Pemerintah Diminta Siaga Puncak Omicron
Pemerintah melalui satgas harus bergerak kencangkan kembali protokol kesehatan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memprediksi penyebaran kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia akan mencapai puncaknya pada pertengahan Februari atau awal Maret 2022. Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani meminta pemerintah menyiapkan penanganan varian Omicron agar kasus tidak melonjak.
"Berkaca pada gelombang tsunami Delta beberapa waktu yang lalu, pemerintah harus mengevaluasi kebijakan penanganan pandemi saat itu. Sistem dan fasilitas kesehatan kita ‘kedodoran’, tenaga kesehatan pun banyak yang berguguran. Oleh karena itu, Pemerintah harus membangun kesiapsiagaan baik di titik hulu, perilaku masyarakat, maupun di titik hilir, yaitu sarana prasarana serta fasilitas kesehatan" kata Netty dalam keterangan tertulisnya, Senin (17/1).
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini menilai saat ini penerapan prokes mulai longgar. Mobilitas dan aktivitas masyarakat hampir kembali normal seperti sebelum datangnya pandemi. Seharusnya pemerintah melalui satgas bergerak cepat untuk mengencangkan kembali kampanye dan pengawasan prokes 3M/5M.
"Surveilans 3T; testing, tracing, dan treatment harus dipersiapkan mengantisipasi situasi terburuk. Meski sering dikatakan Omicron ini tidak separah Delta, namun tetap saja preparedness harus dilakukan. Testing dan tracing ini harus diikuti dengan whole genome sequencing agar dapat dideteksi varian yang menginfeksi dari sampel yang diperiksa" ujarnya.
Netty juga meminta pemerintah mempercepat pelaksanaan vaksinasi dosis pertama dan kedua sebelum booster dilakukan secara masif. Menurutnya masih banyak daerah yang vaksin dosis pertamanya belum mencapai 70 persen. Selain itu pemerintah juga harus terus mengevaluasi dan meningkatkan kebijakan penanganan Omicron ini berdasarkan masukan dan saran para ahli epidemiologi yang berbasis saintifik," ungkapnya.
Terakhir Netty mengkritik kebijakan pemerintah yang membuka pintu masuk kedatangan internasional dari semua negara. "Kebijakan ini sangat aneh dan menimbulkan pertanyaan. Satu sisi pemerintah memprediksi puncak Omicron tapi pada sisi lain justru pemerintah membuka pintu masuk untuk semua negara. Ini merupakan kebijakan yang kontradiktif dan inkonsisten. Seharusnya kebijakan pengetatan mulai dilakukan bukan justru dilonggarkan" tuturnya.