Gunung Es A-68A Buang 168 Miliar Ton Air Tawar ke Laut Saat Ambruk
Pada 2017, bagian dari gunung es A-68A ambruk dari lapisan es Larsen C di Antartika.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pada tahun 2017, bagian dari gunung es A-68A ambruk dari lapisan es Larsen C di Antartika. Tiga tahun kemudian, bongkahan itu menuju ke wilayah yang lebih hangat dan mengancam Pulau Georgia Selatan, tempat bagi penguin, anjing laut, dan hewan lain. Meskipun gunung es itu sudah hilang tetapi dampaknya masih terasa sampai sekarang.
Badan Antariksa Eropa pada Kamis (20/1/2022) mengatakan gunung es telah melepaskan 152 miliar ton air tawar yang sangat besar. Ini berpotensi memiliki efek pada kehidupan laut di pulau itu yang berarti sekitar 168 miliar ton air tawar. University of Leeds di Inggris mengaitkan hal ini dengan 20 kali jumlah air di Loch Ness atau 61 juta kolam renang ukuran Olimpiade.
Gunung es A-68 merupakan salah satu gunung es terbesar yang pernah tercatat. A-68 menghasilkan potongan-potongannya terlepas yang berasal dari pembentukan alami. Sebuah tim peneliti menggunakan data dan citra satelit untuk mengukur jumlah air yang dikeluarkan oleh A-68A dan mempublikasikan temuan tersebut dalam jurnal Remote Sensing of Environment.
Dikutip Cnet, Jumat (21/1/2022), gunung es itu juga melepaskan banyak nutrisi ke laut bersama dengan air tawar. “Ini adalah sejumlah besar air lelehan dan hal berikutnya yang ingin kami pelajari adalah apakah ini berdampak positif atau negatif pada ekosistem di sekitar Georgia Selatan,” kata Penulis utama Anne Braakmann-Folgmann di University of Leeds.
Pada akhir 2020, Ahli Ekologi Survei Antartika Inggris Geraint Tarling mengatakan serbuk yang terkandung di gunung es dapat menyuburkan plankton laut dalam air. Nantinya, serbuk dapat memberikan dorongan pada rantai makanan lokal.
Menurut British Antartic Survey (BAS), Georgia Selatan adalah lokasi penting bagi anjing laut, spesies burung yang terancam punah, ikan, dan paus yang bermigrasi. Walaupun bahaya besar dari A68-A telah dihindari, ini menimbulkan pertanyaan baru tentang bagaimana air dan nutrisi pecahan gunung es dapat memengaruhi ekosistem yang rapuh. Untuk menjawab pertanyaan itu perlu penelitian lebih lanjut.