Tes Antigen Masih Positif Setelah 5 Hari Isolasi Mandiri, Harus Bagaimana?
Sejumlah negara telah memperpendek masa isolasi mandiri Covid-19 menjadi lima hari.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa negara telah memperpendek masa isolasi mandiri untuk penderita Covid-19 menjadi lima hari. Namun, bila tes rapid antigen masih menunjukkan hasil positif pada hari keenam, penderita Covid-19 perlu memperpanjang masa isolasi.
Masa penularan pasien Covid-19 bisa sangat beragam. Hal ini ditunjukkan dalam studi awal yang melibatkan 70 partisipan dari kalangan pemain dan pegawai NBA.
Seluruh partisipan telah terkonfirmasi terinfeksi oleh omicron, varian terbaru dari virus penyebab Covid-19 (SARS-CoV-2). Setelah menjalani isolasi, pada hari kelima mereka kembali menjalani tes antigen.
Hasilnya, sekitar 40 persen masih menunjukkan hasil positif. Artinya, mereka masih berpotensi menularkan penyakit kepada orang lain.
Berdasarkan temuan ini, penderita Covid-19 disarankan untuk melakukan tes antigen antara hari kelima hingga kesepuluh setelah dinyatakan positif Covid-19. Bila tes tersebut menunjukkan hasil positif, maka penderita Covid-19 perlu memperpanjang masa isolasi dari lima hari menjadi 10 hari.
"Bila hasil tes positif, Anda perlu melanjutkan isolasi hingga hari kesepuluh," jelas Juru Bicara Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Jasmine Reed.
Sejauh ini, belum ada metode tes yang dapat menunjukkan seberapa tinggi tingkat penularan seseorang yang terkena Covid-19. Yang ada saat ini adalah metode tes untuk mendeteksi keberadaan virus corona di dalam tubuh.
Saat ini, tes RT-PCR masih menjadi standar emas yang memiliki sensitivitas tinggi dalam mendeteksi materi genetik virus. Akan tetapi, metode pengetesan ini tak hanya "mengenali" materi genetik dari virus yang masih hidup tetapi juga yang sudah mati atau tak dapat memperbanyak diri. Oleh karena itu, tes RT-PCR bisa menunjukkan hasil positif berpekan-pekan setelah seseorang sembuh dan tidak menularkan penyakit.
"Bahkan satu molekul bisa membuat (hasil) PCR positif," ungkap ahli epidemiologi dr Michael Mina, seperti dilansir CNBC, Senin (31/1/2022).
Ahli virologi mengatakan, hal yang sama tidak berlaku untuk tes rapid antigen. Tes rapid antigen bekerja dengan cara mendeteksi protein tertentu pada virus. Dibutuhkan adanya materi virus dalam jumlah yang substansial untuk bisa memberikan hasil positif pada tes rapid antigen.
"(Butuh) sekitar 100.000-1.000.000 molekul untuk membuat (hasil) tes rapid antigen positif," jelas dr Mina.
Bila hasil tes rapid antigen positif, kemungkinan besar orang tersebut masih memiliki muatan virus yang besar. Artinya, kemungkinan besar orang dengan hasil tes rapid antigen positif masih menularkan penyakit, terlebih bila orang tersebut mengalami gejala.
Dalam setting laboratorium, dr Sam Dominguez mengatakan, tes rapid antigen bisa mendeteksi bagian dari virus mati. Akan tetapi, keberadaan virus mati saja sangat jarang memicu hasil positif pada tes rapid antigen diterapkan pada manusia.
Terlepas dari upaya melakukan tes, Direktur Program Penyakit Menular Association of Public Health Laboratories Kelly Wroblewski mengungkapkan, ada hal paling sederhana yang bisa menjadi patokan untuk mencegah penularan Covid-19. Hal tersebut adalah menyadari gejala atau keluhan yang dirasakan diri sendiri.
Menurut Wroblewski, seseorang yang mengalami demam dan batuk harus menahan diri untuk tidak bertemu orang lain. Wroblewski mengatakan, hal tersebut sering kali dilupakan oleh sebagian orang di masa pandemi.
"Jangan terlalu fokus pada tes dan teknologi hingga kita melupakan praktik pengendalian infeksi dasar, yaitu bila Anda sakit, berdiam dirilah di rumah," ujar Wroblewski.
Ketentuan isolasi mandiri di Indonesia
Kementerian Kesehatan mulai memperbolehkan pasien Covid-19 terkait varian omicron untuk menjalani isolasi mandiri di rumah. Namun, Kemenkes menyatakan durasi isolasi mandiri pasien Omicron bervariatif, tergantung gejala.
Ketentuan isolasi mandiri di rumah ini tercantum dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.01/MENKES/18/2022 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kasus Covid-19 Varian Omicron yang ditetapkan pada 17 Januari 2022. Terdapat tiga ketentuan durasi isolasi atau saat pasien dinyatakan sembuh.
Pertama, pasien tidak bergejala (asimtomatik) harus melakukan isolasi minimal selama 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi. Setelah itu, dia dinyatakan sembuh.
Kedua, pasien bergejala harus melakukan isolasi selama 10 hari sejak muncul gejala, lalu ditambah tiga hari isolasi bebas gejala demam dan gangguan pernapasan. Total 13 hari masa isolasi.
Apabila pada hari ke-10 isolasi ternyata pasien masih bergejala, maka diharuskan melanjutkan isolasi sampai gejalanya hilang. Setelah gejala hilang, ditambah isolasi tiga hari.
Ketiga, pasien bergejala yang sudah mengalami perbaikan klinis pada saat isolasi mandiri ataupun isolasi terpusat dapat dinyatakan sembuh apabila melakukan pemeriksaan Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) yang termasuk di dalamnya RT-PCR. Pemeriksaan dilakukan pada hari ke-5 dan ke-6 isolasi, dengan selang waktu pemeriksaan 24 jam.
Jika hasilnya negatif atau nilai Ct lebih dari 35 sebanyak dua kali berturut-turut, maka pasien dapat dinyatakan selesai isolasi/sembuh. Pembiayaan untuk pemeriksaan ini dilakukan secara mandiri, demikian tertulis dalam SE tersebut.
Keempat, apabila pasien sudah mengalami perbaikan klinis pada saat isolasi mandiri ataupun isolasi terpusat, tapi tidak menjalani pemeriksaan NAAT, maka pasien harus mengikuti ketentuan nomor dua.