Presiden Israel akan Lakukan Kunjungan Bersejarah ke UEA
Presiden Israel Isaac Herzog akan melakukan kunjungan bersejarah ke UEA akhir Januari
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Presiden Israel Isaac Herzog akan melakukan kunjungan bersejarah ke Uni Emirate Arab (UEA) pada akhir Januari. Ini merupakan perjalanan diplomatik tingkat tinggi terbaru sejak Israel menjalin hubungan diplomatik dengan UEA.
Kantor Herzog mengatakan presiden akan bertemu Putra Mahkota Uni Emirat Arab, Sheikh Mohammed bin Zayed Al-Nahyan selama kunjungan yang dijadwalkan pada 30-31 Januari. Ibu negara akan ikut mendampingi presiden dalam kunjungan tersebut.
“Kami memiliki hak istimewa untuk membuat sejarah dengan melakukan kunjungan pertama seorang presiden Israel ke Uni Emirat Arab. Ini meletakkan pondasi masa depan bersama yang baru," ujar Herzog, dilansir Alarabiya, Rabu (26/1/2022).
Herzog juga dijadwalkan bertemu dengan penguasa Dubai dan pejabat senior pemerintah, serta mengunjungi Dubai Expo. Kunjungan itu dilakukan sekitar 16 bulan setelah UEA menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
Langkah itu merupakan bagian dari serangkaian kesepakatan yang ditengahi oleh Amerika Serikat (AS), atau yang dikenal sebagai Kesepakatan Abraham. Kesepakatan ini telah membuat rakyat Palestina naik pitam.
Herzog akan menjadi kepala negara Israel pertama yang secara resmi mengunjungi UEA. Dia menegaskan, kemitraan baru yang antara Israel dan beberapa negara Arab akan mengubah Timur Tengah. Israel ingin memperluas normalisasi hubungan dengan negara-negara Arab.
Bulan lalu, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett membuat sejarah ketika menjadi kepala pemerintahan Israel pertama yang mengunjungi UEA. Kunjungan Bennett sebagian besar berfokus pada pembicaraan internasional tentang program nuklir Iran, dan prioritas keamanan utama Israel.
Kesepakatan Abrahan dinegosiasikan di bawah mantan Pesiden AS Donald Trump. Kesepakatan ini juga tetap didukung oleh pemerintahan Presiden Joe Biden. Selain UEA, Bahrain dan Maroko juga telah menormalkan hubungan dengan Israel di bawah perjanjian tersebut. Sudan telah setuju untuk menormalkan hubungan dengan Israel, tetapi keduanya belum menjalin hubungan diplomatik secara formal karena ketidakstabilan yang bergolak di Khartoum.