sistem kesehatan sedang difokuskan ke Covid-19.

"Kondisi tersebut berimbas kepada kurangnya perhatian terhadap aspek kesehatan dan sektor kehidupan lain," kata Diana, Senin (10/1).

Maka itu, dalam situasi ini, kajian psikologi menjadi penting untuk dilakukan secara mendalam dan cermat untuk memberikan masukan analisis situasi. Serta, langkah mitigasi dampak jangka menengah dan jangka panjang pandemi Covid-19.

Sebagai langkah antisipasi, Diana dan tim dari Fakultas Psikologi UGM merumuskan rekomendasi kebijakan dalam policy brief. Terdiri dari Indrayanti, Elga Andriana ,Hanifah Nurul Fatimah, Haiyun Nisa, Harlina Nurtjahjanti, dan Annisa Reginasari.

Diana menerangkan, policy brief disusun untuk mendukung mitigasi dampak menengah dan panjang pandemi. Rekomendasi disusun memakai pendekatan rentang perkembangan manusia berinteraksi dengan tiga sektor baik keluarga, sekolah, dan tempat kerja.

Rekomendasi kebijakan jangka menengah disusun untuk keluarga, pendidikan, tempat kerja, dan masyarakat. Untuk keluarga, orang tua diharap mampu memenuhi kebutuhan pengasuhan lima tahun pertama, maksimal bagi anak yang lahir pada masa pandemi.

Selain itu, memiliki keterampilan mendampingi anak mengakses konten digital, sehingga proses penggunaannya menjadi tepat sasaran. Dalam sistem pendidikan, perlu disusun ragam kurikulum yang sesuai metode PJJ, tatap muka, dan bauran.

"Hal ini tentunya perlu diimbangi dengan peningkatan kapasitas guru, sehingga mampu merancang pembelajaran dengan tepat," ujar Diana.

Di tempat kerja, penting susun pedoman bekerja. Termasuk, peningkatan kapasitas kesiapan psikologis pekerja dan implementasi kebijakan ramah keluarga. Ini perlu untuk mewujudkan lingkungan kerja sehat dan tercapai kesejahteraan psikologis.

Di masyarakat umum, perlu dilakukan identifikasi potensi antargenerasi yang dapat meningkatkan kesehatan fisik dan jiwa seluruh komponen terlibat. Baik anak, remaja, dewasa, atau lansia agar jadi lebih berdaya menghadapi pandemi.

Untuk jangka panjang, penguatan sistem pelayanan kesehatan jiwa layanan primer yaitu puskesmas. Juga penguatan sistem kesehatan jiwa berbasis sekolah. Lalu, penguatan keluarga agar memiliki skill dan resiliensi hadapi berbagai tekanan.

"Penyusunan program kebijakan dan strategi yang mendukung kebutuhan yang berbeda dari para pekerja dan adanya program mentoring psikologis sebagai upaya family learning bagi orang tua yang bekerja, sehingga dapat berperan dengan maksimal," katanya.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler