1 dari 10 Orang Masih Bisa Tularkan Covid-19 Setelah Karantina 10 Hari

Orang-orang ini punya potensi risiko memperluas transmisi Covid-19 usai karantina.

Republika/Putra M. Akbar
RSDC Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Kamis (16/12/2021). Virus SARS-CoV-2 aktif bisa bertahan sampai 68 hari pada sebagian orang. Orang-orang ini memiliki potensi risiko untuk memperluas transmisi.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar satu dari 10 pasien Covid-19 yang telah menjalani karantina selama 10 hari masih memiliki kadar virus yang relevan secara klinis. Artinya, mereka berpotensi bisa menularkan Covid-19 kepada orang lain.

Berdasarkan studi dalam International Journal of Infectious Diseases, virus aktif bahkan bisa bertahan sampai 68 hari pada sebagian orang. Orang-orang ini memiliki potensi risiko untuk memperluas transmisi.

"Sebagai tambahan, tak ada tanda klinis yang terlihat pada orang-orang ini, yang artinya kita tidak akan bisa memprediksi siapa (yang masih berpotensi menularkan penyakit)," jelas Profesor Lorna Harries dari University of Exeter Medical School yang mengawasi studi, seperti dilansir Times Now News, Senin (17/1/2022).

Berdasarkan temuan ini, tim peneliti meyakini perlu adanya metode tes baru yang dapat mendeteksi keberadaan virus aktif dan juga risiko penularan seseorang. Metode tes baru ini juga diterapkan dalam studi.

Seperti diketahui, tes PCR konvensional bekerja dengan cara mendeteksi keberadaan fragmen-fragmen virus dan tidak membedakan apakah suatu virus masih aktif atau sudah tidak aktif. Tes ini juga tidak bisa mengukur apakah seseorang masih bisa menularkan penyakit atau tidak.

Baca Juga


Metode tes baru yang digunakan dalam studi ini hanya akan memberikan hasil positif bila pasien memiliki virus yang masih aktif dan berpotensi menularkan kepada orang lain. Tes ini bermanfaat untuk mencegah orang yang masih berpotensi menularkan penyakit kembali berkumpul dan berkontak dengan orang lain.

"Orang yang masih menularkan (Covid-19) setelah 10 hari dapat menimbulkan risiko masalah kesehatan serius," ujar Prof Harries.

CEO Animal Free Research UK Carla Owen mengatakan, temuan ini berpotensi sangat penting. Di samping itu, Owen juga menilai penelitian ini merupakan bukti bahwa penelitian yang berfokus secara eksklusif pada biologi manusia akan memberikan hasil yang bisa lebih diandalkan."Dan kemungkinan lebih memberi manfaat bagi manusia dan hewan," jelas Owen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler