Harga Minyak Dunia Melambung, Pertamina Berpotensi Merugi Rp 97 Triliun

SKK Migas memprediksi kenaikan harga minyak dunia masih terus berlangsung tahun ini.

REUTERS/Max Rossi
Harga minyak dunia (ilustrasi).
Rep: Intan Pratiwi Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Reforminer Institute dalam laporannya menyebutkan PT Pertamina (Persero) berpotensi merugi hingga Rp 97 triliun dalam penjualan BBM non subsidi sepanjang tahun 2021. Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro dalam laporannya menjelaskan dalam menjual BBM RON 90 atau Pertalite pertamina berpotensi merugi Rp 37 triliun hingga Rp 97 triliun.

Baca Juga


Hal ini dikarenakan harga minyak dunia yang berada diatas ambang yang ditetapkan APBN. Pada Desember 2020, harga minyak duia mencapai 48,35 dolar AS per barel. Pada Desember 2021, harga minyak dunia bahkan melambung sampai 75,33 dolar AS per barel.

"Bahkan kenaikan harga minyak dunia berlangsung terus sampai awal tahun 2022 ini," ujar Komaidi dalam laporannya dikutip Kamis (3/2/2022).

Pertamina membanderol harga jual Pertalite sebesar Rp 7.650 per liter. Padahal, saat ini harga keekonomian Pertalite mecapai Rp 10.650.

"Dibandingkan badan usaha lain yang menjual RON 90 lainnya dibanderol Rp 9.500 per liter. Potensi kerugian ini dihitung dari perbandingan nilai penjualan dengan badan usaha lain," ujar Komaidi.

Tak hanya Pertalite. Dalam menjual RON 92 atau Pertamax, Pertamina juga menelan kerugian. Tercatat, saat ini RON 92 dibanderol oleh Pertamina sebesar Rp 9.000 per liter.

"Padahal, badan usaha lain saat ini membanderol RON 92 sebesar Rp 11.900 hingga Rp 13.000 per liter," ujar Komaidi.

Kondisi kenaikan harga minyak dunia ini disinyalir masih akan terus berlangsung sepanjang 2022 ini. Faktor pendorongnya yakni dengan pertumbuhan ekonomi dan konsumsi yang lebih cepat ketimbang penambahan produksi minyak.

"Mencermati perkembangan yang ada, harga BBM Non Subsidi terutama untuk BBM yang dijual oleh BUMN (Pertamina) menjadi cukup berdasar jika kemudian disesuaikan. Hal tersebut karena sejumlah faktor pembentuk harga BBM mengalami peningkatan," jelas Komaidi.

Sementara itu Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) memprediksi kenaikan harga minyak dunia masih akan terus berlangsung pada tahun ini. Hal ini menyusul masih kencangnya selisih tegang antara beberapa negara pemasok minyak dunia.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, fluktuasi harga minyak dunia ini terjadi karena adanya beberapa indikator. Seperti, permintaan pasca pandemi Covid-19 yang terus meningkat, hingga tensi antara Rusia-Ukraina yang menyulut harga minyak dunia.

Baca juga : Kemendag: Pedagang Pasar Tradisional Harus Ikuti Aturan HET Minyak Goreng

"Global oil supply and demand pasca pandemi yang diperkirakan akan meningkat secara bertahap. Prediksi harga minyak juga dengan berbagai kondisi recovery ekonomi, dan beberapa isu di Ukraina dan lain-lain," papar Dwi dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (2/2/2022).

Dwi menjelaskan saat ini saja harga minyak dunia dalam indikator Brent dipatok 90 dolar AS per barel. Meski begitu, kata Dwi pihak OPEC juga sudah melakukan intervensi merespon kenaikan harga minyak, meski intervensi hanya mampu menurunkan harga minyak dunia ke level 89 dolar AS per barel.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler