Hari Ini Pemerintah Resmi Berlakukan Larangan Ekspor Minyak Sawit

Kebijakan larangan pembatasan ekspor untuk menjaga pasokan minyak goreng dalam negeri

Antara/Arif Firmansyah
Seorang pengunjung memilih minyak goreng kemasan di Supermarket GS, Mal Boxies123, Bogor, Jawa Barat. Kebijakan larangan dan/atau pembatasan berupa kewajiban pencatatan ekspor untuk minyak sawit (CPO) dan minyak goreng resmi berlaku. Dengan kata lain, setiap perusahaan yang akan mengekspor sawit wajib mengantongi persetujuan dari pemerintah terlebih dahulu.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan larangan dan/atau pembatasan berupa kewajiban pencatatan ekspor untuk minyak sawit (CPO) dan minyak goreng resmi berlaku. Dengan kata lain, setiap perusahaan yang akan mengekspor sawit wajib mengantongi persetujuan dari pemerintah terlebih dahulu.

Baca Juga


Adapun kebijakan itu dibuat pemerintah untuk memastikan agar pasokan dalam negeri dipenuhi terlebih dahulu. Terutama untuk pasokan minyak goreng yang disubsidi pemerintah.

"Mulai hari ini berlaku pencatatan ekspor CPO dan minyak goreng," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indrasari Wisnu Wardhana, saat dihubungi Republika.co.id, Senin (24/1/2022).

Kebijakan tersebut diatur dalam Permendag Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Permendag No. 19/2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.

Indrasari menjelaskan, kewajiban pencatatan itu mencakup ekspor minyak sawit mentah (CPO, refined, bleached, and deodorized palm olein (RBD palm olein) serta minyak jelantah harus melalui mekanisme perizinan berusaha berupa persetujuan ekspor.

"Dalam pencatatan melalui persetujuan ekspor, pelaku usaha melakukan self declaration terhadap jumlah yang diekspor dan yang dipasok ke dalam negeri. Ini yang akan kami catat dan kami lihat," katanya.

Untuk memperoleh persetujuan, eksportir harus memenuhi persyaratan yang mencakup surat pernyataan mandiri bahwa telah menyalurkan CPO, RBD palm olein, dan UCO untuk kebutuhan dalam negeri.

Selain itu, eksportir juga harus melampirkan kontrak penjualan, rencana ekspor dalam jangka waktu enam bulan dan rencana distribusi ke dalam negeri dalam jangka waktu enam bulan.

Indrasari mengatakan, ada sembilan pos tarif yang harus melalui pencacatan ekspor itu. Di antaranya untuk kode HS 151110, 151190, dan 151136."Kebijakan itu berlaku selama enam bulan sesuai program subsidi pemerintah," kata Wisnu.

Sebagai informasi, pemerintah telah menetapkan keijakan satu harga minyak goreng Rp 14 ribu per liter berlaku mulai Rabu (19/1/2022) khususnya di toko ritel modern. Itu berlaku baik untuk minyak goreng kemasan sederhana maupun premium dengan berat 1 liter, 2 liter, 5 liter, dan jeriken 25 liter.

Volume yang disiapkan sebanyak 1,5 miliar liter dengan anggaran sebesar Rp 7,6 triliun yang bersumber dari dana kelolaan BPDPKS.

Baca juga : Bulog NTT Jual Minyak Goreng Rp 14 Ribu per Liter

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler