Penghormatan Islam Terhadap Perempuan, Inspirasi untuk Dunia

Sejarah peradaban Islam tak pernah lepas dari kiprah dan peran kaum perempuan.

Pixabay
Ilustrasi Islam sangat menghormati wanita.
Red: Joko Sadewo

Oleh : Nashih Nashrullah, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Aku melihat paras dan aura kehawaannya
Seperti sinar rembulan yang elok
Ketika tampak dari kegelapan
Dengan segera wajahnya bersinar


Kekaguman Umar bin Abdullah bin Abi Rabi'ah (w 93H/711 M), pujangga ternama yang hidup pada Dinasti Umayyah, dalam puisi-puisinya mampu menginspirasi Barat dalam memuliakan perempuan.

Kegaguman dan penghormatannya terhadap perempuan, begitu mengkristal seperti yang tertulis dalam gubahan syairnya di atas. Ia juga sering disebut-sebut sebagai spesialis penyair yang berkaitan dengan kecantikan, keelokan, dan misteri agung perempuan. Begitulah perempuan. 

Sejarah peradaban Islam tak pernah lepas dari kiprah dan peran kaum perempuan. Mereka berkonstribusi besar dalam membangun dan mengokohkan tatanan masyarakat Islam saat itu.

Sepak terjang mereka tak terbatas pada urusan rumah tangga, tetapi juga ilmu pengetahuan, hingga militer. Meski, tak banyak yang diabadikan oleh sejarah.

Ibnu Sa'ad, misalnya, dalam magnum opus-nya di bidang biografi ath-Thabaqat al-Kubra hanya memasukkan 629 nama perempuan, dari total 4250 entri para tokoh yang ia catat. Persentasenya hanya sekira 15 persen. Meski demikian, hal itu tak pernah mengurangi besarnya jasa mereka dalam sejarah Islam.

Jika dunia Barat, pasca-Renaissance, tergugah untuk memuliakan perempuan, sejatinya peran tersebut adalah termasuk misi turunnya risalah Islam, menghormati kaum Hawa itu sesuai dengan kodratnya.

Penghormatan Islam terhadap perempuan itu, diakui atau tidak, nyatanya memengaruhi sikap dan perlakuan Barat kepada kaum Hawa ini.

Di Spanyol, misalnya, Islam pernah berkembang melalui Dinasti Umayyah. Kedudukan wanita sangat dihormati di negera ini. Bahkan, seorang orientalis asal Rusia, Kratsovieski, dalam bukunya Asbania al-Muslimah menuliskan, kedudukan wanita Spanyol dipengaruhi tradisi Arab. Yang juga tertera dalam pesan Alquran.

Selain itu, seorang orientalis asal Perancis, Brufansal dalam bukunya La Civilisation Arabe en Espagne (Peradaban Arab di Spanyol), banyak memaparkan sejumlah ayat-ayat dalam Alquran yang berkaitan dengan hak wanita.

Misalnya, bagaimana seorang wanita berhak menerima warisan. Menjelaskan syarat-syarat seorang pria yang akan menceraikan istrinya. Serta, menjelaskan kesamaan pahala yang didapatkan laki-laki maupun wanita di hadapan Allah SWT.

Sebuah buku berbahasa Spanyol Amadis de gaula merupakan karya yang terinspirasi dari kisah-kisah Alquran. Tertulis gambaran Nabi Yusuf AS yang selalu menjaga kehormatan serta memandang wanita sebagai pasangan hidup.

Ia juga memperlakukan wanita sebagai ibu dari anak-anaknya. Inilah mengapa ia selalu menjaga kehormatan dan kemuliaan istrinya. Beliau mencontohkan cinta yang hakiki tercermin dari sikap saling menghormati antara pria dan wanita.

Penghormatan terhadap perempuan yang digariskan oleh Islam, bukti bahwa Islam selangkah lebih maju, dibandingkan dengan peradaban yang lebih dulu eksis dan tumbang. Di saat perempuan dikebiri haknya, Islam memberikan secara proporsional hak-hak tersebut. Dalam banyak hal, mereka setara dengan laki-laki, bahkan lebih mengetahui seperti dalam kasus pengetahuan keagamaan keperempuanan, Aisyah RA contohnya. 

Tak mengherankan bila sejarah mencatat banyak tokoh-tokoh dari golongan Hawa yang sukses menorehkan prestasi di berbagai bidang. Meski perbandingannya masih teramat kecil. Bagi Fatimah Mernissi, itu wajar mengingat budaya patriarki yang teramat kental dalam masyarakat Arab saat itu. Meski demikian, peradaban Islam menjadi tonggak bangkitnya kemuliaaan perempuan. Mereka berperan besar dalam membangun peradaban yang bermartabat.

Di bidang fikih, sejarah mencatat nama Amra' binti Abdurrahman (98 H/716 M), Hafsah binti Sirrin (100 H/718 M), atau Ummu al-Bani Atikah. Ada pula perempuan yang terekam sejarah sebagai ahli hokum, seperti Ummu Isa bin Ibrahim (328 H/939 M) dan Amah al-Wahid (377 H/ 987 M).

Sejarah juga mengabadikan sejumlah nama penyair perempuan. Abu Faraj al-Ishfahani dalam kitabnya yang berjudul Akhbar an-Nisa' fi Kitab al-Aghani memperkirakan jumlah pujangga perempuan itu ada pada kisaran 200 orang. Sebagian besar mereka hidup pada tabiin, generasi kedua pascasahabat.

Ada Salamah al-Qash, Khansa, atau Jamilah as-Sulamiyah yang mahir berpuisi dan bermusik. Meski sebagian besar karya mereka nyaris tak berbekas. Sejarawan menyebut, karya-karya sastra mendominasi buku-buku yang dibakar oleh Hulagu Khan saat meluluhlantahkan Baghdad pada 1258 M.  

Ada banyak alasan tentunya mengapa tokoh-tokoh perempuan sepanjang sejarah peradaban Islam tak banyak terungkap, meski harus tetap diakui bahwa capaian ini pun jauh lebih baik ketimbang peradaban yang eksis sebelumnya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler